Seperti diwartakan sebelumnya, Hanwha Defense dari Korea Selatan berhasil meraih kontrak pengadaan alutsista ‘berat’ ke salah satu negara di Afrika, yakni penjualan self propelled howitzer K9 Thunder ke Mesir senilai lebih dari 2 triliun won (US$1,65 miliar) dan menandai untuk pertama kalinya K9 dijual ke pelanggan di Afrika. Seperti pada lazimnya kontrak pertahanan dalam nilai besar, Korea Selatan juga memberikan transfer teknologi, dan dipastikan paket self propelled howitzer tracked K9 akan dibuat secara lokal di Mesir. (more…)
Setelah Kementerian Pertahanan RI menyepakati aktivasi kontrak pembelian 6 dari total 42 jet tempur Rafale buatan Dassault Aviation, lantas yang menjadi pertanyaan netizen adalah bagaimana dengan klausul ToT (Transfer of Technology), maklum ToT sudah menjadi amanat undang-undang terkait pengadaan alutsista dari luar negeri. Dan menjawab hal tersebut, Dassault Aviation rupanya telah menggandeng PT Dirgantara Indonesia (DI) untuk kerja sama offset dan ToT jet tempur Rafale. (more…)
Setelah sukses atas penjualan 36 unit jet tempur Dassault Rafale ke India, Perancis pun menawarkan bisnis lanjutan yang menarik. Yaitu tawaran untuk membangun basis produksi Rafale di India, bentuk transfer of technology super mantab yang tak bisa sembarang negara menerimanya. Tapi, syarat dari Perancis lumayan berat, yakni India harus mengorder (lagi) Rafale dengan jumlah minimal 100 unit. (more…)
Apa yang didapatkan India boleh jadi membuat iri industri pertahanan di Indonesia, betapa tidak, India sampai saat ini belum menjadi pengguna F-16 Figthting Falcon. Namun, negeri Anak Benua itu telah mendapatkan hak untuk memproduksi bagian penting jet tempur F-16, yaitu komponen sayap. Setelah hak produksi diberikan oleh pihak prinsipal, Lockheed Martin. Kok bisa? (more…)
Mendengar kemajuan kekuatan udara India, mungkin saja bisa membuat iri warganet di Indonesia. Selain dalam proses menerima kedatangan 36 unit jet tempur impian Dassault Rafale, masih ada pesanan baru atas 83 unit jet tempur ringan Tejas yang diproduksi di dalam negeri. Nyatanya kabar soal jet tempur tak itu saja, belum lama ini dikabarkan HAL (Hindustan Aeronautics Limited) telah menuntaskan dua unit produksi terakhir dari jet tempur Sukhoi Su-30MKI. (more…)
Meski terlibat sengketa dengan Beijing di Laut Cina Selatan, namun rupanya, Malaysia kadung terikat kerja sama dengan Cina. Sejenak melupakan tensi di Laut Cina Selatan, unit ketiga dari kapal patroli Keris Class, dari jenis Littoral Mission Ship (LMS), belum lama ini telah diluncurkan dari galangan Wuchang Shipbuilding Industrial Group di Wuhan pada 28 Oktober lalu. (more…)
Sebagai negara maritim, keberadaan rudal anti kapal tak pelak menjadi alutsista yang sangat strategis, oleh karenanya Indonesia menyadari betul peran vital dari rudal anti kapal. Meski tak terdengar lagi kelanjutannya, proyek rudal anti kapal nasional telah dicanangkan sejak lama, salah satunya dengan rencana memproduksi rudal anti kapal C-705 di Indonesia. Pasalnya pencapaian teknologi rudal tanpa transfer of technology nyaris sulit dilakukan, dan ketika rencana produksi C-705 dahulu didengungkan, maka mitra Indonesia tak lain adalah Cina. (more…)
Bila suatu negara dengan anggaran pertahanan ngepas, namun menuntut kehadiran jet tempur mumpuni dalam waktu relatif cepat, sementara dari dalam negeri ada ketentuan untuk menerima ToT (Transfer of Technology), maka lantas apa yang dapat dilakukan oleh negara tersebut? Opsi pertama yang mudah dibayangkan adalah membeli jet tempur bekas pakai, tapi ini akan minus pada harapan mendapatkan ToT. Dengan kondisi yang serba dilematis, apa yang bisa dilakukan oleh negara tadi, sementara eskalasi konflik di masa depan bisa pecah suatu waktu. (more…)
Tanpa banyak publikasi dan keriuhan, Vietnam kembali membuktikan keunggulannya dalam transfer of technology (ToT) di lini alutsista. Menyadari peran vital rudal anti kapal dalam skenario peperangan modern, sebuah foto unggahan di media sosial menampilkan rudal anti kapal buatan dalam negeri Nguyen, yaitu VCM-01 (Viettel Cruise Missile-01). (more…)
Kemandirian industri pertahanan di Dalam Negeri erat kaitannya dengan transfer of technology (ToT), apalagi bila yang dibicarakan adalah pengadaan alutsista strategis. Namun, dibalik sisi positif ToT, kadang rencana akuisisi suatu alutsista menjadi begitu lama dengan negosiasi yang alot. Dimana guna mendapatkan ToT dari OEM (Original Equipment Manufacture), pembelian barang harus dalam kategori baru alias gress, yang pastinya butuh anggaran tak kecil. Dalam perspektif pengadaan pesawat angkut, rupanya ada kesamaan kebutuhan antara Indonesia dan Bangladesh. (more…)