Senilai Rp360 Miliar, Kemhan Order Dua LST Teluk Bintuni Class Ke PT Bandar Abadi
|Setelah melibatkan dua perusahaan dalam pembangunan tujuh unit Landing Ship Tank (LST) Teluk Bintuni Class (AT-117M), yaitu PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) dan PT Daya Radar Utama, Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI melakukan ekspansi dengan menambah pesanan dua unit LST serupa, yaitu pesanan kedelapan dan kesembilan. Untuk dua pesanan tambahan ini, Kemhan mempercayakan produksinya kepada PT Bandar Abadi Shipyard.
Baca juga: Total LST Teluk Bintuni Class TNI AL Akan Berjumlah 7 Unit
Kontrak pengadaan tambahan dua LST Teluk Bintuni Class ini dilakukan pada 12 April lalu, bersamaan dengan penandatanganan kontrak pengadaan kapal selam Nagapasa Class batch kedua, helikopter NAS 332 Super Puma, medium tank Harimau, panser Cobra 8×8, dan beberapa alutsista lainnya. Untuk pembangunan dua LST ini, Kemhan telah mengalokasikan dana senilai Rp360 miliar atau setara US$25,5 juta.
PT Bandar Abadi adalah galangan kapal di Tanjung Uncang, Batam. Meski namanya terdengar baru dalam pembangunan kapal untuk TNI AL, namun perusahaan swasta ini mempunyai fasilitas dry dock dengan kapasitas 70 ribu ton dan panjang kapal 202 meter. Dikutip dari Janes.com (15/4/2019), pihak PT Bandar Abadi menyebutkan meski platform-nya adalah Teluk Bintuni Class, namun akan ada sedikit variasi yang berbeda untuk menyesuaikan keinginan customer.
Guna memenuhi target dalam Minimum Essential Force (MEF) III, sampai tahun 2024 diharapkan total LST Bintuni Class akan berjumlah 12 unit kapal. Dengan yang sudah beroperasi (KRI Teluk Bintuni 520 dan KRI Teluk Lada 521), plus kapal yang tengah dibangun PT Kodja Bahari, maka Kemhan dalam lima tahun kedepan masih akan melakukan pemesanan 3 unit kapal lagi.
LST Teluk Bintuni Class dapat membawa 10 unit MBT Leopard 2A4 atau 15 tank amfibi BMP-3F. LST ini dapat membawa 2 unit helikopter, pasalnya terdapat dua helipad dengan fasilitas hangar untuk kapasitas helikoper 10 ton.
Baca juga: Perkuat Koarmada III, LST KRI Teluk Lada 521 Resmi Diserahterimakan
Secara teknis, lapal ini punya panjang 120 meter, lebar 18 meter, dengan tinggi 11 meter. Kecepatannya 16 knots dengan main engine 2×3285 KW yang ditenagai dua mesin. Secara umum Teluk Bintuni Class sanggup dimuati 113 ABK (anak buah kapal), enam orang kru helikopter, dan pasukan sebanyak 361 orang. (Bayu Pamungkas)
Royan,
KCR bukan combatan utama karena hanya ditugaskan untuk jaga pangkalan dan selat.
Jadi KCR kita itu seperti Bull Terrier yang menjaga rumah kita. Walaupun lucu wajahnya dan kecil tubuhnya tapi kalo udah menggigit bisa cuil bongkahan daging pencuri yang masuk ke rumah kita.
Mas Aremania,
Untuk Malahayati class sudah menjalani Mid Life Modernization sehingga bisa berlayar selama 15 tahun lagi. Jadi sekitar tahun 2034 baru akan diganti.
Sedangkan Parchim akan dipensiun seluruhnya pada periode tahun 2026-2029.
Yang mendesak untuk diganti adalah sisa 5 unit Van Speijk yang akan dipensiun pada 2024.
Saat tahun 2024 itu semoga sudah jadi tambahan 4 PKR, 4 korvet dan 2 – 4 fregat / destroyer.
Om woof woof KCR konsepnya sebagai green water Navy. Sistemnya grilya laut. Selain itu juga dapat digunakan sebagai patroli terbatas. KCR tetap sebagai combatan utama jik sudah masuk 16 mil pertahanan laut
Nah itu 16 nm dari pantai.
Brarti pertahanan lapis tiga.
