Prototipe Howitzer Pindad ME-105, Layakkah ‘Dibangkitkan’ Kembali?
Pertama kali diperlihatkan ke publik pada Indo Defence 2008, meriam howitzer ME-105 yang dirilis PT Pindad langsung membetot perhatian publik. Betapa tidak, inilah sosok meriam tarik pertama yang wujudnya secara nyata berhasil dibuat oleh perusahaan dalam negeri. Saat itu, Indonesia sudah berhasil memproduksi kapal patroli cepat, pesawat intai, panser sampai senapan serbu, namun ironisnya, lini persenjataan artileri seperti seolah terlupakan, terlepas dari upaya produksi munisi yang telah dilakukan oleh PT Pindad selama ini.
Baca juga: Pindad ME-105 – Prototipe Howitzer Lokal yang Terlupakan
Kemunculan howitzer ‘lokal’ ME-105 ibarat oase segar bagi penikmat dunia alutsista di Tanah Air, dalam benak banyak orang, kehadiran ME-105 kelak dapat menggantikan meriam gunung M-48 kaliber 76 mm yang usianya sudah tua dan populasinya cukup banyak di arsenal Armed TNI AD. Anggapan itu sebenarnya wajar, terutama bila dilihat dari tampilan, ada sejumlah kemiripan antara ME-105 dan M-48, dimana kedua senjata mengadopsi jenis laras berukuran pendek dan dilengkapi perisai (shield) untuk perlidungan awaknya.
Pun keduanya menggunakan jenis roda berukuran kecil dan ME-105 dapat dibongkar pasang layaknya M-48. PT Pindad sendiri merancang ME-105 agar mudah dibongkar pasang hingga menjadi 13 bagian. Tapi beda dengan M-48 yang kerap ditampilan kebolehan bongkar pasangnya oleh personel TNI AD, maka ME-105 belum pernah diperlihatkan mekanisme bongkar pasangnya.
Tapi sayang disayang, towed howitzer ME-105 yang sejatinya digadang untuk mendukung pasukan lintas udara, sejak muncul di Indo Defence 2008, belum juga berubah status senjata tersebut, yaitu hanya sebatas prototipe.
Memang ada beberapa kelemahan pada prototipe ME-105, seperti rate of fire yang masih rendah (4 kali per menit), hingga panjang laras meriam yang sangat kurang. Pindad sebaiknya lebih mendorong lagi dalam pengembangan laras meriam, memperpanjang laras, memperpanjang jangkauan tembak hingga sekitar 25 km atau 40 km bila menggunakan propelan. Pada prinsipnya, panjang laras mempengaruhi performa meriam dan panjang laras juga mempengaruhi velocity dan jangkauan tembak.
Dari segi kemampuan, ME-105 dengan bobot 1,3 ton disebut dapat melontarkan proyektil hingga jarak 10,5 km, termasuk masih ideal sebagai meriam tarik ringan untuk mendukung tugas linud, lantaran bisa diangkut dengan sling menggunakan helikopter sekelas NBell-412 atau Mi-17.
Desain ME-105 juga sangat identik dengan OTO Melara Mod56 atau yang populer disebut 105 mm pack howitzer mountain gun, lantaran di negara asalnya (Italia), meriam ini digunakan oleh mountain artillery regiments. Kemiripan antara desain ME-105 dan OTO Melara Mod56 tentu menjadi pertanyaan, apakah desain ME-105 adalah orisinil buatan Indonesia? Sebagai informasi, OTO Melara Mod56 tergolong howitser yang battle proven dan laris manis di pasaran. Di Asia Tenggara, senjata ini digunakan dalam jumlah lumayan besar oleh Malaysia (100 pucuk), Thailand (12 pucuk) dan Filipina.
Bahkan ForecastInternational.com menyebut Indonesia pernah menggunakan jenis howitzer ini, dengan pengadaan 10 pucuk. Mungkinkah sejatinya prototipe ME-105 bagian dari kesepakatan ToT antara OTO Melara dan PT Pindad? Ya tentu saja sangat mungkin, seperti halnya sejarah rancangan dan pengembangan panser Anoa yang tak bisa lepas dari kisah sukses panser Renault VAB dari Perancis.
Lepas dari soal kemiripan desain antara ME-10 dan OTO Melara Mod56, yang harus diperhatikan adalah kemampuan pihak manufaktur untuk memproduksi laras. Laras adalah komponen terpenting dari meriam, dimana yang menjadi perhatian pengguna utamanya soal daya tahan laras pada pemakaian tinggi, mengingat laras punya usia pakai tersendiri. Dan sejauh ini, belum pernah terdengar berita uji tembak live menggunakan munisi tajam oleh ME-105.
