KR Baruna Jaya I – Multipurpose Deep Sea Research, Dahulu Pernah Dioperasikan Dishidros TNI AL

Dengan bekal kemampuan deteksi obyek bawah laut yang terbilang lengkap, KR (Kapal Riset) Baruna Jaya I milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan KRI Rigel 933 dari Dinas Hidro Oseanografi (Dishidros) TNI AL, menjadi ujung tombak operasi pencarian dan evakuasi bangkai pesawat Lion Air JT610 yang jatuh di Tanjung Karawang pada Senin (29/10) lalu.

Baca juga: Pantau Pergerakan Kapal Selam Asing, TNI AL Berniat Adopsi “SOSUS” di ALKI

Meski berangkat dari dua institusi yang berbeda, kedua kapal riset buatan Perancis tersebut punya kemampuan deep sea research yang sepadan. Terkhusus pada KR Baruna Jaya I, namanya sudah lebih dulu dikenal, lantaran terlibat aktif dalam operasi pencarian bangkai pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh di Selat Karimata pada Januari 2015.

Berbeda dengan KRI Rigel 933 yang dipersenjatai pada haluannya, maka KR Baruna Jaya I adalah kapal sipil murni, dan disamping tugas utamanya sebagai kapal penelitian laut dalam, berkat bekal teknologi multibeam echo sounder dan keberadaan Remotely Operated Vehicle (ROV), menjadikan kapal yang berpangkalan di Tanjung Priok, Jakarta Utara ini kerap diandalkan dalam mendukung misi SAR.

Ibarat pepatah ‘tak kenal maka tak sayang,’ kapal dengan cat lambung berwarna hijau ini punya sejarah yang unik dicermati. Dibuat oleh galangan CMN Cherbourg di Perancis, KR Baruna Jaya I resmi diluncurkan pada 1989. Di awal kehadirannya, operasional Baruna Jaya I melibatkan kerjasama antara BPPT dan Dishidros TNI AL.

Namun pasca reformasi 1998, muncul gagasan agar KR Baruna Jaya I secara penuh dioperasikan oleh sipil. Hal tersebut didasarkan ketentuan dan konvensi kelautan internasional tentang operasional survei bawah laut, ditambah tekanan krisis ekonomi saat itu yang mempengaruhi operasional kapal. Baru pada tahun 2004, KR Baruna Jaya I secara penuh dikelola oleh Balai Teknologi Survei Kelautan BPPT.

KR Baruna Jaya I yang memunyai kode YEAS, mempunyai bobot penuh 1.184 ton dan bobot kosong 355 ton. Sebagai dapur pacu, mengadopsi 2 x 1100 HP @850 RPM, Niigata SEMT Pielstick 5PA5L dan satu mesin bantu Diesel Generator Baudouin 270 HP @1500 RPM. Sementara alternatornya 2 unit shaft driven generator Leroy Somer @625 KVA. Untuk kapasitas bahan bakarnya sekali bawa adalah 260 ribu liter dan 14 ribu liter pelumas. Dengan kecepatan 10 knots, konsumsi bahan bakarnya 6.752 liter per hari.

KR Baruna Jaya I dapat membawa 93.700 liter air tawar, dan ada fasilitas pengolahan air laut menjadi air tawar dengan kapasitas 350 liter per jam.

Bicara tentang navigasi, KR Baruna Jaya I disokong radar ARPA (Automatic Radar Plotting Aids) X Band Furuno, GPS (Global Positioning System) dan AIS (Automatic Identification System). Sedangkan sistem komunikasinya mengusung radio SSB (Single Sideband), GMDSS A3, dan Mini-Inmarsat-C.

Guna memundahkan operasi riset bawah permukaan laut, kapal ini juga dilengkapi dengan crane, yaitu crane utama yang punya kapasitas 0,75 ton pada kedalaman 12 meter dan 2,5 ton pada kedalaman 5 meter. Masih ada satu unit frame gantry crane dengan kapasitas 10 ton.

Baca juga: Kongsberg EM-302 Multibeam Echosounder, Temukan Longsoran Dasar Laut di Teluk Palu

KR Baruna Jaya I diawaki oleh 17 personel dan umumnya membawa 28 peneliti dalam suatu misi. Panjang keseluruhan KR Baruja Jaya I mencapai 60,4 meter dan lebar 11,6 meter. Selain KR Baruna Jaya I, BPPT juga memiliki KR Baruna Jaya II, yang dari dimensi dan spesifikasi nyaris serupa, hanya saja fungsi KR Baruna Jaya II lebih ke penelitian seismic laut 2D, kemudian ada KR Baruna jaya III (Oseanografi dan Geologi) dan KR Baruna Jaya IV ( Oseanografi dan Perikanan). (Gilang Perdana)

7 Comments