Setelah ‘Tertidur’ Lama, Rusia Canangkan Pembangunan Ekranoplane Chaika-2
Sebelum Uni Soviet bubar, pengembagan ground effect vehicle atau WiSE (Wings In Surface Effect), boleh dibilang cukup pesat dilakoni oleh Negeri Beruang Merah. Wahana yang di Rusia lebih populer disebut ekranoplan ini sudah dibuat dalam beragam jenis, seperti yang paling populer MD-160 Lun Class dengan kemampuan meluncurkan enam rudal anti kapal P-270 Moskit, belum lagi ada beberapa prototipe yang dikembangkan dengan desain dan teknologi maju pada masanya.
Baca juga: WiSE – Konvergensi Kemampuan Kapal Cepat dengan Pesawat Udara Untuk Misi Militer
Seolah ingin membangkitkan kejaayaan militer di era Uni Soviet, AL Rusia pada forum di St. Petersburg mengungkapkan minat untuk membangun kembali ekranoplan, khususnya pada rancangan ekranoplan yang diperlihatkan saat Pameran Dirgantara MAKS 2019.
Yang dimaksud pihak AL Rusia adalah desain Chaika-2 A-050-742D. Berbeda dengan ekranoplan rancangan sebelumnya, maka Chaika-2 punya kemampuan amfibi. Rancangan Chaika-2 digawangi oleh Alexeyev Design Bureau of hydrofoil ships dan Radar MMS Company.

Chaika-2 didesain untuk bisa terbang di ketinggian rendah dan bergerak di atas air. Chaika-2 dengan mesin propeller ini mampu melaju hingga kecepatan 400 km per jam. Dikutip dari navyrecognition.com, Chaika-2 dapat mengangkut beban hingga seberat 9 ton dengan jarak jangkau 3.000 km. Selain dapat digunakan untuk mengangkut, senjata dan amunisi, Chaika-2 juga digadang dapat digunakan untuk kepentingan patroli sipil, transportasi penumpang, dan pemantauan lingkungan.
Chaika-2 juga mampu mendarat di lapangan terbang kelas dua, namun idealnya sebagai WiSE, Chaika-2 habitatnya lebih pas di laut, danau dan sungai. Chaika-2 digadang mampu mendarat di pantai dengan sedut 5 derajat. Untuk proses take off and landing, batas pengoperasian Chaika-2 adalah hingga kondisi kecepatan angin 12 meter per detik.
Wahana yang masuk kategori flying boat ini juga mampu lepas landas dan mendarat pada kondisi gelombang 1,2 meter. Karena hakekatnya adalah terbang melayang di atas permukaan laut, Chaika-2 masih ideal dioperasikan untuk melayang saat gelombang laut setinggi 2 meter.
“Wahana ground-effect bersifat universal, karena dapat mendarat di air atau pantai yang tidak diperlengkapi landas pacu yang memadai. Moda ini juga dapat digunakan di Kutub Utara,” ungkap CEO Radar MMS Georgy Antsev.

Kilas balik ke 22 Juli 1961, dimana moda ground-effect milik Rusia, SM-1 pertama kali lepas landas dan langsung menarik perhatian dari Kementerian Pertahanan. Pengembangan moda serupa berlanjut hingga pada tahun 1972, lahirlah moda A-90 Orlyonok yang diciptakan khusus untuk militer Rusia. Perkembangan demi perkembangan moda ini terus berlanjut hingga pada pecahnya Uni Soviet lah yang pada akhirnya menghentikan laju dari perkembangan moda ini. Rupanya setelah pulas tertidur cukup lama, Rusia rupanya masih tertarik pada pengembangan ekranoplan.
Ekranoplan beroperasi dengan memanfaatkan fenomena ground effect, yaitu bantalan dinamik yang timbul ketika wahana terbang sangat rendah di atas permukaan, sehingga meningkatkan rasio daya angkat dan daya hambat yang menghasilkan efisiensi bahan bakar yang lebih baik daripada pesawat konvensional.
Keistimewaan kapal bersayap ini terletak kepada rancangan sayapnya dan pada bagian bawah lambung, bertopang pada teori aerodinamika dan hidrodinamika, dapat memampatkan udara sehingga membentuk bantalan udara. Dengan bantalan udara inilah, badan kapal akan terangkat dan terbang seperti pesawat. Meski begitu, ekranoplan tidak memungkinkan untuk terbang tinggi layaknya pesawat konvensional, paling banter ketinggian terbangnya antara 100 – 150 meter.


Dari segi operasional, WiSE atau ekranoplan sangat efisien digelar di Indonesia, pesawat berkarakter kapal boat ini punya kemampuan lepas landas dan mendarat di air, sehingga hanya membutuhkan dermaga modifikasi untuk merapat dan memudahkan daerah pulau-pulau yang tak memiliki fasilitas udara.
Lepas dari masalah pertahanan, pada bulan Maret 2018, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan dan Kementerian Perhubungan Rusia mengeluarkan perintah bersama tentang pembentukan gugus tugas antardepartemen untuk mengoordinasikan pengembangan ground effect vehicle.

Dengan keunggulan teknologi yang ditawarkan, Pemerintah Indonesia lewat BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) pernah kepincut untuk mengembangkan wahana ini. Mengambil nama Belibis, BPPT pernah membangun prototip ekranoplan dalam dua tipe pertama yaitu Tipe A dan B. Sayang, seperti halnya di Uni Soviet, inovasi ekranplan BPPT tak berlanjut. (Nurhalim)
Related Posts
-
Hari ini, 45 Tahun Lalu, MiG-29 Fulcrum Terbang Perdana
11 Comments | Oct 6, 2022 -
KRI Kurau 856 Resmi Beroperasi, Jadi Kapal Perang Ketiga TNI AL dengan Kanon Marlin WS
29 Comments | Jul 7, 2017 -
Unit Perdana Kapal Selam Reis Class (Type 214) TCG Piri Reis Mulai Jalani Sea Trial, Pernah Ditawarkan ke TNI AL
7 Comments | Dec 8, 2022 -
TNI AU Dalami Kemampuan MRTT, Australia Siap Datangkan KC-30A Ke Indonesia
14 Comments | Mar 16, 2018
Terbaikkk, solusi utk Indonesia
Lbh gampang dibunuh , tutup aja kran bbm nya dah kapal gitu tutup buku, moso mesin perang cari ombak tenang.
Caspian Sea Monster
Solusi terbaik untuk membunuh kapal induk dan memburu destroyer lawan 🤔👍
Tapi Ekranoplan punya kelemahan yaitu harus butuh laut dengan kondisi tenang tanpa gelombang tinggi
Dividionya min bisa terbang diketinggian 1 km lebih seperti pesawat turbofan transonik lainnya & bahkn bisa digunakn utk memadam api ,
🆗semoga segera terbang
😅😆
Seperti biasa, Indonesia punya kemampuan. Sayangnya, pemerintah nya tidak punya kemauan (untuk mandiri) lebih maju. Lebih cenderung beli jadi. Sayang jerih payah para ilmuwan di BPPT, PT.DI, dsb.