Update Drone KamikazeKlik di Atas

Kapal Induk Australia HMAS Adelaide Mati Listrik dan ‘Terdampar’ di Tonga, Dikomentari Media Cina

HMAS Adelaide di Tonga (ADF)

Terlepas dari insiden serangan laser yang dilancarkan kapal perang Cina ke arah pesawat intai maritim P-8A Poseidon milik Angkatan Laut Australia di Laut Arafura, rupanya tensi antara Beijing dan Canberra memang sudah tinggi di kawasan Pasifik Selatan. Kilas balik ke musibah gempa bumi dan tsunami yang melanda Tonga pada 14 Januari lalu, Australia dan Cina menjadi dua negara yang memberikan bantuan secara langsung dalam skala besar lewat armada kapal perang.

Baca juga: Buntut Insiden ‘Serangan’ Laser Ke P-8A Poseidon, Cina: Justru Australia yang Memprovokasi

Cina yang telah melakukan pendekatan ekonomi ke beberapa negara kecil di Pasifik, mengerahkan kapal perusak (destroyer) Type 052C Luyang Class dan kapal pendarat amfibi – Landing Platform Dock (LPD) Type 071 Yuzhao Class, untuk misi bantuan kemanusiaan ke Tonga. Sementara Australia mengirimkan armada yang juga tak kalah besar, yakni AL Australia mengerahkan kapal induk helikopter – Landing Helicopter Dock (LHD) HMAS Adelaide.

Dan ketika dua rival bertemu di satu tujuan, maka ‘riak-riak’ bisa saja terjadi. Dikutip dari Australiandefence.com.au (3/2/2022), disebutkan 600 awak HMAS Adelaide terpaksa menghabiskan waktu 8 hari di Tonga, dikatakan terpaksa karena kapal induk helikopter tersebut terdampar karena ada masalah kegagalan daya listik berskala besar.

HMAS Adelaide dengan bobot 27.000 ton tiba di Tonga pada 26 Januari dengan 23 kasus Covid dilaporkan di dalamnya. Pada hari kedatangan, kapal pendarat amfibi itu berhasil menyelesaikan pembongkaran 250 palet (88 ton) pasokan tanpa kontak ke Vanu Wharf di Nuku’alofa. Menteri Kesehatan Tonga, Saia Piukala, mengatakan bahwa HMAS Adelaide akan segera berangkat kembali setelah mengirimkan pasokan.

Tapi yang terjadi, justru HMAS Adelaide terpaksa ‘ngendon’ lebih dari seminggu akibat masalah daya listrik, menyebabkan kapal itu terpaksa sandar lama di dermaga. Akibat masalah kelistrikan, dikabarkan ratusan awak sampai harus tidur di deck akibat penyejuk ruangan yang ikut terdampak. Sumber dari news.com.au menyebut masalah kelistrikan ikut berdampak pada jalur komunikasi eksternal.

Rex Patrick, Senator dari Australia Selatan dan mantan perwira kapal selam mengatakan, “Kapal perang menghabiskan banyak anggaran untuk pembangunannya, dalam pertempuran mereka tidak seharusnya memiliki satu titik kegagalan. Redundansi adalah built-in bow-to-stern dan port-to-starboard. Oleh karena itu, kegagalan daya total pada HMAS Adelaide menjadi perhatian yang sangat serius.”

CH-47F Chinook milik AD Australia di Canberra Class.

Dan belum lama ini, insiden mati listrik pada HMAS Adelaide kembali ramai. Dari Janes.com (8/3/2022), disebutkan Departemen Pertahanan Australia telah membantah tuduhan Cina bahwa kapal amfibi HMAS Adelaide telah menderita “kegagalan listrik yang signifikan” selama misi bantuan. Pernyataan Dephan Australia dalam kaitan mengomentari berita yang dirilis GlobalTimes (surat kabar berbahasa Inggris yang dikendalikan pemerintah Cina) pada 21 Februari 2022 yang menyebutkan bahwa Adelaide “mengalami gangguan listrik yang signifikan ketika melakukan operasi kemanusiaan di Tonga.”

HMAS Adelaide adalah satu dari dua unit LHD Canberra Class. Masuk sebagai superstructure, LHD Canberra Class dapat melakukan proyeksi kekuatan untuk serangan amfibi, dukungan udara, transportasi dan pusat komando (kapal markas). Untuk flight deck punya dimensi 202,3 x 32 meter, ukuran dek seluas ini menjadi Canberra Class sanggup di darati enam helikopter angkut berat sekelas CH-47 Chinook.

Baca juga: Kapal Induk Australia HMAS Canberra Merapat (Lagi) di Jakarta

Punya deck yang luas kapal induk Canberra Class dapat memabwa 1.000 pasukan, 4 unit LCU (Landing Craft Utility), dan 150 kendaraan termasuk bisa membawa MBT (Main Battle Tank) M1 Abrams. Sistem propulsi pada LHD Canberra Class terdiri dari satu generator turbin uap GE LM2500, dua generator diesel Navantia 16C32/40, dan dua Siemens POD azimuth. Kapal ini dapat melaju dengan kecepatan 20,5 knot dan menempuh jarak 15.000 km dengan kecepatan 15 knot atau 17.130 km dengan kecepatan 12 knot. (Gilang Perdana)

6 Comments