Tak Puas dengan Performa, Korps Marinir Pertimbangkan (Kembali) Pengadaan BTR-4M 8×8
|Tampilan sangar nyatanya tak melulu identik dengan performa yang memuaskan, dan inilah yang terjadi dengan ranpur (kendaraan tempur) lapis baja amfibi BTR-4M 8×8 yang sejak akhir September lalu memperkuat Resimen Kavaleri Korps Marinir TNI AL. Dalam fase uji fungsi, khususnya pada latihan mengarungi di air disebut-sebut spesifikasi ranpur ini tidak seperti yang diharapkan.
Baca juga: Korps Marinir Gelar Uji Fungsi dan Pelatihan Awak Ranpur BTR-4M
Ketidakpuasan atas performa BTR-4M ini telah diwartakan oleh situs Janes.com (28/12/2016). Sejumlah isu muncul saat dilakukannya uji coba BTR-4M, diantaranya kemampuan BTR-4M saat mengarung pada kondisi full speed dan masalah kebocoran. Dalam spesifikasi, BTR-4M dapat melaju di air dengan kecepatan maksimum 10 km per jam. Seperti diberitakan sebelumnya, Resimen Kavaleri Korps Marinir telah melaksanakan program uji fungsi BTR-4M mulai tanggal 14 sampai 24 Oktober 2016. Dua puluh lima personel Resimen Kavaleri 2 Mar dilibatkan dalam uji fungsi beserta 11 Personel pelatih.
Baca juga: Gelombang Pertama BTR-4M Tiba di Indonesia
Gelombang pertama BTR-4M tiba di Indonesia pada 28 September 2016, dalam pengiriman menggunakan kapal MV Texel terdapat lima unit BTR-4M yang dikapalkan. Jika lolos dalam pengujian nantinya ranpur ini cocok berlaga di Indonesia, selanjutnya bila anggaran tersedia akan dilakukan total pengadaan BTR-4M hingga 55 unit. Tentu pertanyaan selanjutnya adalah, skema ToT (Transfer of Technology) apa yang akan diberikan Ukraina untuk Indonesia.
Baca juga: BTR-4M – Ranpur Amfibi Terbaru, Siap Memperkuat Resimen Kavaleri Marinir TNI AL
Nah, terkait dengan hasil uji fungsi BTR-4M yang kurang memuaskan, kabarnya pengadaan lanjutan ranpur asal Ukraina ini akan dipertimbangkan kembali. BTR-4M pesanan Korps Marinir mengadopsi mesin diesel Deutz EBPO III dengan empat langkah, performa mesin ini dapat menghasilkan tenaga hingga 598HP. Oleh pabrikannya, BTR-4 dirancang dengan sistem modular, dan sudah dipersiapkan untuk ‘ramah’ pada adopsi pilihan senjata yang diinginkan konsumen.
BTR-4M untuk Korps Marinir merupakan kasta tertinggi dari keluarga BTR (Bronetransporter)-4, termasuk di dalamnya mengambil seluruh opsi Marinization dan Tropicalization. BTR-4M pesanan Indonesia menggunakan kubah jenis Parus, yang menggabungkan 4 tipe senjata sekaligus. Utamanya adalah kanon otomatis 30mm ZTM-1/2A72 seperti yang terpasang pada ranpur BMP-2/3, yang sudah terbukti andal untuk menggasak berbagai macam sasaran. Mengingat kanon serupa sudah digunakan pula oleh Korps Marinir, soal penggunaan dan perawatan tentu tidak jadi masalah.
Baca juga: Pandur II 8×8 – Pilihan Baru Pelengkap “Gado-Gado” Ranpur TNI
Untuk anti infantri, disediakan senapan mesin 7,62mm PKT dan pelontar granat 30mm AGS-17. Sementara untuk melawan tank, BTR-4M dibekali rudal antitank Baryer di sisi kanan kubah. Dengan jarak efektif sampai 4.000 meter, BTR-4M memiliki kans untuk menghadapi dan melumpuhkan Main Battle Tank. (Gilang Perdana)
Tampaknya kebijakan utk mengejar MEF perlu dievaluasi kembali kalo semata2 hanya mengejar kuantitas…sdh terbukti beberpa item tidak memuaskan, sementara “hidden-cost” akibat alutsista gado2 telah menunggu di ujung jalan.
