Latma Eagle Indopura 2021: Jadi Cerminan Bahwa TNI AL Butuh Peningkatan ‘Kualitas’ Alutsista

Latma Eagle Indopura 2021 yang digelar dua tahun sekali antara TNI Angkatan Laut (TNI AL) dan Angkatan Laut Singapura (Republic of Singapore Navy/RSN) tengah berlangsung di perairan Batam, Selat Singapura, dan Laut Natuna, Kepulauan Riau. Dalam latihan tempur yang berlangsung 13 sampai 20 September 2021, kedua negara mengerahkan alutsista dengan kuantitas yang sama.
Baca juga: Proyek Mild Life Modernization Tuntas, Korvet KRI Malahayati 362 Resmi Diserahterimakan
Dari TNI AL, unsur Satuan Kapal Eskorta (Satkor) Koarmada 2 mengerahkan korvet KRI Diponegoro 365 dan korvet KRI Malahayati 362, serta satu unit pesawat intai Cassa NC-212 MPA (Maritim Patrol Aircraft). Sementara AL Singapura mengerahkan frigat RSS Tenacious 71 dan Littoral Mission Vessel (LMV) RSS Justice 18, serta satu unit pesawat intai Fokker F50 MPA.
Kegiatan dalam latma mencakup Photo Exercise (Photex), Search and Rescue Exercise (Sarex), VOI Tracking Exercise (Trackex)), Over the horizone exercise (Othtex), Replenishment At Sea (Rason), Killer Tomato Surface Firing Target Exercise (KT SUFTX), Encounter Exercise (Encounterex), Flash Exercise (Flashex) dan Flag Hoist Exercise (Flaghoist).
Dari aspek kuantitas, kedua negara menyertakan komposisi jumlah kapal perang yang sama, namun bila dicermati, gelaran Latma Eagle Indopura 2021 bisa menjadi cerminan bahwa Indonesia harus mampu menghadirkan kualitas alutsista yang ‘setanding’ dengan kapal perang milik AL Singapura.

Seperti diketahui, RSS Tenacious 71 adalah kepal keempat dari frigat Formidable Class, yang sampai saat ini disebut sebagai kapal perang tercanggih yang dimiliki negara di Asia Tenggara. Sedangkan RSS Justice 18 dikenal sebagai LMV canggih yang belum lama dioperasikan Singapura.
RSS Tenacious 71 (Formidabe Class) dengan bobot 3.200 ton punya kemampuan multirole dan stealth. Dari desainnya yang minimalis, kelengkapan senjatanya tergolong menakutkan, sebut saja ada rudal anti kapal RGM-84C Harpoon, rudal (SAM) MBDA Aster 15/30 yang diluncurkan secara VLS (vertical launch system). Sista anti kapal selamnya terdiri dari torpedo EuroTorp A244/S Mod 3 dengan peluncur 2× B515 triple tube. Meriam reaksi cepatnya OTO Melara 76 mm Super Rapid Gun dengan kubah stealth. Lepas dari itu semua, yang belum ada tandingannya di Asia Tenggara, bahwa frigat ini membawa helikopter tempur AKS (anti kapal selam) SH-60B Seahawk.
Pada polling Indomiliter yang digelar Januari 2014, Formidable Class dipercaya oleh sebagian besar responden sebagai lawan terberat korvet SIGMA Diponegoro Class TNI AL. Dari total 1.144 responden, 672 responden (58,74%) telah memilih frigat yang mampu melaju maksimum 27 knots ini.
Baca juga: [Polling] Formidable Class RSN – Lawan Tanding Terberat Korvet SIGMA Class TNI AL
Sementara RSS Justice 18 (Independence Class LMV), meski tidak ‘berotot’, namun kapal patroli produksi ST Engineering Benoi Shipyard ini sudah mengandalkan senjata utama pada haluan berupa meriam reaksi cepat Oto Melara 76 mm Super Rapid. Tidak dilengkapi rudal anti kapal, Independence Class LMV justru punya perisai hanud kelas tinggi dengan keberadaan rudal Mica, setidaknya ada 12 cell peluncur rudal Mica VL (Vertical Launch).
