Shenyang Divine Eagle: Drone AWACS Pertama di Dunia, Mampu Terbang di Ketinggian 25 Ribu Meter
|Lama tak terdengar kabar beritanya, rencana pengadaan pesawat intai dengan kualifikasi AWACS (Airborne Warning and Control System) atau AEW&C (Airborne Early Warning and Control) untuk TNI AU kembali mencuat kepermukaan, setelah KSAU Marsekal TNI Yuyu Sutisna belum lama ini di salah satu media menyebut bahwa Saab, Airbus dan Boeing telah masuk ke dalam daftar calon pemasok pesawat AWACS yang tengah dicari TNI AU. Menurut KSAU, pengadaan pesawat AEW&C digadang untuk memenuhi target di MEF III di periode 2020 – 2024.
Baca juga: Akinci UCAV – Drone Tempur HALE dengan Dua Mesin Propeller
Lepas dari kabar baik di atas, nun jauh di utara Indonesia, tengah dikembangkan pesawat AEW&C tanpa awak, persisnya Cina tengah mengembangkan drone AWACS pertama di dunia. Ini bukan sekedar konsep, melainkan prototipe wahana yang dimaksud telah menjadi wujud full scale. Dan yang dimaksud adalah Shenyang Divine Eagle buatan Shenyang Aircraft Corporation (SYAC).
Dikutip dari aerosociety.com, Divine Eagle statusnya adalah drone intai murni, tanpa bekal persenjataan, atau populer disebut UAV (Unmmaned Aerial Vehicle). Namun dibalik kemurniannya sebagai UAV, Divine Eagle punya peran utama sebagai drone AWACS, tak hanya itu, Devine Eagle diebut-sebut bakal menjadi drone dengan bobot terbesar yang pernah ada. Divine Eagle ditaksir punya bobot maksimum saat tinggal landas antara 15 – 20 ton.
Divine Eagle dilaporkan dapat melesat hingga kecepatan Mach 0.8 dan beroperasi di ketinggian 25.000 meter, jauh lebih tinggi daripada drone Northrop Grumman RQ-7 Global Hawk yang memiliki ketinggian operasi 18.000 meter. Mampu terbang terus menerus selama 24 jam, maka drone ini menyandang predikat HALE (High Altitude Long Endurance).
Dari penampakan yang terendus oleh satelit, Divine Eagle diperkirakan punya panjang 15,25 meter dan lebar bentang sayap 40,23 meter. Dengan dimensi sebongsor itu, drone ukuran raksasa ini ditenagai oleh satu unit mesin jet, pilihannya adalah WP-13 turbojet engine (thrust 9.900 pound) atau Minshan turbojet engine (thrust 7.700 pound).
Mengendepankan peran sebagai drone AWACS menjadikan Divine Eagle padat perangkat elektronik dan radar. Sampai saat ini, satu prototipe Divine Eagle telah tuntas dibuat, namun belum diketahui persis bekal perangkat elektronik yang dibenamkan pada drone ini.
Meski inovasi Cina tergolong lompatan jauh, tapi mewujudkan drone yang mengemban perang sebagai pesawat AWACS jelas tak mudah. Berikut beberapa plus minus dari implementasi drone AWACS ini.
Keuntungan
- Longer operational endurance – menyandang predikat HALE, jelas pesawat AWACS ini dapat terbang lebih lama dari pesawat AWCS konvensional. Tidak ada risiko kelelahan pada awak.
- No risk to crews on board – tidak ada risiko bagi keselamatan awak dan penerbang, maklum pesawat AWACS dalam peperangan adalah sasaran utama yang dicari musuh untuk dihancurkan lewat rudal jarak sedang, seperti beyond visual range missile.
- Cost-effective – siapa pun tahu bahwa biaya operasional drone bakal jauh lebih murah ketimbang pesawat konvensional.
Kekurangan
- Bandwidth – urusan transmisi data jelas membutuhkan bandwidth yang cukup besar. Untuk kendali drone saja sudah memakan alokasi bandwidth, belum lagi untuk integrasi dari beragam perangkat seperti radar dan aneka sensor. Proses transmisi data dari drone ke ground control station rawan gangguan.
- Size – penempatan perangkat elektronik, mulai dari radar dan sensor dapat memicu terciptanya platform yang terlalu besar (berat).
- Maintenance and equipment – ada kalanya sistem pada pesawat UWACS mengalami gangguan dalam penerbangan, pada pesawat konvensional, awak umumnya dapat melakukan perbaikan minor. Berbeda dengan drone AWACS ini, bila ada gangguan atau kerusakan, meski sifatnya kecil, maka perbaikan harus dilakukan dengan kembali terlebih dahulu ke pangkalan. (Gilang Perdana)
pesawat HALE biasanya sulit ditembak jatuh dengan pesawat tempur seperti sukro, mig, f ten class, f 2/3 ten class.
cara satu2nya ya klo ga pakai rudal abm seperti S-400 dan S-500 dengan THAAD atau SM-3 dan SM-6.
tpi sebelum nembak ada baiknya bilang bismillah terlebih dahulu.
Dari pada beli pesawat AWACS kl lbh murah efektif efisien kenapa tidak d beli. Catatan kualitas bagus jgn ky motor mobil cina cepet hancur mesinmya kaya habis d tembak javelin..
Nggak usah dibeli! Percuma! Ditembak pake s-300 sama railgun langsung jadi rongsok. Pokoknya nggak usah kalau kata gw mah.
mkx NASAM 2 kepilih buat hanud TNI AU ketimbang S-300 krn mudah rongsokan & gagal battle proven
Railgun kok buat nembak sasaran udara. Beda kali fungsinya railgun sama spaag/aa gun.
@marvel. Rongsokan kok pada ngeri sama s300, apalagi s400 atau s500. Daripada beli nasams yg point defense yg gak mobile mending s300 menang mutlak radius jangkauan dan terkenal sistem mobilenya. Jika nasams dilawan dengan pac 2 lebih bagus pac 2 dari sisi mobile dan battle proven.
@Hell ok sy terima ngaco anda tp nyatax nggak di pilih TNI-AU for Merad kira2 menurut ente peluang S-300 bisa nggak memenangkan pengadaan Merad bwt TNI AD ?
Lu pikir gampang beli s400 s 500 yg ada tetangga2 kita australia singapore ribut mohon2 ke mamarika jgn d kasi rudal arhanud jarak jauh. Mereka takut kl nyelonong d cium s400