Mengundang Spekulasi, AS Batalkan Penempatan Detasemen Jet Tempur Singapura (RSAF) di Guam

Meski tak mengubah status Singapura sebagai sekutu nomer wahid Amerika Serikat di Asia Tenggara, namun, belum lama ada kabar yang mengundang spekulasi, yakni pembatalan penempatan jet tempur Angkatan Udara Singapura (RSAF) di Pangkalan Udara Andersen, Guam.
Baca juga: Singapura Kirim Detasemen F-15SG dan F-16 ke Lanud Andersen di Guam
Selama ini Angkatan Udara Singapura secara rutin mengirim detasemen jet tempur F-15SG dan F-16 ke Lanud Andersen dalam rangka pelatihan, bahkan pada tahun 2023 diwartakan porsi pelibatan jet tempur asal Singapura akan ditingkatkan di Guam, yang dikenal sebagai basis militer utama AS di Pasifik Barat. Saat itu Angkatan Udara AS (USAF) menjajaki penempatan kontingen jet tempur F-15SG Singapura dan infrastruktur pendukung misi yang diperlukan di Lanud Andersen, Guam.
Bagi Singapura penempatan rotasi jet tempur di Guam adalah berkah, mengingat negara pulau itu tidak punya ruang udara yang memadai untuk berlatih manuver udara. Sementara bagi AS, penempatan detasemen jet tempur Singapura dapat menambah postur kekuatan sekutu di kawasan Pasifik, terutama dalam menghadapi ancaman dari Cina.
Mengutip dari Responsiblestatecraft.org (8/9/2025), pengumuman pembatalan penempatan jet tempur F-15 Singapura di Guam oleh Departemen Angkatan Udara AS (DAF) diumumkan pada 12 Agustus 2025. Namun, dokumen keputusan formal (Record of Decision) yang membatalkan rencana tersebut sebenarnya ditandatangani lebih awal, yaitu pada 16 Juli 2025.
Nah, spekulasi mengemuka atas keputusan tersebut, pasalnya antara AS dan Singapura telah menyepakati sejak 2019 untuk menempatkan 12 jet tempur F-15SG di Lanud Andersen di Guam dan secara tiba-tiba dibatalkan pada Agustus 2025.
Meskipun pembatalan disebut sebagai “kesepakatan bersama,” namun banyak yang berpendat bahwa ini kemungkinan bukan hasil yang diinginkan oleh Singapura. Alasan resmi yang diberikan oleh AS adalah faktor lingkungan dan pertimbangan militer, meski banyak kalangan menganggap alasan lingkungan tidak masuk akal, mengingat riwayat AS yang sering mengabaikan isu tersebut untuk proyek-proyek militer mereka.
Di Luar Kelaziman, AS Gelar A-10C Thunderbolt II di Lanud Andersen Guam
Responsiblestatecraft menyebut pembatalan ini mencerminkan tren unilateralisme yang meningkat dari pihak AS, yang tampaknya mengharapkan kepatuhan penuh dari mitranya. Ada kemungkinan AS memberikan tekanan kepada Singapura untuk memberikan komitmen yang lebih besar, seperti membayar lebih banyak untuk perbaikan infrastruktur yang direncanakan di pangkalan tersebut, dan membuat komitmen dini bahwa jet-jet RSAF akan digunakan dalam skenario konflik potensial dengan Cina.
Ada dugaan keputusan ini terkait AS yang ingin mengubah fokus militernya di Pasifik. Guam adalah aset strategis yang sangat penting, dan AS bisa jadi ingin mengalokasikan ruang dan sumber daya yang terbatas di sana secara eksklusif untuk aset mereka sendiri, terutama jet-jet tempur yang paling canggih (seperti F-22 Raptor dan F-35 Lightning II). Dibandingkan menampung detasemen permanen mitra, AS mungkin lebih memprioritaskan penggunaan pangkalan untuk pengerahan cepat (rapid deployment) pesawat-pesawatnya sendiri. Latihan skala besar yang melibatkan sekutu inti (seperti Australia dan Jepang) yang kini memiliki F-35, untuk meningkatkan interoperabilitas.
Pernyataan dampak lingkungan untuk usulan peningkatan infrastruktur di Lanud Andersen sempat mengemuka pada tahun 2023. Untuk menerima 12 unit F-15SG dari Singapura, otoritas di Lanud Andersen akan melakukan sejumlah peningkatan fasilitas di sudut barat laut pangkalan itu dan di dalam area penyimpanan amunisi.
