Sepenggal Kisah Jenderal Ahmad Yani dan Bofors 40mm L/70
|Bila mengacu ke eksistensi meriam Arhanud (Artileri Pertahanan Udara) di Indonesia, tak bisa dilepaskan dari persiapan Operasi Trikora di awal dekade 60-an. Hingga kini publik di Tanah Air masih sangat familier dengan meriam sepuh S-60 kaliber 57 mm Arhanud TNI AD. Di periode yang sama Korps Marinir (d/h KKO AL) juga menerima meriam PSU (Penangkis Serangan Udara) tipe M1939 K-61 kaliber 37 mm dan M1939 52-K kaliber 58 mm. Ketiganya adalah alutsista buatan Uni Soviet yang sampai kini masih beroperasi melalui program retrofit.
Baca juga: S-60 57mm – Meriam Perisai Angkasa ‘Sepuh’ Arhanud TNI AD
Namun diluar ketiga meriam PSU tadi, pada periode persiapan Operasi Trikora, Indonesia juga mendatangkan meriam dari Eropa Barat, yakni Swedia. Meriam yang dimaksud adalah Bofors 40 mm L/70 single barrel (laras tunggal). Meski kalah pamor dari meriam “Si Mbah” S-60, harus diakui jejak Bofors 40 mm lumayan panjang di Indonesia, seperti halnya ketiga meriam sepuh eks Uni Soviet, Bofors 40 mm L/70 sampai saat ini juga masih dioperasikan secara penuh, khususnya di Batalyon Arhanudse (Artileri Pertahanan Udara Sedang) TNI AD.
Ada yang menarik dari cerita kedatangan Bofors 40 mm L/70 di Indonesia, pasalnya kemunculannya di Tanah Air tidak terlepas dari andil Pahlawan Revolusi, yaitu Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani. Berdasarkan catatan sejarah, Ahmad Yani saat masih berpangkat Kolonel, pada tahun 1959 diperintahkan ke Swedia untuk membuat kontrak pembelian senjata dengan Bofors. Hasil dari kontrak pembelian tersebut, datanglah Bofors 40 mm L/70 di Indonesia pada tahun 1962. Indonesia membeli 36 pucuk, detailnya 30 unit berupa Bofors 40 mm L/70 versi tarik (towed) untuk TNI AD, dan 6 pucuk Bofors 40 mm L/70 versi naval untuk TNI AL.
Disebabkan adanya prahara politik di tahun 1965, membuyarkan beragam program pengadaan alutsista, termasuk bagi senjata yang sudah terlanjur dibeli. Salah satu kasus yang dihadapi adalah pembayaran yang tertunda akibat hura hara politik di Indonesia. Nah, lewat lobi dan jasa negosiator akhirnya pembayaran paket meriam Bofors 40 mm L/70 berhasil dilunasi Indonesia pada tahun 1968.
Bila Bofors 40 mm di Arhanud TNI AD sampai saat ini masih eksis, maka tentang nasib enam unit Bofos 40 mm versi naval kuat dugaan terkait dengan pengadaan Motor Torpedo Boat (MTB) Jaguar Class dari Jerman. MTB Jaguar Class yang melejit namanya karena aksi KRI Matjan Tutul di Laut Arafuru, setiap unitnya dilengkapi dua pucuk Bofors 40 mm L/70, yaitu pada sisi haluan dan buritan.
Baca juga: Jaguar Class – Generasi Awal Kapal Cepat Torpedo TNI AL
Baca juga: Bofors 40mm L/70 – Eksistensi Dari Era Yos Sudarso Hingga Reformasi
Dari sejarahnya, Bofors 40 mm L/70 dirancang sejak akhir perang dunia kedua, dan mulai resmi dioperasikan pada tahun 1951. Sejak mulai diproduksi, Bofors 40mm mendapat predikat sebagai senjata yang laris di pasaran, ekspor meriam ini terbilang laku keras di seluruh dunia. Bahkan Inggris memproduksi Bofors 40mm berdasarkan lisensi sebanyak 1000 pucuk, dimana produksinya dipercayakan kepada Royal Ordnance Factory.
Di Inggris, Bofors 40 mm L/70 dipercaya untuk memperkuat persenjataan pada resimen Royal Artilery LAA (light anti aircraft), dan beberapa resimen pertahanan udara RAF (Royal Air Force). Di tangan Inggris kemudian, meriam ini dikembangkan lebih canggih dengan integral power dan radar pengendali tembakan. Inggris sendiri mengakhiri penggunaan meriam ini pada tahun 1983, dan kemudian mempercayakan elemen pertahanan udara di kapal perangnya pada rudal Sea Cat.
