Update Drone KamikazeKlik di Atas

Menakar Plus Minus Skenario Serangan Udara F-111C Aardvark ke Jakarta

Di tengah meningginya tensi politik antara Indonesia dan Australia, Benny Moerdani yang menjabat Menteri Pertahanan RI periode 1988 – 1993, pernah mengatakan dalam suatu rapat kabinet, “Apakah Anda sadar bahwa Australia memiliki pesawat pembom yang dapat ‘meletakkan’ bom melalui jendela untuk meja di depan kita?” Tidak diketahui persis tema yang menjadi dasar meningginya hubungan Indonesia dan Australia saat itu. Namun pada tahun 1992, Duta Besar RI untuk Australia Sabam Siagian pernah menanyakan apa maksud dari rencana penambahan 18 unit F-111 Aardvark.

Baca juga: Nyaris Disengat Torpedo Kapal Selam Cakra Class, Inilah Profil HMAS Kanimbla

Pasalnya, saat itu di tahun 1992, AU Australia (Royal Australian Air Force/RAAF) sudah mengoperasikan 22 unit F-111C Aardvark buatan General Dynamics. Pasca dihapusnya pembom strategis Tupolev Tu-16 Badger dari arsenal TNI AU, maka praktis gelar pembom strategis ‘satu-satunya’ yang dapat beroperasi dan menjangkau setiap wilayah Asia Tenggara adalah F-111C RAAF. Bibit ketegangan dan saling curiga atas keberadaan armada F-111C kemudian mencapai puncaknya pada tahun 1999.

Seperti dikutip dari Telegraph.co.uk (23/6/2001), disebutkan ada skenario untuk melakukan serangan terbatas dengan F-111C ke Jakarta. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1999, yakni pasca jejak pendapat di Timor Timur (sekarang Timor Leste). Sebagai antisipasi pecahnya konflik bersenjata dengan pasukan TNI saat pendaratan pasukan INTERFET (International Force East Timor) di Timor Timur, maka Australia mempersiapkan skenario untuk melakukan serangan terbatas ke Jakarta, yaitu dengan misi memutus jalur komunikasi militer.

Walau akhirnya skenario pemboman tak jadi dijalankan, catatan atas rencana serangan F-111C Australia ke Jakarta terus menjadi kajian. Dalam simulasi, untuk melakukan serangan ke Jakarta, maka F-111C akan diterbangkan dari Lanud Tindal di Darwin, Australia Utara. Jarak antara Darwin ke Jakarta adalah 2.720 km. Sudah barang tentu, dalam misi pemboman F-111C akan mendapat pengawalan dari jet tempur lain. Karena di zaman itu RAAF belum mengoperasikan F/A-18D Super Hornet, maka yang bakal mengawal F-111C kemungkinan besar adalah F/A-18 Hornet, jet tempur yang kini armadanya telah ‘dijual’ kembali ke AS.

Dengan berkembangnya skenario di atas, sepertinya RAAF tidak terlalu mengkhawatirkan kekuatan udara Indonesia, kala itu armada F-16 TNI AU masih dalam status terkena embargo oleh AS, sebagai buntut dari tuduhan Washington atas pelanggaran Hak Asasi Manusia di Dili yang terjadi pada 12 November 1991. Sebenarnya bukan hanya F-16 yang terkena embargo, sejumlah pesawat F-5 Tiger, sampai pesawat angkut militer C-130 Hercules juga terkena embargo. Lebih parah lagi, pesawat Hawk 109/209 buatan Inggris juga terkena embargo. Dengan embargo membuat banyak pesawat TNI AU tak bisa beroperasi optimal.

Lepas dari unsur kekuatan udara Indonesia yang mungkin tak sulit untuk diatasi, tapi bila terjadi serangan udara ke arah ibu kota tentu akan dihadapi oleh sistem hanud titik. Dengan asumsi kemampuan deteksi radar peringatan dini di sekitar Jakarta cukup baik, maka yang akan dihadapi pembom F-111C adalah baterai rudal Rapier, meriam S-60 dan Bofors 40, dimana ketiga sistem senjata tersebut pada masa itu menjadi perisai ruang udara obyek vital di Jakarta.

Baca juga: Antisipasi Serangan Udara di Atas Jakarta

Dengan komposisi sistem hanud titik di Jakarta zaman itu, mungkinkah dapat menahan serangan F-111 Aardvark? Nah jawaban untuk yang ini mungkin bisa menimbulkan banyak penafsiran, yang jelas F-111 dapat terbang dengan kecepatan tinggi (Mach 1.2) pada ketinggian yang sangat rendah (sea level) dengan jarak tempuh yang sangat jauh. Atau bisa juga F-111 untuk melepaskan bom dan rudal dari ketinggian 18.000 meter, pada ketinggian tersebut, F-111 dapat melesat dengan kecepatan Mach 2.5.

F-111 Aardvark RAAF membawa rudal AGM-88A HARM.

Payload persenjataan yang dapat dibawa F-111 mencapai 13.608 kg, terdiri dari penempatan bom/rudal di sayap ayunnya atau pun di bomb bay. Koleksi senjata yang dipunyai RAAF untuk F-111 terbilang komplit, termasuk sudah mengandalkan kemampuan bom pintar dan rudal anti radiasi AGM-88A HARM untuk menghancurkan stasiun radar.

Menggunakan external fuel tank, F-111C dapat terbang sejauh 5.940 km. Melihat jarak Darwin-Jakarta yang 2.720 km, maka untuk pergi dan pulang akan terasa riskan bila tidak didukung pengisian bahan bakar di udara (air refueling). Yang jadi masalah, F-111C RAAF tidak dapat melakukan air refueling dengan pesawat tanker yang ada.

Baca juga: KC-130 Hercules – Tingkatkan Endurance Jet Tempur TNI AU

Kala itu RAAF baru mengadopsi pesawat tanker KC-130 Hercules untuk mendukung deployment F/A-18 Hornet (menggunakan teknik probe), sementara F-111C hanya bisa melakukan air refueling dengan teknik boom, seperti halnya F-16 Fighting Falcon. Bila memang serangan udara jadi dijalankan, maka paling tidak perlu mendapat dukungan dari pesawat tanker dari negara lain, yang tentu secara politis bakal jadi masalah bagi negara peminjam pesawat tanker tersebut. (Gilang Perdana)

97 Comments