[Polling] Bila Sukhoi Su-35 Batal Dibeli Indonesia, Pilihan Utama Netizen Jatuh Pada Rafale
Program pengadaan jet tempur multirole Sukhoi Su-35 bisa dikata adalah yang paling njelimet dalam sejarah akuisisi alutsista di Indonesia. Betapa tidak, sebelum MoU diteken pada tahun 2017, sejak tahun 2014 riuh pengadaan jet tempur pengganti F-5E/F Tiger II ini sudah bergelora di jagad netizen. Hingga puncaknya pada MoU di 10 Agustus 2017, harapan warga Indonesia kian menggelora atas rencana kedatangan 11 unit Su-35.
Baca juga: Tak Terima Kabar ‘Pembatalan,’ Rusia Yakin Indonesia Masih Tertarik Pada Sukhoi Su-35
Namun seiring waktu, sejumlah masalah datang silih berganti menghadang rencana akuisisi Su-35. Bermula dari alotnya skema barter produk yang ditawarkan oleh Indonesia, berlanjut ke ancaman sanksi Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) yang bakal diterapkan Washington, membuat program pengadaan Su-35 menjadi tak begitu jelas.
Situs situs bloomberg.com (12/3/2020), menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia dilaporkan telah membatalkan pembelian jet tempur Su-35 lantaran adanya tekanan dari Pemerintah Amerika Serikat. Kemudian ibarat pantun yang berbalas, pihak Rusia merespon bahwa kabar itu tidak benar dan menyatakan Pemerintah Indonesia masih tertarik pada Su-35.
Tanpa mengesempingkan kelanjutan dari rencana pengadaan senilai US$1,1 miliar tersebut, netizen di Indonesia mulai berpikir lebih ‘realistis,’ jika (misalnya) rencana pengadaan Su-35 memang batal, tentu TNI AU cepat atau lambat harus mempunyai opsi penggantinya, jika tidak, maka postur kekuatan udara Indonesia akan menurun, dimana ada satu skadron tempur (Skadron Udara 14) yang sudah lama tidak dapat beroperasi optimal akibat keterbatasan pesawat.
Untuk itu, Indomiliter.com pada periode 14 April – 14 Mei 2020, menggelar polling dengan metode one vote one IP. Mengambil tema “Bila Indonesia Batal Mengakuisisi Sukhoi Su-35, Menurut Anda Jet Tempur Apa yang Layak Menggantikan?” Dalam polling ini yang jadi kontestan adalah beberapa jet tempur berbeda kelas yang sempat dibicarakan atau minimal ditawarkan untuk Indonesia dan punya kans dalam pemasaran, yaitu F-35A Lightning II, Rafale, Gripen E, F-16 Viper, JF-17 Thunder dan HAL Tejas.
Diikuti oleh 5.088 responden, ternyata pilihan utama responden jatuh pada Rafale dengan dipilih oleh 1.743 respon (34,26 persen). Sementara tempat kedua ada pada F-35A Lightning II yang dipilih 1.527 responden (30,01 persen). Menarik untuk mencermati adanya ‘persaingan’ antara kubu Rafale dan F-35, pasalnya sepanjang waktu polling seperti ‘terjadi kejar-kejaran,’ bahkan dalam beberapa waktu F-35 sempat unggul tipis.

Berbagai analisa atas terpilihnya Rafale mengemuka, satu yang tak bisa dilupakan karena munculnya kabar (rumor) pengadaan Rafale dari hasil kunjungan Menhan Prabowo ke Perancis pada Januari 2020. Ditambah Rafale sudah beberapa kali bertandang ke Indonesia dan mengajak para penerbang tempur TNI AU untuk menjajal naik jet tempur produksi Dassault Aviation tersebut. Dan bagi para penggemar Su-35 yang kebetulan tak menyukai produk asal AS, maka pilihan mereka dominan pada Rafale.
Posisi kedua justru jatuh pada F-35A Lightning II, yang menjadi runner up lantaran keinginan dari netizen agar Indonesia punya kekuatan udara yang setara dengan Singapura dan Australia.