Baca juga: Sea Cat – Rudal Hanud TNI AL Era 80an
Dilihat dari efek gempurnya, Bofors 40 mm L/70 mampu menghantam sasaran secara efektif di udara hingga jarak 3.000 meter. Sedangkan jarak tembak maksimum secara teori dapat mencapai 12.500 meter. Dalam satu menit, awak meriam yang terlatih dapat memuntahkan 240 peluru. Untuk kecepatan luncur proyektil mencapai 1.021 meter per detik. Dalam operasionalnya, Bofors 40 mm L/70 diawaki oleh 6 personel, dimana 2 orang bertidak sebagai juru tembak, dan 4 orang lainnya bertindak sebagai loader (pengisi) peluru. Salah satu kelemahan meriam ini adalah pola loading pelurunya masih manual. (Haryo Adjie)
salute buat indomiliter, bikin wawasan tambah luas,….
kebetulan ane hobby hal2 yg menyangkut militer
4 jempol tak kirim min……………………..
Terima kasih buat atensinya mas @mascapri76 🙂
Well mich
Mbah kakung bofors L/70 40mm dan Eyang S60/57mm sdh waktunya istirahat..sdh ada anak2 muda yg siap gantikan …Pantsir S2, Buk M3 dan S400 series..
Selamat bermimpi bro!! lihat realita sekarang bhw Buk sdh tersingkir & cuma melongo melihat persaingan antara Nassams vs trio tiongkok. Berharap pantsyr jg mustahil jika melihat roadmap tni ad dimana rencana pembelian SAM dgn kemmpuan counter RAM dilakukan stlh proyek datalink Kartika kelar & permasalahannx pemenang proyek Kartika adlh Saab serta SAM yg sdh dipersiapkan & dielus2 adalah BAMSE. Aplg S400 nyatamya dlm brbagai ks4an baik Paskhas & Kohanudnas selalu berbicara gacoan long range SAM adlh Thaad. scr harga Thaad lbh murah 1 batere dgn 4 peluncur & 24 rudal berharga USD 675 juta bandingkan dgn S400 melihat pembelian oleh Cina dmn S400 dgn 4 pelucur dng 16 rudal berharga USD 1,3 milyar
Info yang bagus bunng @Ayam Jago
baru denger saya
trims infonya
dan memang secara Fakta, SAAB lah yang paling Aktif dan nyata dalam hal ToT, disamping Eropa lainnya serta Korsel
Rusia hanya berani ngomong tok
agak miris sebenarnya masih pakai “si mbah” ini,kalau masih era pesawat subsonic masih bisa diandalkan,tapi sekarang era supersonic semua,tapi kelebihannya anti jammer
Mending begitu, daripada ngak becus ngurus Rudal canggih
yakhont 1 250km meleset
yakhont 2 110km baru tepat sasaran, tidak sesuai iklan 300km
exocet block ii nyemplung laut
C-705 rudal lelet, jadi bahan ketawaan negeri tetangga, karena resmi disaksikan panglima tertinggi (presiden)
mending balik lagi pakai peluru konvensional saja lah, murah meriah, ngak perlu biaya perawatan yang mahal
Hehehe…situ bs nya kritik2 aja,ga di sini ga d warung sebelah,liat dl apa sebab nya Yakhont meleset,Exo Block II gagal,dan C-705 dekat dan meleset target.
Saya rasa itu wajar dalam latihan,dimana pun dan siapapun pasti pernah gagal,situ jg pasti klo ulangan sekolah ga selamanya nilai bagus terus,pasti ad nilai yg kurang,hehehe…
Justru dng kegagalan jd tolak ukur kekurangan dan kelebihan,buat jd bahan evaluasi….bkn nya kegagalan merupakan kunci dr keberhasilan yg tertunda…hehehe
Warung sebelah dimana, saya ngak kenal ? LoL
Yang bikin rudal bukan kita, kita beli C705 dalam bentuk jadi
sama dengan beli Handphone
kalau Handphone nya baru beli sudah rusak, kita pasti marah besar
ya..kan…ya…kan………..mikir…………………..
apalagi rudal ini ngak ada garansinya…tambak mencak mencak kita
Hehehe…hebat Bung Nakedangel…org dlm ya bs tau itu rudal ada garansi atau ngganya…
Exo yg gagal ama yakhont yg gagal apa ada garansi? Lol
Mikir…mikir…kan…kan…xixixi
@aadmin
Kirain ada cerita yang heroik atau berbau mistis gitu….?
kalo nyari cerita mistis jangan di mari Bang 😀
Rekonstruksi sejarah yang cerdas ala Indomiliter. Bravo admin.