Assalamu’alaikum wr. wb.
Konsep MEFnya benar, yang meleset itu spek barangnya.
Konsep MEF nya benar, yang meleset itu spek barangnya
@z
Yang saya maksud terlalu banyak ragam untuk jenis senjata yang sama (gado-gado)….kita lihat saja rudal v-shorad ada berapa tipe buatan negara yang berbeda.
Kenapa tidak beli saja 1 atau 2 tipe (seminimal mungkin) yang bisa digunakan lintas matra…pembelian satu jenis senjata yang digunakan utk lintas matra tentunya lebih ekonomis, peluang porsi TOTnya juga lebih besar dan keluwesan dalam pengoperasian dilapangan (misal dlm sebuah operasi gabungan)
Pesawat tempur kita aja, juga masih gado gado. Dan parahnya lagi tidak ada Sistem Identification Friend Or Foe pada pesawat kita.
shorad itu ada yang bisa ditembak langsung sembunyi kaya mistral, ada yang nembak harus diarahkan sampai impact/terkena objectnya dulu seperti RBS70/RSB 70NG, Starstreak, ada yang bisa dipanggul seperti QW3 dan chiron, ada yang harus pakai tripod/kendaraan seperti Grom.
Sebenarnya prosedur standar pembelian alutsista itu bagaimana ya Min ? Apakah betul harus dibeli dulu baru ditest dan dievaluasi ? Bukannya biasanya calon pembeli melakukan tes dan evaluasi lbh dulu sblm diputuskan membeli ?
waktu harteknas Di uns lalu sempat mampir Di Stan marinir, waktu saya tanya kenapa marinir sering pakek Dari blok Timur, jawaban marinir adalah TRADISI , waktu ditanya untuk membeli Dari produk barat alasanya juga tidak nyaman, intinya sih Kali bukan blok Timur bukan marinir Katanya.
BTR50 masih dipakai sampai sekarang. Walaupun Sudah dikasih korsel AAV7
AAV7 cuma 10 mana cukup buat 2 komar dan 1 brigif
yaaah buang-buang duit. Mendingan M113 nya AD dong.
ah itu sama saja, nggak ada yang mau berada di dalam M113 walaupun ditembak dengan kaliber 7,62 mm dan 5,56 mm.
Jujur saja.. marinir dari dlu punya “ego’ tinggi.. spek mau beda dgn AD, jgn sampe ada pendapat bahwa, marinir pasti pke blok timur (rusia) walaupun spek ga cocok. Itu pameo yg harus d buang jauh2.. pembelian harus berdasarkan keb. Bahkan dlu pernah d tawari terrex, dan yg kemarin iveco 8×8 dgn kemampuan amphibiuous yg bagus malah “emoh’.. dgn salah satu alasan tdk familier/no blok timur. Kan aneh klo smpe ada pemahaman sperti itu. Memang bukan berarti pemilihan sista marinir byk yg jelek,. Bagus2 jg, sperti pt76, bmp, LVT7, mlrs.. intinya klo kurang layak harus segera d cari solusi, apakah minta perbaikan dari pemasok, ato mencari alternatif lain sperti iveco ato terrex dan klo bisa menjadi platform yg bisa d pake baik oleh marinir maupun AD
Untuk kelanjutannya gimana bung ? apakah diperbaiki atau dibiarkan ? lalu apakah dari kelima yang datang ke Indonesia semuanya mengalami permasalahan yang sama ?
Aah nggak kok. LVT yg dari korea dipake tuh..
hahaha soalnya LVT kemarin itu hibah, jadinya lumayan bonus. tpi marinir sepertinya sudah terlalu keras dalam pendiriannya yang saya dulu pikir karena tugasnya hanya merebut garis pantai dan radius beberapa KM dari garis pantai. jadinya tidak perlu integresi Alutsista yang kompleks, namun semakin kesni marinir ini semakin tidak jelas saja sama kayak TNI AU. just opinion
Berita Terbaru :
MABES TNI mulai menyelidiki kasus pembelian heli AW101, karena terindikasi korupsi, kemungkinan akan melibatkan pihak KPK
AW101 tidak pernah ditawarkan melalui G to G
adakah yang tahu apa kekurangnya??
apa bisa di perbaiki di karoseri magelang
misal??