Baca juga: Pensiunkan Meriam Gunung 76mm, Armed TNI AD Siapkan Kedatangan Howitzer LG-1 105mm
Pada sisi lain, satuan Armed TNI AD justru mengidamkan howitzer tarik LG-1 105 mm buatan Nexter System untuk menggantikan arsenal meriam gunung M-48 76 mm. (Sagimura Agato)
Bismillah howitser me 105 sanggat dibutuhkan dalam pendidikan kecabangan angkatan darat karena sifatnya batle proven,dan tentara TNI.AD butuh dilatih dengan howitser me 105 ini,sebelum mempergunakan rudal yang canggih diatasnya.
Prototype tanpa arah itu bisnis namanya
nggak aman kl meriam jarak dekat… bagus meriam jarak jauh portable. menghindari diserang pasukan musuh sama roket. Punya waktu untuk mempercepatkan penyerbuan jarak jauh dan mudah melarikan diri di tempat kejauhan. kalau sampai tujuan tidak perlu terlalu dalam, cukup jarak ideal tinggal tembakkan. jgn meriam pendek2 malah dibom karena musuh memetakan radius tembakan utk dibom..
meriam terjauh makanya dia lbh unggul.. lihat rusia pake kubah meriam tank amarta.. roket sekaligus kanon, begitu ditembakkan kanon tp jg ujungnya ada semburan roket.menambah jaraknya. lbh keren meriam berkemampuan tembak roketkanon tp bersayap menuju ke berbagai target diinginkan. dipandu oleh drone.
Bismillah howitser me 105 sanggat dibutuhkan dalam pendidikan kecabangan angkatan darat karena sifatnya batle proven,dan tentara TNI.AD butuh dilatih dengan howitser me 105 ini,sebelum mempergunakan rudal yang canggih diatasnya.
Ya kalo jarak jauh artilerinya beda jenis soalnya lebih berat dan gak mampu diangkut helikopter dan ukurannya lebih besar. TNI punya artileri 155mm caesar dan MLRS Astros II
Kalah dengan para makelar….pasti mereka banyak sekali cara agar bisa men gol kan barang daganganya…apa lagi mindset orang indonesia menganggap barang lokal buruk…barang impor lebih baik….membanggakan produk-produk asing…tapi ngomongnya punya jiwa patriotik…preeeet
Harus dipaksa dari sekarang…berbanggalah dengan produk sendiri meskipun cuma secuil.
pasang aja di anoa atau komodo biar ada varian sph nya, bakal manteb dah
Bismillah setuju,bila pindad kembangkan anoa dan panser badak memakai howiser me 105 ini,jadi seperti pindad kembangkan produksi panser yang memiliki howiser.sebagai rakyat indonesia setuju aja dianggarkan pengembangan panser ini lebih banyak tuk TNI.
Perlu disempurnakan dulu kemampuannya untuk pertempuran yg lebih modern, jarak jangkau tingkat akurasi dan simple penggunaan
Bisa nembus MBT sekelas leopar 2 RI??
Salah satu problem pengembangan alutsista di Indonesia adalah penguasaan ilmu metalurgi yang masih kurang.
Indonesia tidak kekurangan SDM dengan penguasaan berbagai displin ilmu. Yang kurang adalah kemauan, dedikasi dan konsistensi dari pemerintah Indonesia sendiri. Bisnis sektor industri strategis sangat menggiurkan. Indonesia selalu memakai “supplier/importir/atpm” dalam transaksi pembelian alutsista. Tentunya kalau sudah dapat diproduksi lokal, akan membunuh “supplier/importir/atpm”. Dan kita ketahui bersama, bahwa transaksi apapun dibidang ini, adalah “rahasia” negara.
Bertahun2 msh prototype. Sama hal nya dgn rudal, helikopter dll. Kinerja perusahaan plat merah memang terbatas. Banyak faktornya. Beda dgn swasta murni. Di negara2 maju, industri senjata di pegang oleh perusahaan swasta. Negara hanya mengatur pola dagang dgn siapa atau negara mana yg di setujui.
Saya berpandangan, meriam kelas 105mm lebih baik di kombinasi di platform truk, mungkin bisa di implikasikan degan truk komodo 4×4.., lebih menarik untuk pangsa ekspor dan lebih mobile dari pada dengan sistem tarik yang juga perlu wahana truk.
Setuju, ditaruh di atas rantis 4×4 atau 6×6 bisa jadi self propelled howitzer. Sesudah nembak buru2 kabur.
Layak utk diproduksi massal…10rb smpai 100rb unit buat ditempatkan disluruh gunung di Indonesia, lpas dr bentknya yg imut2 dan lucu…
kayak jaman perang dunia kedua gitu ya bung,.nyergap rombongan invantri lewat,.
xixixi
Lucu deh om komentarnya..