Kata Awak C-130H Hercules: “Selain GPS Jamming, Cuaca Buruk Jadi Tantangan dalam Misi Aidrop Logistik di Gaza”
|Selain Indonesia, Singapura juga menggelar misi airdrop untuk menerjunkan bantuan logistik di Gaza, Palestina. Bahkan, dengan menggunakan varian Hercules yang lebih lama (C-130H), Singapura lebih dulu menerbangkan pesawatnya ke zona konflik tersebut. Dan seperti yang lazimnya dialami oleh misi bantuan logistik ke Gaza, kontingen militer Singapura yang notabene punya kedekatan dengan Israel, tetap menghadapi beragam tantangan dalam penugasan yang mencapai 10 sortir airdrop, di antaranya menghadapi GPS jamming.
Seperti dikutip The Straits Times, awak Angkatan Udara Republik Singapura (RSAF) menuturkan pengalamannya yang berharga dalam operasi bantuan udara dari langit Gaza, termasuk harus bersiap ketika navigasi sinyal GPS (Global Positioning System) pada perangkat mereka ‘berhenti bekerja’.
Adanya gangguan sinyal GPS seperti spoofing oleh Israel di zona konflik telah diperingatkan sebelumnya oleh militer Yordania, yang menjadi home base operasi misi airdop, termasuk untuk C-130J Super Hercules TNI AU. Namun, awak Angkatan Udara Singapura dengan tenang membiarkan gangguan sinyal tersebut dan melanjutkan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza dengan bantuan sistem navigasi dari pesawat lainnya.
“Secara total, awak misi Angkatan Bersenjata Singapura di Gaza berhasil menerbangkan sekitar 10 sortir penerbangan selama dua minggu penempatan mereka pada bulan Maret 2024, dan menjatuhkan pasokan dengan berat total sekitar 20 ton – hampir 60.000 makanan – kepada warga sipil di Gaza,” kata komandan kontingen penempatan Angakatan Udara Singapura, Letnan Kolonel Darrell Goh.
“Gangguan GPS hanyalah salah satu aspek yang membuat misi airdrop menjadi penuh dengan risiko. Saat tim melakukan penerbangan dari Yordania, sebagian dari rute tersebut menempatkan C-130H Hercules dalam jangkauan roket dari perbatasan Suriah,” ungkap Menteri Pertahanan Ng Eng Hen.
Secara total, 66 personel Angkatan Udara Singapura dianugerahi Overseas Service Medal atas kontribusi mereka terhadap bantuan kemanusiaan di Gaza, operasi keamanan maritim di Laut Merah, dan upaya kontra-terorisme di Timur Tengah.
Misi di Gaza juga harus menghadapi cuaca yang tidak dapat diprediksi. Darrell Goh mengatakan bahwa selama berada di Amman, ibu kota Yordania, ada beberapa hari ketika mereka tidak dapat terbang karena hujan dan kabut. Satu misi airdrop dibatalkan karena cuaca buruk. Bahkan ada suatu momen ketika suhu turun hingga 8 derajat hingga 10 derajat celcius selama penempatan.
Lokasi penempatan (Amman) adalah lingkungan yang berangin dan berpasir, berarti langkah-langkah harus diambil untuk menjaga pesawat tetap bisa digunakan, termasuk melakukan pemeriksaan tambahan dan memberikan perhatian khusus pada penggunaan blanko, atau penutup, untuk menjaga agar pasir tidak masuk ke area rentan di pesawat, seperti mesin.
Angin kencang juga berarti perbekalan harus didekatkan ke pesawat sebelum dimuat agar perbekalan tidak tertiup angin, sesuatu yang belum pernah dialami kru selama pelatihan.
“Keberhasilan misi penerjunan udara Singapura di Gaza, meskipun terdapat tantangan, telah diperhatikan oleh negara-negara tetangga Singapura,” kata Dr Ng, dan beberapa militertelah meminta rincian mengenai apa yang telah dilakukan Singapura, sehingga mereka dapat merencanakan operasi mereka sendiri di Timur Tengah.
Pihak Yordania juga menawarkan penggunaan parasut untuk mengirimkan pasokan, meskipun hal ini tidak dimanfaatkan karena pengerahan Singapura telah membawa cukup parasut. (Gilang Perdana)
Israel Lakukan ‘Spoofing’ GPS, Ancam Keselamatan Penerbangan di Laut Mediterania Timur