Coba ‘Goyang’ Rusia Lewat Kazakhstan, Amerika Serikat Borong 81 Jet Tempur era Soviet untuk Ukraina
Dengan menggunakan berbagai strategi, Amerika Serikat dan negara-negara Barat berusaha untuk memperlemah Rusia, terutama dalam aspek pertahanan, salah satunya dengan menanamkan pengaruh di negara-negara eks Soviet yang berbatasan langsung dengan Rusia. Setelah apa yang terjadi di Ukraina, Kazahkstan kini mulai menampakan kedekatannya dengan Barat. Selain pesanan pesawat angkut Airbus C-295 dan A400 Atlas, dan isu jet tempur Rafale, kini ada berita lain yang memancing amarah Kremlin.
Baca juga: Airbus Luncurkan Unit Perdana A400M Atlas Pesanan Kazakhstan, Diserahkan Akhir Tahun
Seperti dikutip Business Insider, Amerika Serikat dikabarkan akan memborong 81 unit jet tempur era Soviet dari Kazakhstan. Selain besar secara kuantitas, pembelian besar-besaran ini kabarya terkait dengan rencana AS untuk menyalurkan armada jet tempur tersebut ke Ukraina
Laporan terbaru menunjukkan bahwa sebagian dari 117 unit jet tempur Kazakhstan era Soviet telah menemukan pembeli, yaitu Amerika Serikat—yang dilaporkan membeli 81 unit dari 117 pesawat tempur tersebut dengan harga rata-rata US$20.000 per pesawat, dengan total nila pembelian sekitar US$2,26 juta.
Pada Oktober tahun lalu, pemerintah Kazakhstan mengiklankan penjualan 117 pesawat tempur dan pembom yang diperoleh selama menjadi bagian dari Uni Soviet. Pesawat-pesawat era Perang Dingin ini, termasuk model MiG-31, MiG-27, MiG-29, dan Su-24 beserta mesinnya, dijual oleh negara Asia Tengah tersebut karena dianggap telah usang, biaya operasi yang tinggi, sementara pilihan untuk melakukan perbaikan dianggap tidak ekonomis.
Kazakhstan berusaha melepas pesawat era Soviet ini karena tidak lagi beroperasi, dengan tawaran langsung sepuluh MiG-31 dengan harga US$1 juta untuk seluruh rangkaian. Laporan terbaru menunjukkan bahwa sebagian dari 117 pesawat bekas Soviet milik Kazakhstan telah mendapatkan pembeli, yakni Amerika Serikat lewat perusahaan yang berbasis di luar wilayah AS.
Astana Bantah Rencana Pembelian Rafale, Kazakhstan Justru Akan Membeli Sukhoi Su-30SM
Motif utama di balik pembelian pesawat tempur kuno ini oleh AS masih belum jelas, namun ada spekulasi luas bahwa pesawat tersebut mungkin akan dipindahkan ke Ukraina, untuk digunakan melawan pasukan Rusia. Spekulasi menunjukkan bahwa Angkatan Udara Ukraina mungkin akan menggunakan pesawat dari Kazakhstan yang masih dirawat dengan baik atau mengubahnya menjadi persediaan suku cadang (kanibal) untuk kesiapan operasi pesawat tempur Ukraina yang ada, teriutama MiG-29 dan Su-24.
Sejauh ini belum ada keterangan resmi dari pemerintah Kazakhstan. Namun, jika Kazakhstan benar-benar menjual pesawat tersebut ke Amerika Serikat, hal ini tentu akan memperburuk hubungan yang sudah dingin antara Kazakhstan dan Rusia. Hubungan bilateral antara Astana dan Moskow baru-baru ini mendingin, dengan Kazakhstan, yang secara tradisional memiliki hubungan dekat dengan Rusia, kini menjalin hubungan lebih dekat dengan negara-negara Barat.
