Soal Gaza, Hubungan Brasil dan Israel Memburuk, Pengadaan Self Propelled Howitzer Atmos Terancam Batal
|Tak jarang karena hubungan politik yang merenggang antara kedua negara, berujung pada penundaan, atau bahkan pembatalan atas pengadaan alutsista. Dan hal tersebut rupanya tengah dialami antara Brasil dan Israel. Gegara perbedaan pandangan terkait konflik di Gaza, Palestina, Brasil dikabarkan akan membatalkan pengadaan 36 unit self propelled howitzer (SPH) Autonomous Truck Mounted Howitzer System (Atmos) 155 mm buatan Elbit Systems, Israel.
Baca juga: Angkatan Darat Brasil Akuisisi Self Propelled Howitzer Atmos dari Elbit Systems Israel
Dikutip Bulgarianmilitary.com, empat bulan setelah batas waktu, Brasil belum memberi tahu Elbit Systems, apakah akan melanjutkan pembelian 36 unit SPH Atmos atau sebaliknya.
Kilas balik 17 Agustus 2023, Kementerian Pertahanan Brasil mengumumkan rencananya untuk mengakuisisi dan mengembangkan 36 Viatura Blindada de Combate Obuseiro Autopropulsado 155 mm Sobre Rodas (VBCOAP 155 mm SR), yang berarti 36 howitzer self-propelled lapis baja.
Kemudian, pada 17 Maret 2024, Angkatan Darat Brasil, melalui Komando Logistik (COLOG), mengungkapkan pesaing untuk Wheeled Self-Propelled Artillery Vehicle (WSPA) project. Pengumuman ini memamerkan model-model yang memenuhi kriteria rinci yang ditentukan dalam tender. Dan model yang ikut berkompetisi termasuk SPH SH15 dari Cina, Atmos dari Israel, CAESAR dari Perancis, dan Zuzana 2 dari Ceko. Dan pada akhirnya, Angkatan Darat Brasil secara resmi memilih Atmos dari Elbit Systems.
Namun anehnya, segera setelah pengumuman tersebut, Kementerian Pertahanan Brasil memilih untuk menghentikan pengadaan, menunda penandatanganan kontrak selama maksimal enam puluh hari untuk melakukan tinjauan hukum yang diperlukan atas perubahan terkini dalam proses tender.
Kemudian empat bulan telah berlalu tanpa kontrak. Seperti yang dilaporkan oleh Defensa, Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva mungkin menentang pembelian Atmos. Mengikuti nasihat Celso Amorim, penasihat diplomatiknya dan mantan Menteri Luar Negeri, Presiden Lula mempertimbangkan untuk memberikan kontrak tersebut kepada Excalibur/Konštrukta Defense sebagai gantinya.
Alasan di balik penundaan Brasil dalam menandatangani perjanjian dengan Israel masih belum jelas, tetapi perlu dicatat bahwa hubungan diplomatik antara Brasil dan Israel baru-baru ini memburuk, yang salah satunya didorong oleh perselisihan politik dan diplomatik atas konflik Israel-Palestina.
Presiden Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva, yang memiliki sikap condong ke kiri, telah vokal dalam kritiknya terhadap tindakan Israel di Gaza. Dia telah mengutuk serangan militer oleh Israel selama eskalasi dengan Hamas dan telah menunjukkan dukungan untuk penentuan nasib sendiri Palestina.
Sebagai tanggapan, Israel menganggap retorika Brasil bias dan terlalu mendukung pihak Palestina, yang menyebabkan interaksi diplomatik yang tegang. Selain itu, pemerintahan Lula bersama dengan negara-negara lain dalam menuntut gencatan senjata dan penghentian pembangunan permukiman Israel.
Ketegangan meningkat pada tahun 2023 ketika Brasil memanggil kembali duta besarnya untuk Israel, sebagai reaksi atas meningkatnya konflik di Gaza. Israel menafsirkan tindakan ini sebagai pelanggaran diplomatik yang serius. Di pihak Israel, kebijakan garis keras Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengenai Gaza dan Tepi Barat sangat kontras dengan sikap Brasil yang lebih seimbang dan sering kali pro-Palestina.
Ketegangan diplomatik ini mencerminkan keretakan ideologis yang lebih dalam. Kepemimpinan Brasil berfokus pada hak asasi manusia dan diplomasi multilateral, sementara Israel memprioritaskan keamanan nasional dan pertahanan terhadap aksi zionisme. Perbedaan ini pasti menyebabkan gesekan antara kedua negara.
Angkatan Darat Filipina Kerahkan Self Propelled Howitzer Atmos untuk Operasi Militer di Mindanao
Jika Brasil memutuskan untuk membatalkan pembelian 36 unit SPH Atmos dari Elbit Systems, maka dampaknya terhadap industri pertahanan domestiknya akan sangat besar. Sektor pertahanan Brasil bergantung pada kemitraan internasional untuk memperoleh teknologi militer terkini, dan Atmos merupakan salah satu sistem artileri tercanggih yang tersedia.
Pembatalan tersebut berarti kehilangan transfer teknologi penting yang dapat memperkuat kemampuan manufaktur pertahanan Brasil. Perusahaan seperti Elbit Systems sering kali menyediakan peluang untuk berbagi teknologi dan produksi kolaboratif, yang sangat menguntungkan pemasok dan produsen lokal.
Sistem Atmos dianggap menonjol karena peningkatan mobilitasnya, dipasang pada sasis truk 6×6 atau 8×8, dan kompatibilitasnya dengan amunisi standar NATO 155 mm.
Dilengkapi dengan sistem pemuatan dan peletakan yang sepenuhnya otomatis, Atmos dapat menembakkan tiga peluru dalam 15 detik dalam mode burst dan mempertahankan laju penembakan dua peluru per menit selama satu jam. Dengan munisi 155 mm/52 jenis Extended Range Full Bore Base Bleed (ERFB-BB), jarak tembak maksimum Atmos bisa mencapai 41 km.
Sementara bila menggunakan proyektil NATO L15 high explosive, jarak tembaknya mencapai 30 km. Atmos dapat pula melontarkan proyektil jenis lama M107 High Explosive yang punya jangkauan tembak 22 km. (Gilang Perdana)
Demi Ukraina, Perancis Rela Dongkrak Produksi CAESAR 6×6 Hingga Enam Kali Lipat per Bulan