Sedangkan light fregat dan korvet serta OPV untuk pertahanan lepas pantai s/d 200 nm dan batas kontinen kita. Jadi pertahanan lapis dua.
Untuk lapis satu bakal diisi real fregat dan destroyer.
Tetapi itu nanti pada optimum essential force di 2044.
Tetapi untuk sementara nunggu real fregat dan destroyer, sekarang ini lapis dua jadi lapis satu dan lapis tiga jadi lapis dua.
Mas Aremania,
Untuk memenangkan sebuah peperangan diperlukan supply logistik yang dapat diandalkan, sebab strategi tidak dapat dijalankan jika tidak ada logistik.
Jadi jalur supply logistiklah yang didahulukan untuk dibangun.
LST adalah salah satu wahana untuk supply logistik, tidak hanya untuk menghadapi perang tetapi juga untuk menanggulangi tantangan yang sering terjadi di wilayah kita yaitu bencana alam.
LST kita ada yang dari peninggalan perang dunia kedua, jadi LST ini yang kita bangun.
Tetapi untuk kapal-kapal kombatan utama juga tidak dilalaikan.
Kebutuhan kapal kombatan utama kita, seperti yang mas contohkan tadi adalah korvet dan fregat.
Kita ambil contoh misal korvet Sigma Diponegoro class.
Korvet Diponegoro class punya jarak tempuh
4000 mil laut / nautical mile.
1 nm = 1,85 km
4000 nm = 4000 x 1,85 = 7400 km
7400 km adalah perjalanan pulang pergi.
Jadi kalo sekali jalan harus dibagi 2.
7400 / 2 = 3700 km.
Nah radar surveilance dapat menjangkau jarak 80 km.
Radar bisa berputar ke depan, ke belakang, ke kiri dan kanan.
Jadi rotasi berbentuk lingkaran dengan radius 80 km.
Karena korvet tersebut berlayar dari titik A ke titik B, maka lintasan deteksi radarnya berbentuk kapsul yaitu setengah lingkaran di depan, disambung dengan empat persegi panjang di mana lebarnya adalah diameter lingkaran (80 km + 80 km = 160 km) dan panjangnya adalah jarak tempuh sekali jalan (3700 km), lalu disambung lagi dengan setengah lingkaran di belakang.
Sebab titik A adalah pangkalan di mana kapal itu berangkat, maka setengah lingkaran di belakang dapat dihilangkan.
Sedangkan titik B adalah juga pangkalan di mana kapal itu tiba maka setengah lingkaran di depan dapat dihilangkan.
Jadi area deteksi radar itu tinggal :
160 km x 3700 km = 592.000 km persegi.
Sekarang luas laut kita termasuk ZEE adalah 6315222 km2.
6.315.222 / 592.000 = 10,66760473 dibulatkan 11
Jadi dibutuhkan 11 korvet atau fregat sekali bertugas.
11 bertugas + 11 siaga + 11 maintenance = 33 kapal.
Dari 33 kapal, yang seharusnya ready adalah 22 kapal (11 berlayar + 11 siaga = 22 kapal).
Idealnya harus ada kapal cadangan, butuh 11 kapal lagi.
Jadi :
11 bertugas + 11 siaga + 11 maintenance + 11 cadangan = 44 kapal
Kapal bakamla yang akan dibangun sampai 2024 adalah 10 opv 80 meter dan 4 opv 110 meter.
10 + 4 = 14
Kapal opv bakamla adalah juga kapal kombatan cadangan.
Jadi :
44 – 14 = 30
Tinggal 30 unit kapal lagi
Armada KRI kombatan utama kita sekarang ini yang sudah jadi adalah :
2 PKR
4 korvet Sigma
3 nahkoda ragam
3 malahayati class
5 van speijk class
14 parchim class
Van speijk saya hitung 5 unit sebab 1 unit sudah pensiun.
2+4+3+3+5+14 = 31 kapal
Butuhnya 30 kapal combatan utama tetapi yang ada 31 kapal.
Jadi cukup khan ?
Bagaimana kalo ada yang pensiun lagi ?
Jangan khawatir sebab di link berikut ini ada berita :
https://www.beritasatu.com/nasional/511224/kemhan-akan-datangkan-8-kri-baru
Bakal ada pengadaan 8 KRI, di mana 4 KRI tipe korvet dan 4 KRI lagi tipe PKR.