Selain soal harga dan politik, kecil kemungkinan bagi Indonesia mendapatkan F-35, meski begitu Wakil Menteri Pertahanan Wahyu Sakti Trenggono justru pernah melontarkan pendapat untuk membuka peluang mengganti pengadaan Su-35 dengan F-35. Meski ‘apesnya’ AS justru menyarankan Indonesia untuk membeli F-16 Viper.
Posisi ketiga ditempati Gripen E yang dipilih 951 responden (18,69 persen). Buah dari gencarnya penawaran Saab pada beberapa tahun lalu membuat banyak orang masih mengingat akan penawaran dan kemampuan jet tempur ini. Salah satu opsi yang mengemuka dari perusahaan asal Swedia adalah terbukanya skema transfer of technology atas Gripen. Meski begitu untuk Indonesia sebenarnya lebih ideal untuk mengakuisisi Gripen C/D, lantaran alur produksi Gripen E masih harus mengantri cukup lama.

Posisi keempat ditempati oleh F-16 Viper yang dipilih 591 responden (11,62 persen). Meski TNI AU telah mencanangkan penambahan dua skadron tempur baru dengan F-16 Viper, namun seiring tekanan anggaran, boleh jadi pilihan akan ‘dilebur,’ dimana F-16 Viper yang dimaksud juga disasar untuk menggantikan peran F-5 Tiger.
Posisi kelima ditempati JF-17 Thunder yang dipilih 195 responden (3,83 persen). Pernah ‘ditumpangi’ Presiden Jokowi dalam kunjungannya ke Pakistan pada 27 Januari 2018, membuat nama jet tempur produksi patungan Cina-Pakistan ini ikut diperhitungkan untuk Indonesia. Meski kodrat jet tempur ini berada di lapis kedua (second layer fighter), namun aksinya dalam duel udara di atas Kashmir pada 27 Februari 2019 membuat jet tempur single engine ini naik pamor.
Posisi keenam ditempati HAL Tejas yang dipilih 81 responden (1,59 persen). Meski nyaris tak diperhitungkan, India pada tahun 2017 sempat menawarkan jet tempur single engine bersayap delta ini ke Indonesia. Mengutip dari idrw.org (10/2/2017), disebutkan Pemerintah Indonesia lewat jalur resmi telah meminta detail spesifikasi Tejas ke Pemerintah India. Pihak India juga mempersiapkan briefing technical aspect kepada TNI AU. Dan bila kemudian TNI AU menyatakan tertarik, selanjutnya pihak Hindustan Aeronautics Limited (HAL) akan menindaklanjuti dengan membuat proposal penawaran resmi. (Indomiliter.com)
Pernah baca artikel kalau CAATSA itu tidak mem-banned semua alutsista Rusia. Jadi, di dalam CAATSA itu ada daftar perusahaan dan pengusaha yang di-black list oleh US. KnAAPO (pembuat Sukhoi) masuk dalam daftar tersebut. Sedangkan Kurganmashzavod (pembuat BMP-3) tidak masuk dalam daftar. Oleh sebab itu Marinir masih leluasa membeli BMP-3F dari Rusia.
Memilih F- 35 itu hanyalah sandiwara, tak mungkin Indonesia membeli F 35, karena dr sisi anggaran belum tersedia, untuk anggaran pesawat tempur semahal F-35. Dan As pun tidak mungkin memberikan Indonesia, dimn kekuatan Au Indonesia akan sama dg Australia dan Singapura, klu pun terpaksa diberikan, seperti yg di katakan perdana menteri Malaysia Mahathir Muhammad, dalam kasus pesawat Raptor, Malaysia hanya di perbolehkan mempergunakan pesawat tersebut saat parade militer. Demikian juga,dg sofwere pasti akan di batasi. Jd saya melihat, keinginan Indonesia untuk membeli F-35 hanyalah, ungkapan kekecewaan emosional Indonesia, karena tekanan As pada Indonesia, bila Indonesia membeli Su -35
Malaysia punya Raptor??
Mimpi anda, apakabar Sukhoi 27, udah jaring tampil tuh?