Konstruksi untuk skadron F-15SG Singapura akan berlangsung selama tiga hingga tujuh tahun, dan akan mencakup airfield pavements, aircraft hangar, maintenance and utilities buildings, fuel systems, fencing and utilities, roadways and parking, stormwater management infrastructure dan earth-covered shelter. Secara keseluruhan bakal ada 209 hektar lahan yang akan digunakan selama konstruksi.
Sebagai catatan, Singapura memiliki beberapa detasemen pelatihan permanen di AS dengan nama spesifik, seperti Peace Carvin V – Detasemen yang mengoperasikan jet tempur F-15SG di Lanud Mountain Home, Idaho, Peace Carvin II – Detasemen yang mengoperasikan jet tempur F-16 Fighting Falcon di Lanud Luke, Arizona, dan Peace Vanguard – Detasemen helikopter tempur AH-64 Apache di Marana, Arizona. (Gilang Perdana)
F-15SG (Strike Eagle Singapore) – Profil Jet Tempur Multirole Tercanggih di Asia Tenggara
Related Posts
-
Singapore Airshow 2024 – Pengunjung asal Cina Ditolak Masuk ke A400M Atlas Milik Jerman, Airbus Layangkan Permintaan Maaf
5 Comments | Feb 27, 2024 -
Mengenal SHIKRA: Radar Pengendus Sasaran Untuk Rudal Starstreak TNI AD
40 Comments | Jul 23, 2017 -
‘Perang Drone’ di Depan Mata, Rusia dan Ukraina Berlomba dalam Melatih Ribuan Pilot Drone
3 Comments | May 1, 2023 -
Tiger 4×4 “The Russian Humvee” Kini Punya Varian Pos Komando
5 Comments | Oct 14, 2020
Baru saja keluar clue dari pedang meliuk-liuk kalo anggaran untuk 4.5 gen fighter kita akan akuisisi adalah usd 1,6 miliar. Kalo lihat dari punya Pakistan 1 unit J10CE senilai 76 juta usd.
Kalo 1,6 miliar dibagi 76 juta dapat 21 unit.
Tapi itu Pakistan rudalnya 240 lho. Padahal dia beli J-10CE sebanyak 20 unit alias satu pespur dapat 12 rudal.
Jika rudalnya yang kita beli nggak sampai segitu bisa jadi kita bisa beli sebanyak 24-28 unit j10C bekas.
Kesimpulan 1,6 miliar usd dibelanjakan J10c bisa dapat 21 unit baru atau 24-28 unit bekas.
Yang jelas untuk mengcover area yang tadinya akan dicover F-15EX sebanyak 2 skuadron, kita butuh 3 skuadron J-10C untuk menggantikannya.
Entah 1 skuadron mau diisi dulu separohnya misalnya diisi 6 unit per skuadron atau 7 unit per skuadron atau 8 unit per skuadron atau 9 unit per skuadron.
Sehubungan dengan F-15, dulu kita pernah ditawari 36 unit F-15EX oleh US senilai Usd 13,9 miliar.
13,9 miliar = 13.900 juta
13900 / 36 = 386,11111111
Ini berarti per unit F-15EX waktu itu senilai 386 juta.
Lalu kita nawar gimana kalo 24 unit saja ?
386 x 24 = 9264
Jadi kalo misalnya kita jadi akuisisi waktu itu maka dana yang dibutuhkan usd 9264 juta
Tetapi sekarang harganya naik tinggi. Ditambah sikap bawel pemimpin mereka jadinya sekarang pemimpin kita males beli F-15EX. Jadi dana yang tadinya untuk pengadaan F-15EX dialihkan untuk beli alutsista yang diambil dari inventaris PLA (TNI nya Tiongkok, hihihi).
Kira-kira dapat apa jika usd 9264 juta dialihkan untuk ngambil inventaris PLA ?
Ini yang kemungkinan akan diambil (beberapa sudah pasti diambil).
1 destroyer 052D
3 frigate 054A
2 kapal selam 039A
42 J-10C
4 KJ-500 AEW&C
3 Y-20 tanker
4 baterai sistem rudal pertahanan pantai CM-401
4 satbak rudal shorad QW
8 helikopter serang Z-10 untuk marinir
6-12 Hubei class
Semua lengkap rudal dan senjata lainnya. Jadi kebutuhan AL dan AU terpenuhi sebagian. Buat apa segitu banyak alutsista? Untuk mengawal Ambalat dan pengamanan bagian timur negeri ini, untuk menciduk si kumis RC, juga untuk main cilukba dan petak umpet sama tetangga selatan.
Si Walakin pasti mencak-mencak hihihihi.