Itu belum termasuk real fregat AAW yang bakal diakuisisi.
Hanya butuh kesabaran untuk menunggu sampai tahun 2024 terjadi.
Nah ini yang saya maksud bung, perlu waktu sampai mef hingga 2024 untuk merealisasikan kapal kombatan macam korvet/frigat. Memang dari jumlah kita untuk sementara ini ideal, tapi secara kemampuan makin menurun seperti parchim class , van speijk class & malahayati class kita. Jadi berharap di tahun 2024, kekuatan laut kita bisa segera ideal dengan komposisi kapal yang optimal ( kombatan, kasel, LST,LPD, tanker, survei dsb). Trima kasih bung analisanya. Salam
Bung aremania,
Yang saya sebut hanya kekuatan minimum yang ideal, bukan kekuatan ideal yang sesungguhnya.
Om woof2 lupa ngitung KCR ya.. KCR kan jg termasuk sistem tempur utama. Sekalian dihitung donk.. 😀
KCR untuk pertahanan pangkalan dan selat. Akan beroperasi sekitar wilayah yang banyak pulau kecilnya.
Jumlah selat di Indonesia ada 47 selat. Jadi mudahnya 47 KCR. Namun selat kecil bisa juga diisi tank boat, jika jadi dibeli.
Iya bung ngitung saya tau, makanya saya bilang ideal bukan optimal. Ideal menurut saya sampai 2024 harusnya 22 kapal yang pensiun ( parchim class, van speijk class , malahayati class) soalnya usia dan teknologi juga kurang up to date untuk masa kini. Optimalnya ya jumlahnya lebih dari yang seharusnya di ganti tadi.
Ini hanya pendapat pribadi, fungsi LST sesuai namanya adalah untuk membawa dan mendaratkan tank bisa juga artileri truk dsb dan juga bantuan kemanusiaan non perang. Sementara yang urgent sekarang dibutuhkan indonesia adalah kapal kombatan macam korvet/frigat untuk memantau dan melindungi perbatasan/kedaulatan indonesia serta mengganti kapal kombatan lama yang udah uzur. Jadi mengapa teken kontrak LST lebih dulu daripada teken kontrak kapal kombatan guna mengganti parchim class misalnya atau frigat belanda tua kita? Padahal iver dari denmark juga berpeluang besar, masih juga belum ditindak lanjuti pengadaannya. Mungkin ada yang ngasih pencerahan. Trima kasih
Menurut saya kapal ini diperlukan untuk nanti pergeseran antar pulau dari Tank Harimau dan juga Panser Cobra 8×8 yg kontraknya udah jalan. Kombatanya mungkin masih dpelajari dulu
ya karna lst lebih urgent, liat aja ada brp lst tni al yg usianya udh sangat tua, aplg wilayah kepulauan maka fungsi lst jd sangat penting
Ya memang sih bung LST penting buat pergeseran alutsista ataupun komponen lainnya. Tapi fungsi korvet/frigat juga penting selain fungsi “lethal”nya yang untuk kombatan juga fungsi pengawasan misal untuk pelacakan dan penindakan kasel asing yang nyelonong masuk NKRI karena secara sensor, radar ataupun sonar jelas mampu dan ideal untuk tugas itu. Semoga abis ini ada kabar pengadaan frigat kelas berat/ korvet baru atau kontrak tambahan martadinata class hihihi.
Fregate dan corvette digunakan sebagai mesin tempur utama, jika untuk penindakan saat ini menggunakan KCR dan PC. Mengapa LST di dahulukan krn fungsi LST vital untuk pergeseran pasukan dan material tempur. Selain itu juga LST digunakan untuk angkut logistik saat bencana Alam. Pengadaan alutista di TNI AL untuk alat tempur utama sudah diwakili oleh kasel 209.
Hanya pendapat pribadi juga, bisa agan perbandingkan usia termuda dari LST kita dan jumlahnya berapa??
dengan kapal pemukul ( frigat, korvet & KCR ) usia serta jumlahnya juga.
Min kapal jenis ini dipersenjatai apa ya ? Trs terkait pengadaan nagapasa batch II kira2 ada perbedaan ga dgn yg batch I ?
Belum tahu om, kan jeroan kasel termasuk sangat rahasia, yang dipublikasikan hanya perangkat optiknya saja