Ditambah lagi, Perancis ‘berusaha’ menarik minat Kazakhstan untuk membeli jet tempur Rafale, namun upaya tersebut gagal karena Astana memilih pesawat buatan Rusia untuk melengkapi angkatan udaranya. Untuk menggantikan pesawat tempur era Soviet yang menua, Kazakhstan telah mengakuisisi pesawat yang lebih modern dari Rusia, seperti Su-30SM, serta berbagai sistem pertahanan canggih lainnya. Kazakhstan berencana mengakuisisi tiga skuadron yang terdiri dari 36 pesawat Su-30SM
Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken dan mantan Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron juga mengunjungi Kazakhstan, dalam upaya untuk membujuk Kazakstan agar menjauh dari Rusia.
Proses penjualan pesawat tempur Kazakhstan dikelola oleh lembaga pemerintah yang dikenal dengan nama “Kazspecexport.” Kazakhstan, bekas republik Soviet, mewarisi banyak aset dari Soviet, termasuk pesawat tempur dan pembom ketika blok komunis dibubarkan pada tahun 1990-an.
Kazakhstan juga merupakan anggota Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO), yang didirikan pada tahun 2002 dan melibatkan enam negara bekas Soviet: Armenia, Belarus, Kazakhstan, Rusia, Kyrgyzstan, dan Tajikistan.
Baikonur Cosmodrome
Rusia dan Kazakhstan memiliki hubungan yang kompleks, terutama karena sejarah panjang kedua negara sebagai bagian dari Uni Soviet. Setelah Uni Soviet runtuh, Kazakhstan memperoleh kemerdekaan pada tahun 1991. Hubungan antara kedua negara tetap kuat dalam beberapa bidang, termasuk ekonomi dan keamanan.
Kazakhstan menjadi salah satu mitra dagang terbesar Rusia di Asia Tengah dan kedua negara bekerja sama dalam berbagai organisasi regional dan internasional, seperti Organisasi Kerjasama Shanghai. Meskipun demikian, hubungan antara keduanya juga telah menghadapi beberapa tantangan, terutama terkait dengan isu perbatasan, sumber daya energi, dan pengaruh geopolitik di wilayah tersebut.
Kazakhstan memiliki hubungan yang erat dengan program luar angkasa Rusia, terutama karena Baikonur Cosmodrome, fasilitas peluncuran luar angkasa terbesar di dunia, berada di Kazakhstan. Baikonur telah menjadi situs peluncuran utama untuk misi luar angkasa Rusia sejak zaman Uni Soviet dan masih digunakan secara aktif oleh Badan Antariksa Rusia (Roscosmos) untuk meluncurkan misi antariksa, termasuk pesawat luar angkasa manusia dan satelit.
Kazakhstan juga telah memainkan peran penting dalam kerjasama luar angkasa internasional, seperti sebagai tuan rumah Pertemuan Puncak OSCE pada tahun 2010, yang dihadiri oleh pemimpin-pemimpin dunia untuk membahas isu-isu keamanan dan kerjasama regional.
Baikonur Cosmodrome sebenarnya dimiliki oleh pemerintah Rusia. Meskipun terletak di Kazakhstan, Baikonur masih dioperasikan oleh Rusia sebagai fasilitas peluncuran utama mereka. Pada tahun 1994, Rusia dan Kazakhstan menandatangani perjanjian jangka panjang yang memberikan Rusia hak untuk menggunakan Baikonur. Meskipun demikian, Kazakhstan memiliki beberapa kewenangan terbatas atas fasilitas tersebut dan menerima pembayaran sewa dari Rusia untuk penggunaannya.
Sebagai catatan, Rusia dan Kazakhstan berbagi perbatasan darat yang panjangnya sekitar 7.600 kilometer. Perbatasan ini merupakan salah satu perbatasan terpanjang di dunia. (Gilang Perdana)
Yg dibeli cuman sparepartnya aja dalam bentuk utuhan. Cuman buat kanibal aja. Buat Ukraina mungkin penting tapi buat Rusia biasa aja. Yang jadi masalah kalo Rusia juga ternyata ikutan ngincer rongsokan tsb itu berarti Industri manufaktur Dirgantara mereka ada masalah.
sepeemrti biasa.. sang pencipta kedamaian yang mengacaukan banyak negara padahal ngga kenapa², luarr biyasaa, bom dijatuhkan pada warga sipil mereka diam saja, selama itu sekutu mereka, jika tidak mereka akan mengutuknya dan mensanksinya