Mirip “Sotong” BPPT, Jepang Kembangkan Drone Bawah Laut Pendeteksi Ranjau
|Mirip dengan Sotong yang pernah dikembangkan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dan ITB (Institut Teknologi Bandung), pada ajang DSEI 2019 di Chiba, jepang, Ishikawajima-Harima Heavy Industries (IHI) belum lama inin memperkalkan prototipe drone bawah laut atau akrab disebut autonomus underwater vehicle (AUV) berwarna kuning untuk misi mendeteksi keberadaan ranjau di bawah laut.
Baca juga: Sotong AUV – Prototipe Drone Bawah Laut Rancangan Dalam Negeri
Seperti dikutip dari Janes.com (18/11/2019), sistem drone bawah laut ini terdiri dari dua wahana, dimana keduanya berperan untuk mendeteksi sasaran, melakukan proses identifikasi, klasifikasi sasaran dan melakukan relay informasi seputar sasaran kepada kapal pengendali di permukaan.
Drone bawah laut ini punya panjang 5 meter, diameter 690 mm dan dengan tenaga baterai mampu melesat 4 knots, sementara durasi mengarung di bawah air mencapai 24 jam. Tentang kemampuan menyelam, IHI menyebut kedalaman menyelam bisa disesuaikan tergantung konfigurasi perangkat dan sensor yang dibawa, yaitu mulai dari 200 meter, 600 meter sampai maksimum bisa mencapai kedalaman 3.000 meter.
Dalam konfigurasi standar, AUV ini punya bobot 990 kg dan telah dilengkapi side scan sonar, multi-beam sonar dan digital video camera. kelengkapan sensor tambahan dimungkinkan sesuai kebutuhan pengguna. Bicara tentang sistem navigasi, dipercayakan pada kombinasi GPS/INS, Doppler Velocity Log (DVL) dan sea floor acoustic lighthouse systems.
Dalam skema operasi, saat drone ini mendeteksi keberadaan obyek yang diduga sebagai ranjau, maka sistem drone otomatis akan mentransmisikan data yang berhasil dikumpulkan, berikut image, koordinat/posisi ke kapal di permukaan menggunakan teknologi modem akustik ke komponen sistem yang ada di wahana drone kedua. Drone kedua yang berperan sebagai semi-submersible autonomous surface (ASV) kemudian akan mengeluarkan antena periskop. Dimana proses terakhirnya melakukan relay data ke kapal pengendali (kapal markas) melalui jaringan LAN (Local Area Network) nirkabel.
Salah satu tantangan dalam peperangan di lautan adalah menghadapi potensi Ranjau Dasar Laut Pengaruh (RDLP). Ranjau jenis ini berbeda konsep dengan gelaran ranjau yang ada di permukaan laut. Disebut ranjau “pengauh”, karena ranjau ini aktivasinya dipicu dari pengaruh akustik dan mekanik. Sedangkan ada kata “dasar laut,” karena ranjau ini statusnya berada (ditempatkan) di dasar lautan.
Baca juga: Ranjau Dasar Laut Pengaruh, Jebakan Penghantar Maut Bergaya Torpedo
Bagaimana cara kerja RDLP? Ranjau ini dilepaskan dari kapal selam lewat tabung peluncur, RDLP dapat diarahkan menuju area atau target penjebakan, semisal di teluk, selat atau dermaga. Bila RDLP telah sampai di area target, selanjutnya RDLP akan ‘tidur atau berbaring’ di dasar laut.
RDLP yang dilengkapi sensor magnetic, sensor seismik, induction coil dan hulu ledak, akan mendeteksi secara otomatis pergerakan target yang melintas di atasnya. Target bisa di setting untuk menghajar kapal selam atau kapal permukaan. Bila saatnya tiba, target telah dikunci oleh sistem TDD (target detection device), maka RDLP akan ‘bangun’ dari tidurnya dan siap melibas target langsung dari dasar laut tanpa disadari kehadirannya oleh lawan. (Haryo Adjie)
Yakin mas bakalan aman di 15 thn kedepan ? Hahaha
Si vis pacem, para bellum (“Jika kau mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang“) …
Hehehe
Buat pencerahan:
Sekarang f16 jumlahnya ada 34
10 yg lama dan yg dari gurun 24,jadi total 34
Katanya mau beli lagi dua skuadron berarti 32
Jadi nanti totalnya semua ada 66 unit
Pertinyiinnyi……
Berapa jumlah rudal yg akan dibeli?
Kalau persi minimal aja harus dua yg bvr
Dan dua yg wvr,ini minimal
Jadi 64×4= 256 unit rudal,ini versi minimal
Kalau versi minimalis
Bilanglah f16 yg operasional tempur itu 33 unit
Yg 33 unit lagi sedang perbaikan atau diservis
Jadi kebutuhan rudal yg harus dibeli adalah
33×4=132 unit…
Pertinyiinnyi ya….
a. Mampukah kita beli rudal sebanyak itu
b. Akankah kongres mengizinkan kita beli rudal
Sebanyak itu
c. Apakah rudal yg dibeli kehebatannya setara dengan
Yg dipunyai sama singapur dan austali atau dwongrade
Tingkat dewa.
d. Berapa tahun itu rudal dikirim kalau jadi dibeli sebanyak
Itu karna rudal yg sikit sekarng aja ntah kapan datangnya.
Kesimpulannya:
Percuma punya banyak f16 kalau rudalnya gak ada ataupun
Sedikit rudalnya,itukan pesawat tempur ya jadi harus
Ada rudalnya,apakah sudah dipikirkan kalau beli
F16 banyak2.kalau versi sukhoi saya suka biar sedikit tapi
Lengkap rudalnya,ada bvr,vwr,anti radiasi,anti kapal dan ada jamernya ada sniper poodnya lengkap.
Jadi itu aja pencerahannya karna semua orang bilang
F16 murah terbangnya,mudah perawatannya,tapi bisa
Buat tempur gak.?kalau soal kedaulatan negara jangan
Pernah bilang mahal tapi harga diri bangsa yg paling
Utama,biar mahal tapi bertaring daripada murah
Tapi ompong pilih mana woi…..mmmm……………mmm
punya rudal buru2 emang buat apa? emang bakal dipake buat nembak? nembak siapa? la wong 15 tahun kedepan kita zero enemy kok… gak percaya? tanya aja si anu..
Cukup inovatif, lanjutkan
Jd ingat drone bawah air buatan Boeing yg jg lg diuji coba.