SC-130J Sea Hercules: Menanti Kebangkitan Sang Putra Dewa Pengintai Samudera
|Di awal dekade 80-an, Indonesia begitu memperhatikan pembangunan kekuatan intai maritim dari udara. Dan satu periode dengan pengadaan tiga unit Boeing 737-2X9 SLAMMR (Side Looking Airborne Modular Multi Mission Radar), Skadron Udara 5 TNI AU kala itu juga sempat mengoperasikan pesawat intai maritim dengan kemampuan long endurance, tak lain adalah C-130H MP (Maritime Patrol).
Baca juga: C-130H MP Hercules – Pesawat Intai Maritim TNI AU Dengan Kemampuan Long Endurance
Namun sayang, pesawat patroli semata wayang tersebut tak berusia panjang, pesawat dengan nomer AI (Angkut Intai)-1322 itu, baru lima tahun beroperasi mengalami musibah pada tahun 1985. Tepatnya pada 21 November 1985, pesawat ini menabrak Gunung Sibayak di Sumatera Utara. Saat itu pesawat sedang dalam rute Medan – Padang. Dalam musibah tersebut, 10 awak dinyatakan gugur.
Mengemban peran sebagai pesawat intai maritim, C-130H MP TNI AU dilengkapi dengan radar AN/APS-128B Sea Search. Semisal ada kocek lebih, harusnya C-130H MP Skadron Udara 5 ini dapat ditambahkan perangkat side looking airborne radar, passive microwave imaginer, low light level TV, side scanning infrared dan FLIR (forward looking infrared).
Dan berlanjut ke era masa kini, kecintaan TNI AU akan sosok C-130 Hercules tak pupus, bahkan TNI AU telah memproyeksikan pengadaan pesawat angkut berat C-130J Super Hercules. Dan menengok pada pengembangan C-130 Hercules oleh Lockheed Martin, pabrikan tersebut nyatanya tengah mengusung SC-130J Sea Hercules. Dari label yang disematkan sudah bisa diterka, seperti apakah Sea Hercules ini.

Persisnya SC-130J Sea Hercules masih sebatas konsep, yang pertama kali dirilis Lockheed Martin pada ajang DSEI 2015 di London, Inggris. Bagi pihak Lockheed Martin, Sea Hercules ditawarkan sebagai solusi Inggris yang tengah mencari future MPA (Maritime Patrol Aircraft). Sea Hercules dirancang punya kesamaan konsol dengan pesawat intai maritim AL Inggris, Merlin MK2. Bila Merlin MK2 dilengkapi dua konsol operator, maka Sea Hercules bakal punya lima konsol operator. Meski statusnya intai maritim, Sea Hercules dapat menjalankan misi tranportasi dengan mudah. Dalam situs resminya, SC-130J disebut sebagai Maritime Patrol and Reconnaissance Aircraft (MPRA).
Dengan modal telah menjual 400 unit C-130J Super Hercules ke 21 negara, tentu Lockheed Martin punya kepercayaan diri yang tinggi untuk menawarkan salah satu varian C-130J ini.
SC-130J Sea Hercules secara spesifik dilengkapi dengan radar intai di bawah body (belly mounted radar). Meski belum ditentukan jenisnya, besar kemungkinan yang akan dipilih berasal dari Thales Searchmaster.
Dalam beberapa literatur, Sea Hercules disebut-sebut sebagai perpanjangan dari kemampuan dan kapabilitas P-3C Orion. Maka itu tak heran bila pesawat turboprop ini dilengkapi perangkat canggih pengendus kapal selam, seperti sonobuoy storage pallet, sensor EO/IR, ESM (Electronic Support Measure) wingtip dan optional MAD (Magnetic Anomaly Detector) pada ekornya.
Sementara untuk peran penindakan, Sea Hercules yang dilengkapi dua weapon bay pada bagian depannya, dapat membawa 4 sampai 6 unit torpedo dan bom laut (depth charges) sekali terbang. Bagian bawah sayapnya dapat disematkan persenjataan, mulai dari rudal anti kapal dan rudal udara ke permukaan.
