Update Drone KamikazeKlik di Atas

Membelah Pasifik, Butuh Belasan Kali Air Refueling Untuk Hantarkan F-16 Ke Indonesia

Banyak hal yang menarik dari proses pengiriman F-16 ke Indonesia, baik pada pengiriman armada F-16 A/B Block15 di tahun 1989 dan F-16 C/D Block52ID saat ini, semuanya dilakukan lewat ferry flight, yakni diterbangkan dari Amerika Serikat ke Tanah Air dengan membelah Samudera Pasifik, yang jika ditakar bentang antara Pantai Barat AS ke Indonesia berjarak sekitar 15.000 km. Selain dibutuhkan pilot dengan kemampuan serta ketahanan ekstra, komponen lain yang tak kalah penting adalah dukungan pesawat tanker.

Baca juga: KC-130B Hercules – Tingkatkan Endurance Jet Tempur TNI AU

Dalam ferry flight pengiriman F-16 dari AS ke Indonesia memang tak dilakukan secara langsung, melainkan dengan singgah (transit) di Lanud, Hawaii dan di Lanud Anderson, Guam. Di kedua lanud tersebut, umumnya F-16 menginap sejenak untuk proses inspeksi dan istirahat awak. Dari Guam baru kemudian pesawat F-16 langsung diterbangkan ke Lanud Iswahjudi. Meski diterbangkan secara estafet, namun jarak tempuh antar point to point bisa dibilang di luar jangkauan F-16. Untuk itu kehadiran pesawat tanker mutlak dipersiapkan, tentunya yang menyediakan adalah pihak AS.

Boleh dibilang sejak awal pengiriman gelombang pertama F-16 C/D Block52ID, sosok pesawat tanker KC-10 Extender punya jasa besar dalam proses air refueling. Dengan setia KC-10 mendampingi pergerakan F-16, dan pada satu titik yang disepakati membuat janji untuk melakukan isi bahan bakar di udara dengan jet tempur. Berapa kali kebutuhan untuk air refueling dari AS ke Indonesia? Ternyata cukup banyak.

Ambil contoh di tahun 2014, perjalanan panjang dari Alaska menuju Guam oleh armada F-16 C/D TNI AU ditempuh selama 9 jam 46 menit dengan sembilan kali air refueling oleh KC-10 dari Lanud Travis. Sementara dari Guam menuju Lanud Iswahjudi yang ditempuh 5 jam 16 menit dibutuhkan empat kali proses air refueling, juga dengan pesawat tanker KC-10 Extender. Pengsian bahan bakar terakhir dilakukan di atas Pulau Halmahera, kemudian lepas dari wilayah udara Makassar, KC-10 balik kanan kembali ke Guam.

Dalam pengiriman gelombang keenam yang tiba 12 Desember 2017 di Lanud Iswahjudi,  melewati 6 zona perubahan waktu,  enam unit F-16 C (single seat) Block52ID dengan Call Sign Zesty Flight di-support oleh dua Tanker KC-10 dari 151st Air Refueling Wing Air National Guard (ANG), yang berbasis di Wright Air National Guard Base, Utah.

Saat ini AU AS punya dua andalan utama dalam armada pesawat tanker, selain 60 unit KC-10 Extender, masih ada KC-135 Stratotanker. Namun KC-10 Extender yang dibangun dari platform pesawat komersial berbadan lebar Douglas DC-10, jelas punya kapasitas besar dibandingkan KC-135 Stratotanker yang menggunakan basis pesawat narrow body jarak jauh Boeing 707.

Baca juga: Boeing 707 TNI AU – Legenda Jet Angkut Jarak Jauh, Dari Pesawat Kepresidenan Hingga Operasi Klandestin

Secara umum, kapasitas bahan bakar yang dapat dibawa KC-10 Extender bisa mendekat dua kali lipat dari kemampuan KC-135, yakni kapasitas BBM yang dibawa KC-10 hingga 161.478 kg. Awalnya pada varian standar, KC-10 hanya dilengkapi satu centerline refueling boom, artinya dalam satu waktu pesawat hanya bisa menyuplai bahan bakar ke satu jenis pesawat saja. Baru kemudian dilakukan modifikasi dengan penambahan wing pod dengan drouge, menjadikan dalam satu kesempatan KC-10 dapat melayani air refueling kepada dua pesawat sekaligus.

Secara umum, KC-10 Extender dapat menjanlankan dua metode air refueling, yaitu:

1. Hose, yakni pengisian bahan bakar di udara menggunakan pipa lentur yang ujungnya dilengkapi drogue, seperti parasut kecil. Dalam pola ini, pesawat penerima yang harus aktif mencari ‘puting susu’ dari tanker tersebut.
2. Boom, yakni pengisian bahan bakar di udara menggunakan tail boom, semacam tangkai sodok di ekor. Dalam pola ini, pesawat tanker yang aktif memberi ‘asupan susu’ alias asupan bahan bakar ke pesawat penerima.

KC-10 Extender melakukan air refueling dengan metode Hose dengan F/A-18 Hornet.
KC-10 Extender melakukan air refueling dengan merode Boom dengan F-16 TNI AU

Baca juga: Dua Kali Disebut KSAU, Masa Depan Airbus A330 MRTT Bersinar di Indonesia

Kilas balik ke tahun 1989, saat F-16 A/B tiba untuk melengkapi kekuatan Skadron Udara 3. penerbangan dari pabrik General Dynamic di Fort Worth – Texas, AS menuju Madiun – Jawa Timur membutuhkan cukup banyak air refueling. Penerbangan melintasi Samudra Pasifik dilakukan total 21 jam dengan menginap di Honolulu dan Guam. Karena jarak tempuh melebihi endurance F-16, maka satu jam sekali harus dilakukan air refueling dengan KC-135 Stratotanker. Jadi dalam 21 jam penerbangan, setidaknya dibutuhkan 19 kali pengisian bahan bakar di udara. Dallas – Hawaii tujuh kali, Hawaii – Guam tujuh kali, dan Guam – Madiun lima kali.

Bagi AS, keberadaan KC-10 Extender dan KC-135 Stratotanker punya nilai yang strategis untuk menunjang mobilitas udara dalam mendukung operasi Negeri Paman Sam di seluruh penjuru dunia. Meski dibangun dari platform pesawat tua, keduanya belum ada rencana untuk dipensiunkan, bahkan KC-10 Extender masih akan digunakan sampai tahun 2048. Lebih detail tentang KC-10 Extender dan KC-135 Stratotanker akan kami coba kupas di artikel Indomiliter.com selanjutnya. (Haryo Adjie)

25 Comments