Sebagai kapal untuk tugas patroli, Independence Class LMV dilengkapi dengan persenjataan berintensitas sedang untuk menghadapi sasaran terbatas, sebut saja keberadaan 2 pucuk SMB (Senapan Mesin Berat) M2HB RCWS dengan (Remote Control Weapon System) Hitrole dari Oto Melara. Bila masih butuh penanganan lebih lanjut, tersedia yang lebih lethal, yaitu ada 1 pucuk kanon Rafale 25 mm M38 Mod2 RCWS dengan Typhoon Weapon Station. Dari sini terlihat, semua persenjataan khas litoral ini sudah dioperasikan serba terintegrasi dan pastinya mampu melakukan tembakan akurat saat kapal sedang melaju di tengah gelombang.

Bila RSS Justice 18 disandingkan dengan KRI Malahayati 362, nampak keduanya tidak imbang, pasalnya meski korvet buatan Belanda ini sudah mendapatkan sejumlah peningkatan dalam mid life modernization, tapi sayangnya program upgrade pada KRI Malahayati 362 belum menyentuh pada peningkatan kemampuan persenjataan, bahkan korvet Fatahillah Class ini tak lagi dilengkapi dengan rudal anti kapal.
Baca juga: Inilah Alasan Korvet Fatahillah Class Belum Dipasangi Rudal Anti Kapal (Lagi)
Bicara tentang pesud (pesawat udara) yang dilibatkan, Fokker F50 MPA Maritime Enforcer MK2 yang dioperasikan AU Singapura berada di atas angin. Pesawat ini layak disebut pesawat intai maritim terdepan di Asia Tenggara? Pesawat yang sudah dioperasikan Singapura sejak 1993 ini memang tampil beda, khususnya pada bagian bawah lambung (fuselage) terdapat belly dome yang berisi radar maritim pulse doppler AN/APS-134(v)7.
Dari kemampuannya, AN/APS-134(v)7 dapat menangkap sasaran hingga jarak 296,3 km. Radar generasi 90-an ini berputar dengan kecepatan 150 rpm untuk mendeteksi objek kecil di permukaan laut seperti periskop kapal selam atau kapal pembajak. Fokker memesan enam unit radar APS-134(v)7 dengan nilai US$26 juta pada tahun 1992 untuk melayani pesanan AU Singapura dengan penyerahan akhir pada 1996.
Jika dibandingkan dengan radar intai di CN-235 220 MPA TNI AL/TNI AU yang menggunakan AN/APS-143C(V)3 OceanEye, maka CN-235 220 MPA lebih unggul, dimana dapat mengendus sasaran dari jarak 370,4 km.
Namun keunggulan yang belum ada tandingannya di kawasan adalah pendindakan, pasalnya Fokker F50 ME dapat dipersenjatai. Daftar persenjataan yang bisa dibawa memang maut, sebut saja torpedo Mk44/Mk46, Stingray, A244/S, rudal anti kapal AM39 Exocet, AGM-84 Harpoon, atau Sea Eagle.
Dengan refleksi alutsista di atas, semoga kedepan unsur kekuatan tempur TNI AL, khususnya pada Satuan Kapal Eskorta dapat ditingkatkan, terutama dengan kehadiran heavy frgate yang dapat memberikan efek deteren di kawasan regional. (Gilang Perdana)
Kapal perang Tidak mempunyai persenjataan yg mumpuni .. kalo ketemu kapal perang musuh mungkin persenjataan yg tepat adalah ditabrak saja ..
Mk41 VLS baik light, tactical dan attack type cuma beda di panjang tube-nya. Light type Mk41 VLS bisa dipasang buat SM3, SM6, Tomahawk tapi canister bakalan nongol dan pasti mengurangi estetika dan meningkatkan RCS
Tactical type butuh kaprang setidaknya diatas 4000 ton sedangkan attack type buat kaprang diatas 5500-6000 ton
Bhumibol & Naresuan class tonase kurang dari 4000 ton sudah pasti light type Mk41 VLS
@distanta. VLS untuk Air Defense punya Thailand udah bisa dipake buat SM-2/RIM-66 buat pertahanan jarak jauh, ESSM buat jarak menengah/pendek, dan ASROC buat anti kapal selam. Kalopun mau dipake VLS Mk-41 varian tactical ya bisa aja tinggal ganti aja tube nya.
@Name: Korut ditakuti bukan karena rudalnya tapi karena punya bom nuklir, bahkan kalopun itu bom dibawa pake pespur tetap lebih bahaya. Iran ditakuti bukan karena rudalnya, tapi karena perang proxy gerilya yg melibatkan banyak militan termasuk Houthi sama Hizbullah. Selain itu mereka bakal rata kalo ngadepin Arab teluk beneran.