Kalo milih pespur harus inget nasehat pak mahatir…😀
Sepertinya admin tidak memasukkan nama F15 sebagai salah satu kandidat pengganti Su35. Padahal F15 adalah pilihan yg realistis dibanding semua pesawat yg ada di polling. Klo pun F15 dibilang kemahalan ada Super Hornet sebagai penggantinya.. Fans ruski mungkin gasuka tpi klo Su35 diganti otomatis pilihan lanjut ke sistem yg tdk memiliki biaya logistik besar tpi spek mirip atau diatas pesawat yg bkl diganti (Pesawat mesin tunggal seperti Gripen, F16 dan Tejas ga masuk soalnya mereka mesin tunggal)
Oh ya komonalitas dan support dari negara asalnya jg penting.. Yg pasti pesawat mesin ganda non F22 buatan amrik memang satu2nya pilihan sih walaupun rawan embargo
Iya benar F15 & F 18 lbh cocok sebagai pengganti drpd kandidat lain kyk Tejas 😀
Ya, padanan Su-35 menurut saya memang F-15, F-18, Rafale, atau Typhoon. F-16, Gripen, sudah beda kelas dan beda tugas pokok/fungsinya.
Kalau ada duit, produsennya pasti yg pada Dateng.
Mas Smili,
Anda bilang bagi AU yang memiliki Rafale atau EF typhoon sebanyak 48 unit dan F16 dalam jumlah yang sepadan tidak butuh FA-50 lagi.
Nggak juga tuh.
Coba lihat pesawat yang sepadan dengan EF typhoon yaitu F15.
AU yang sudah maju seperti ROKAF punya 59 unit F15 dan 118 unit F16 tapi masih butuh FA-50 sebanyak 60 unit.
AU yang sudah maju aja butuh FA-50 apalagi AU kita yang sedang dalam tahap pembangunan yang masih sedikit pespurnya, masih kembang kempis biaya operasionalnya, masih banyak bolong pertahanan udaranya.
Digunakannya lebih banyaj FA-50 untuk pespur workhorse dengan biaya murah membuka kesempatan bagi kita untuk mengakuisisi lebih banyak arhanud baik aa gun, rudal shorad, rudal merad maupun rudal lorad.
Jadi apakah argumen mas Smili relevan? Nggak tuh.
😂
Korsel kalo gak beli FA-50 dlm jumlah gede alias mengkonsumsi produksi dalam negri bisa bangkrut tuh KAI….
Ehhhhhh toean hitung…….ada link kah kalo TA 50 jadi work horse di korsel
Beda kelas bro.. FA-50 digadang sebagai pengganti Hawk 209/109..yg sdh menua.
“Argumen anda itu hanya berlaku bagi AU yg terbatas aset dan bujet operasionalnya. Ini salah satu contoh……untuk mengintersepsi balon udara saja yg diterjunkan adalah F 15. bukan FA-50”
Sebagai contoh, dinegara kita apakah Hawk 109/209 atau TA-50 telah menggantikan peran F-16 dan SU-27/30 sebagai work horse dalam operasional rutin 🤷
Tentu saja tidak…..pespur kelas ringan seperti Hawk 109/209 atau TA-50 dsb perannya adalah menggenapi kekurangan jumlah first line fighter karena bujetnya yg terbatas utk mencukupi first line fighter dlm jumlah yg ideal
Setuju bro ntung, strategi yg digunakan adalah 3 lapis pespur ringan (workhorse), medium (multyrole), dan berat (buru sergap)
kalau benar terjadi akhirnya jatuh ke rafale, pemerintah indonesia hjarus menekan TOT dan kemampuan semua senjata harus dilengkapi di rafale.. lengkap. jgn spt F15 yg ompong di malaysia tidak bisa digunakan untuk menyerang
Ane baru tahu kalo Malaysia punya F-15.
😁
Mungkin maksudnya F-18 Hornet karena Malaysia ga punya F-15
Kenapa tidak opsi Eurofighter Typhoon dalam pilihan tersebut?
lihat beritanya. jabatan trump presiden amerika tidak lama akan berakhir. makanya Indnesia bisa bebas beli su-35. menjadi momok kuat bagi saingan F35.. kl F35 biasanya kl indonesia beli. benar benar tidak bisa bebas menggunakan untuk keperluan pertahanan dan rawan embergo. itu mang US enteng2 mengembergo.