SC-130J Sea Hercules sudah melewati tahapan pengujian model skala di terowongan angin. Dengan desain tangki bahan bakar yang lebih panjang, Sea Hercules ditaksir mempunya endurance hingga 13,7 jam. Itu artinya pesawat dapat menggelar misi patroli sampai 1.600 km selama 6,5 jam sampai harus kembali ke pangkalan untuk isi bahan bakar. Namun jika dibutuhkan endurance dapat langsung ditingkatkan tanpa harus balik ke pangkalan, pasalnya Sea Hercules punya kemampuan air refueling.
Dengan endurance yang panjang, perangkat dan teknologi yang dapat disesuikan kebutuhan, jika Lockheed Martin serius, maka Sea Hercules bisa jadi penantang berat bagi Poseidon, malahan dengan kemampuan lepas landas dan mendarat di runway yang pendek dan keras menjadi keunggulan tersendiri. (Haryo Adjie)
bgs buat komonalitas logistik tpi ane lbh favorit P8 Poseidon klo soal MPA, walau mahal tpi worth it gtu loh! hehe
AU lagi gitu yg dapet MPA bertorpedo, terus AL jatahnya yg ecek kelas cn-235 tanpa senjata, bahahahaa…
PT.DI sich bisa saja bikin beginian tapi kesingnya doank jeroannya blm mampu. NC235/295 pun cm rakit2 doank, heli jg rakit2 doank.
Agaknya kali ini sea hercules telah ditinggalkan oleh dewi fortuna, setelah AU inggris yg digadang-gadang sbg launch costumernya berpaling ke P-8 sebagai pengganti Nimrod…sementara bagi calon operator lain yg bujetnya terbatas (gak sanggup membeli P-8), kecenderungannya akan memilih jenis MPA lain sekelas CN-235/C-295 atau malah mengupgrade P-3/beli secondhand P-3 yg telah diupgrade
Kita kan punya CN-235,masa ga bisa dipasang torpedo di bag lambung atau bagian dalam sayap?
Nah masalahnya komitmen dikitanya mau ngak? masalah R&D sama oprek mngoprek kita sudah di akui Internasional… ya cuman masalahnya itu pkus DUITE SOPO. pasti ada yg bilang gtu bung Vladimir…
@vladimir
Lhoooo…gimana sih bang, mosok gak tau kalo daridulu struktur airframe cn-235 sudah diperkuat shg bisa dicantoli rudal/torpedo, depth charge?
Btw, untuk pesawat bertipe kargo seperti herkules/cn-235/atlas dll tidak mempunyai “lambung” untuk menyimpan torpedo seperti layaknya pesawat MPA/ASW yang berbasis dari platform pesawat komersial/penumpang…sedangkan pada sea herky menggunakan sponson sebagai ruang tambahan pada kedua sisi pinggangnya untuk memuat torpedo/bom/rudal.
Nah soal item yang terakhir ini, harus belajar sama Chobam merupakan spesialis pembuatan sponson, CFT atau tangki BBM eksternal
nyimak
Yang pasti harga lebih murah dari Poseidon.
Adakah AURI tertarik ?
Tapi jangan ditabrakin ke gunung lagi ya.
Pesawat MPA kok lewat gunung, nggak sesuai dengan tupoksinya tuh. Mestinya memutar daripada memilih jalan pintas namun berbahaya.
@Phd, Suka Ngitung
Waj jangan suudzon gitu dong bung…
Kalo pernah terbang ke medan saat bandaranya masih di Polonia, saat pesawatnya diminta holding oleh ATC, nanti pasti ngiterin gunung sibayak.
Nah kalo ngomongin Gn Sibayak, mungkin bung Phd ingat kecelakaan Airbus A-300 yg menabrak gunung ini…inilah kelemahan ATC kita disana yg masih ambur-adul saat itu.
Hasil penyelidikan KNKT, kedua kecelakaan itu akibat kelemahan/kesalahan yg bersumber/berawal dari ATC.
Kalau yang sudah biasa landing dan take off di Polonia……pasti ngerasain ngeri ngeri sedap…..huehehe