Ada harga ada kualitas.
Tidak masalah anggaran kecil, yg penting di pake dgn cermat…
Contoh : indonesia bisa bikin Kapal Perang, manfaat nya cuma buat AL.
Bisa bikin Tank, manfaat nya cuma buat AD.
Bisa bikin Pesawat tempur, manfaat nya cum buat AU.
Tapi jika bisa tekhnology Roket dan Rudal, manfaat nya bisa untuk seluruh angkatan seperti AD, AL, AU dan LAPAN untuk satelite.
Iran gak perlu kapal perang canggih tapi kapal perangnya gak ada yg mau ngusik..??
Korut gak mampu buat kapal perang canggih dan pesawat tempur canggih tapi siapa yg mau usik negara nya, malah cendrung cari gara gara..
Itulah DETTERENT..!!!
Mereka di segani karena MENGUASAI tekhnology Rudal.. bukan karena bisa bikin Kapal perang canggih, Pesawat tempur canggih dan Tank canggih..
Lucu saja jika IFX atau Freegate hasil TOT nanti berhasil di buat lalu ada negara sahabat yg bersedia beli, tapi persenjataan penghancurnya import dr Usa, Rusia, Eropa atau korsel.. bisa ngakak jungkir balik dunia..
wkwkwk..
Kata negara sahabat :
“Emang nya lu beli F16 pakenya semua rudal China ??”
“Emangnya lu ngebeli Sukhoi terus pake rudal nya rudal USA ??”
HEBATNYA DIMANA??
semoga hasil modifikasi dari input 3 negara ( inggris, turki dan german ). bisa bikin AH140 made in Indonesia mutant di PT PAL
@agato
Naresuan & Bhumibol class pakai Mk41 VLS light type yg tak muat buat SM2 apalagi SM3, SM6 & Tomahawk. SM2, LRASM, ASROC & Tomahawk block 1 pakai tactical type MK41 VLS sedangkan SM3, SM6 & Tomahawk Block 2 wajib attack type MK41 VLS
Light type MK41 VLS cuma bisa dipakai ESSM, NSM & lightwwight ASROC yang cuma dimiliki JMSDF
Rudal anti kapal butuh midcourse correction vis OTHT radar maupun data-link terminal system. Yakhont tak nyambung sama sekali dengan perangkat diatas yang dimiliki TNI AL. Kedua perangkat tersebut yang dimiliki TNI AL malah warisan Westland Wasp
@Distanta. Kita gak masang Yakhont hanya di 1 KRI aja, ada 6 Fregat dan 10 Korvet yg dipasang dengan total pembelian 50 unit. Dg dipasang pake model VLS, bisa jadi dalam 6 Fregat dipasang 4 unit dan Korvet 2 unit. Totalnya ada 44 unit yg terpasang dan 4 unit di storage,2 unit udah diuji.
Nih sumber linknya https://www.indomiliter.com/yakhont-rudal-jelajah-supersonic-tni-al/
Yah, Walopun ane pendukung utama Pentagon tapi Indonesia memang butuh rudal yg cepat atau kalo enggak rudal dg kemampuan Stealth dan punya serangan jarak jauh kayak Strom Shadow atau JSM.
Masalah menyambungkan sistem alutsista dgn datalink yg sudah ada sebenarnya bukan perkara berat karena di pasaran sudah tersedia termasuk produk punya Rafael.
Yakhont punya hanya di 1 unit KRI yang siap dipensiunkan tersisa 2 rudal pula tetap saja TNI AL bukan tandingan Singapore Navy.
KRI OWA isi 2 Yakhont missile vs 6 Formiddable class
Sudah begitu Yakhont tak nyambung pula ke TDL TNI AL yang bakal memakai Link Y maupun Link 16
Buat Juling FB Cipeng maha ngawur
Negara kebanggaan situ saja juga jual versi downgrade
FL3000N yang ditawarkan ke TNI AL buat KCR bukan HQ-10
Thailand saja dapat MBT3000 bukannya Type 099 MBT. MBT3000 adalah downgrade dari Type 099 MBT
C705, Type 90B & Giant Bow error dan nyata nyata dapat downgrade dengan modul unit dan wiring pake industrial grade bukan military grade seperti yang dipakai Cina