Operasi Sandblast – Kisah Kapal Selam Nuklir USS Triton yang Mengalami ‘Turbulensi’ di Selat Lombok

Seperti halnya pesawat udara, kapal selam yang menyelam di suatu kedalaman dapat mengalami efek seperti ‘turbulensi,’ meski impact-nya tidak terlalu berat seperti di udara, turbulensi pada kapal selam dapat menyebabkan posisi kedalaman kapal selam berubah dalam sekejap saja. Layaknya fenomena turbulensi di udara, apa yang terjadi pada kapal selam pun sudah dapat diantisipasi berkat SOP yang telah dijalankan.

Baca juga: Misi Anti Kapal Selam, TNI AL Waspadai “Shadow Zone”

Mengenai kondisi ‘turbulensi’ di kedalaman laut disampaikan oleh Asisten Perencanaan dan Anggaran KSAL Laksamana Muda TNI Muhammad Ali dalam acara podcast YouTube Deddy Corbuzier. Muhammad ALi yang pernah menjabat sebagai Komandan KRI Nanggala 402 pada tahun 2004, paham betul tentang kondisi di atas, dan ia menyebut pernah mengalami fenomena itu meski tak ingat kapan dan lokasi kejadiannya. “Umumnya saat terjadi perubahan kedalaman tidak terlalu dirasakan oleh awak, tapi tentu awak dapat memonitornya lewat indikator kedalaman,” ujar Muhammad Ali.

Fenoman perubahan posisi kedalaman kapal selam dalam seketika di atas terjadi karena adanya perubahan salinitas atau kadar garam pada air laut. Bagi submariners di seluruh dunia, fenomena di atas sudah diantisipasi, salah satunya bila ada kejadian seperti itu, maka kapal selam dapat menambah tenaga atau bisa juga melepaskan tabung udara untuk bisa kembali ke posisi kedalaman sebelumnya. Namun, dalam kondisi kedaruratan, kemungkinan ada faktor lain yang tak mendukung, semisal saat turbulensi diikuti dengan black out (mati listrik).

Meski belum tentu terkait dengan musibah KRI Nanggala 402, kilas balik ke tahun 1960, rupanya pernah ada catatan yang menarik tentang perubahan salinitas di Selat Lombok. Disebutkan Angkatan Laut Amerika Serikat pada periode 24 Februari 1960 – 25 April 1960, menggelar apa yang disebut sebagai Operasi Sandblast. Menggunakan kapal selam nuklir USS Triton (SSRN-586) dengan Kapten Edward L. Beach Jr, dilakukan pelayaran kapal selam nuklir perdana keliling dunia dengan kondisi menyelam penuh selama 60 hari 21 jam.

USS Triton bertolak dan mengakhiri pelayaran dari Kepulauan Saint Peter dan Saint Paul di Samudera Atlantik. Semasa pelayaran, USS Triton melintasi kawasan khatulistiwa empat kali sambil dengan kecepatan jelajah 18 knots. Dari beberapa literasi, saat USS Triton pada 4 April 1960 berlayar menuju Samudera Hindia, dimana untuk itu melewati jalur Selat Makassar dan lanjut ke Selat Lombok. Dan esok harinya (5 April 1960) di Selat Lombok, USS Triton mengalami penurunan kedalaman secara drastis dalam waktu seketika.

“Saat itu kami sedang menyelam di kedalaman periskop (15 meter), tapi dalam waktu 40 detik posisi kedalaman merosot menjadi 40 meter. “Saya telah mengalami perubahan kepadatan air berkali-kali sebelumnya, tetapi tidak pernah sebesar ini,” ujar Kapten Edward. Setelah kejadian itu, Triton kembali ke kedalaman periskop dan selanjutnya memasuki Samudera Hindia dengan aman.

Misi Operasi Sandblast adalah untuk meningkatkan prestis teknologi Amerika Serikat saat Perang Dingin. Dengan mengikuti alur pelayaran Ferdinand Magellan pada tahun 1519, Operasi Sandblast yang dilakukan USS Triton mengumpulkan banyak data oseanografi, hidrografi, gravimetrik dan geofizik.

USS Triton Submarine Memorial Park

Baca juga: Bukan Lewat Selat Malaka atau Selat Sunda, Kapal Selam Nuklir Cina Mungkin Pilih Lintasi Selat Lombok

Sekilas tentang USS Triton, dibangun oleh General Dynamics Electric Boat, kapal selam yang masuk kedinasan pada 10 November 1959 ini punya bobot 5.963 ton (di permukaan) dan 7.773 ton (saat menyelam). USS Triton punya panjang 135,4 meter dan lebar 11 meter. Seperti model kapal selam Perang Dunia II, USS Triton mengadopsi dua arah torpedo, yaitu empat tabung di haluan dan dua tabung di buritan. (Gilang Perdana)

6 Comments