Kesalahan disain sehingga kalau di air akan miring ke depan dan pada sistem Transmisi, dan lainya.
Kalau memperbaiki akan mengakibatkan biaya tambahan yang sangat besar
Assalamu’alaikum wr. wb.
Seharusnya desainnya gimana?
Tolong dijelasin dong,dan mengenai tranmisinya salahnya bagaimana dan seharusnya bagaimana?
Tolong dijelasin dong?
Z
lamalama risih juga lihat koment panjenenganbung,isinya cuma ingin membuat orang emosi saja.istilah di kaskusnya “Nge-JUNK” & “Nge-FLAME”.gue lihat di jkgr dulu juga begitu.
enaknya org seperti ini di banned saja seperti dulu katanya pernah
sdr. NA lebih baik ngak usah ditanggapi org ini malah bikin rusuh formil ini
Gini lo saya menyoroti disini itu terlalu dibatasi dan disetir hanya oleh beberapa orang saja yang menganggap dirinya lebih tahu dari siapapun dan itu juga bukan adminnya, yang tidak memberi kesempatan lainnya untuk mengungkapkan pendapat, padahal sebenarnya pendapat itu belum tentu buruk.
Maksudku kalau mengungkapkan pendapat dalam segi proses pengadaan sampai dengan pengadaan monggo, dari segi fungsi monggo, dari segi ilmu ilmu pengetahuan monggo, dari segi kultur habbit monggo.
La kalau ada yang menyoroti dalam segi keilmuan fisika sudah di bilang teorimu ngawur, ya ngawurnya gimana tolong di jelaskan biar sama belajarnya.
Misal artikel di atas membahas BTR-4M, ya di amati saja disana terlihat bahwa tekanan udaranya bagian depan kurang sehingga ruang kemudi tenggelam, ingat kapal bisa mengapung karena ada tekanan udara, sama seperti BTR, dan pendapat seperti itu tidak ada linknya dan belum tentu ngawur.
Tranmisinya apakah pengoperannya mudah atau sulit ataukah penggeraknya sudah sempurna 8x8nya.
Gitu saja kan bisa, ada istilah di kuliahan jangan terpaku dengan buku, buku hanya dasar namun pengembangannya ada di diri kita sendiri.
Misal dalam segi pengadaan, kasus pengadaan tanpa tender, itukan tergantung dari pembicaraan antara pihak produsen sampai ke konsumen.
Saya jadi inget artikel JKGR tentang bpk Jokowi yang tanya kenapa listrik Indonesia mahal, dan dirut PLN menjawab karena banyak makelar, dan saya baca komentarnya bung autoveron di artikel mlrs mengatakan bahwa pihak china hanya memperdayakan indomesin sebagai sales yang artinya sebagai makelarnya dan jika ini bertemu petinggi pengadaan maka pembicaraannya akan bisa lanjut hasilnya harganya semakin naik.
Produk china-> makelar dalam negeri-> petinggi purchasing-> harga barang.
Itu semua tidak ada linknya namun belum tentu salah juga.
Paham!!!
Z
sampeyan itu koment panjang panjang tapi ndak ada isinya,persis seperti orang sakit jiwa, ngomel melulu isinya
pergi aja ke psikiater barangkali sampeyan butuh obat
Hahaha
Terserah kamu ngoceh sesukamu saja
Hahaha
@iman
Kekurangaannya….gak pake tender/kompetisi, gak pake uji coba tau-tau sudah beli.
Ehhh giliran diuji fungsi baru ketahuan kurang memuaskan….masalahnya kejadian gini kok sering terjadi (C-705/grom/yg ini)
Betul
Kl kurang memuaskan, ya gantilah dgn yg lain, asal jgn dari cina, ya..?
fokus anoa amphibi aja gi mana? tingal fokuskan kubah senjata plus kemampuan manuver di air. semoga mampu..
Beda kelas : 6×6 Vs 8×8
ya sekalian eksperimen. indonesia kan belum punya rantis 6×6 amphibious ?
Nice Artikel min… 🙂