Update Drone KamikazeKlik di Atas

Dengan Kapsul Pelontar, Beginilah Cara Awak F-111C Aardvark Menyelamatkan Diri

Meneruskan artikel sebelum ini – “Menakar Plus Minus Skenario Serangan Udara F-111C Aardvark Ke Jakarta,” tentu ada serangkaian risiko yang harus ditanggung Australia jika rencana pemboman di Jakarta jadi dilakukan. Selain bakal menuai kecaman internasional dan putusnya hubungan diplomatik, yang beresiko lainnya adalah potensi jatuhnya pesawat F-111C Aardvark selaku eksekutor serangan.

Baca juga: Menakar Plus Minus Skenario Serangan Udara F-111C Aardvark ke Jakarta

Meski arsenal hanud di Jakarta tidak terlalu mumpuni untuk menghadapi Aardvark, namun catatan kelam F-111 Amerika Serikat dalam serangkaian operasi serbuan udara bakal menjadi momok menakutkan. Lepas dari kemampuan terbang rendah dengan kecepatan supersonic plus dilengkapi rudal anti radiasi, peristiwa ditembak jatuhnya enam unit F-111 selama Perang Vietnam dan ditembak jatuhnya satu unit F-111F dalam misi serangan di Libya pada 15 April 1986, adalah mimpi buruk bagi setiap penerbang F-111.

Namun, dibalik itu semua, ada sisi menarik dari cara awak F-111 untuk melontarkan diri saat pesawat rusak atau tertembak. F-111 dirancang dengan dua awak, yaitu pilot dan seorang weapon officer, dimana keduanya duduk berdampingan (side by side). Nah, berbeda dengan jet tempur yang biasa kita kenal saat ini, F-111 melontarkan awaknya tidak menggunakan kursi pelontar (ejection seat). Melainkan F-111 melontarkan awaknya menggunakan model kapsul, persisnya bagian kokpit pada keadaan darurat dapat terlepas dan terlontar ke udara. Prinsip kapsul di F-111 sedikit banyak mirip dengan model kapsul awak luar angkasa yang mendarat ke bumi.

Model escape crew capsule bukan pertama kali diperkenalkan di F-111, sebelumnya model kapsul pelontar ini lebih dulu digunakan pada pembom supersonic Convair B-58 Hustler. Umumnya model kapsul pelontar dirancang untuk menyelamatkan sekaligus lebih dari satu awak. Keunggulan penggunaan model kapsul pelontar adalah penerbang dapat terlindungi dari lingkungan eksternal yang mungkin esktrem saat proses pendaratan. Beberapa literasi menyebut, model kapsul ideal untuk melontarkan awak saat pesawat tengah melesat dengan kecepatan tinggi dan pada ketinggian maksimum.

General Dynamics merancang kapsul pelontar untuk F-111 pada tahun 1960. Menurut pihak pengembang, model kapsul pelontar memberi kenyamanan pada penerbang, pasalnya awak dapat masuk pesawat tanpa perlu mengenakan parachute harness. Bobot kapsul pelontar di F-111 mencapai 1.360 kg. Saat diaktifkan, kapsul terlontar dengan dorongan roket berkekuatan 120 Kn.

Bagian dalam kokpit F-111C.
Saat kapsul mendarat di air.

Setelah kapsul terlontar, selanjutnya akan mengembang parasut tunggal yang akan memperlambat turunnnya kapsul ke permukaan. Mirip kapsul astronot Apollo, kapsul dilengkapi sistem airbag untuk memberikan efek bantalan saat pendaratan di permukaan. Dalam hal pendaratan air, airbag bertindak sebagai perangkat pengapungan. Airbag tambahan dapat diaktifkan ke kanan kapsul jika terjadi pendaratan di air. Dengan gerakan pin di dasar tongkat kendali pilot, pompa lambung kapsul dapat diaktifkan dan udara ekstra dipompa ke dalam airbag.

Baca juga: Abaikan Prosedur Keselamatan, Pria 64 Tahun ‘Terlontar’ dari Rafale B

Setelah pendaratan di air atau di daratan berlangsung sukses, selanjutnya kapsul bisa berfungsi sebagai tempat berlindung bagi awak sampai tim SAR tempur tiba di lokasi. Mulai digunakan AU Australia (RAAF) pada tahun 1973, kini RAAF telah memensiunkan seluruh armada F-111C, dimana terakhir digunakan pada tahun 2010, dan posisinya kini digantikan F/A-18D Super Hornet. (Gilang Perdana)

2 Comments