ILSV 4×4: Rantis Serbu Multirole dengan Sasis dan Mesin Toyota Hilux
|Meski fokus bisnisnya pada produksi dan pengembangan pesawat terbang, namun ini bukan pertama buat PT Dirgantara Indonesia (PT DI) melakukan kolaborasi pada penciptaan rantis (kendaraan taktis). Setelah di tahun 2007 merilis rantis serbu DMV-30 T/A untuk kebutuhan Detasemen Bravo Paskhas TNI AU, kini BUMN Strategis yang bermarkas di Bandung ini kembali meracik rantis serbu ringan yang diberi label ILSV (Indonesia Light Strike Vehicle).
Baca juga: DMV-30 T/A – Rantis Serbu Detasemen Bravo Paskhas TNI AU
ILSV pada dasarnya berupa rantis 4×4 multirole yang dibangun dari sasis Toyota Hilux Generasi VII. Selain sasis, komponen lain yang dicomot dari Toyota Hilux adalah mesin, drivetrain dan kaki-kaki. Kaki-kaki hanya diubah seperlunya saja, terutama pada bagian sokbreker tanpa adanya suspension lift kit. Dengan adopsi mesin dari kendaraan eksisting dinilai akan mempermudah dalam hal suku cadang dan perawatan. Dalam menuangkan konsep ILSV, PT DI berkolaborasi dengan perusahaan swasta nasional PT Jala Berikat Nusantara Perkasa (PT Jala), perusahaan yang bergerak dalam bidang armour.
Baca juga: P6-ATAV – Rantis Serbu ‘All Terrain’ Terbaru Kopassus TNI AD
Meski sasisnya mengadopsi kendaraan eksisting, ILSV berwujud sebagai kendaraan yang ideal untuk mendukung misi tempur. Sasis dan kerangka bodi disatukan dengan pengelasan. Konstruksi bodi ditanamkan dengan cara dilas tanpa ada lagi karet bodi dan baut yang menyatukan antara sasis dan bodi. Sehingga bisa dikatakan, kendaraan ini berubah menjadi monokok. Pilar yang menjadi struktur kendaraan ini terdiri atas hollow dan tube seamless. Struktur seperti ini banyak dipergunakan pembuat kendaraan militer, bahkan dari negara-negara barat.
Baca juga: KIA KM420 Utility Vehicle – Jip “Lapis Baja” Infanteri Marinir TNI AL
Dapur pacu ILSV adalah mesin diesel 1KD-FTV 2.982 cc 16 silinder commonrail dengan variable geometry turbocharger dan intercooler. Pancaran kekuatan mesin ini mencapai 172 hp dan torsi 352 Nm. ILSV menggunakan transmisi matik 4 percepatan dan transfercase 2 percepatan part-time merupakan partner bawaan mesin. ILSV dapat digeber hingga kecepatan 100 km per jam, dengan kapasitas bahan bakar 100 liter, secara teori ILSV dapat menjelajah sejauh 870 km.
Sebagai kendaraan dengan kemampuan off road, ILSV menggunakan suspensi Independent Front Suspension with coil spring (depan) dan Rigid axle leaf spring (belakang). Dan tak ketinggalan, pada bumper depan sudah disiapkan built in winch elektrik jenis Warn Zeon 8 untuk menarik kendaraan saat terjebak medan berlumpur.
Baca juga: Oka 4×4: Assault Ladder Sat-81/Gultor Kopassus TNI AD
Yang unik, ILSV varian standar mengusung desain pintu half door. Pintu ini dilengkapi dengan pintu jendela kecil yang dapat dibuka-tutup. Selain itu, pintu ini bisa di-upgrade dengan menggunakan model pintu fulldoor, dan bisa juga dilapisi kevlar agar tahan dari penetrasi peluru. Lapisan bodi ILSV varian standar menggunakan bahan duralium, alhasil tercipta struktur bodi yang kokoh dan ringan, bobot ILSV ditaksir 3,5 ton.
Sebagai rantis tempur, ILSV sudah memakai tipe ban run flat, dan pada demo produk yang diperlihatkan di Indo Defence 2016, ILSV nampak menggunakan ban Maxxis yang dipadu dengan pelek besi dari American Wheels. Untuk menunjang beragam operasi militer, pada bagian kiri dan kanan terdapat kompartemen yang disiapkan sebagai tempat senjata pelontar granat, bazoka ataupun RPG.
Baca juga: Flyer 4×4 – Jip Tempur Kopassus Era 90-an
ILSV Black Navy
Di Indo Defence 2016, ILSV juga dihadirkan dalam varian Black Navy, varian ini adalah ILSV yang berwujud rantis lapis baja. Selain punya bodi yang dirancang sanggup menahan terjangan proyektil (NIJ Level III), pada varian Black Navy juga dilengkapi mounting gun pada bagian atap untuk senapan mesin FN MAG kaliber 7,62 mm. ILSV Black Navy bisa membawa enam personel dengan perlengkapan tambahan dua radio komunikasi pada frekuensi 800 megahertz. Lalu bagaimana dengan potensi pemasaran ILSV? Selain kabarnya dilirik oleh pihak asing, TNI sendiri memesan 20 unit ILSV. (Sapto)

Baca juga: Len VDR10-MP – Military Tactical Radio Manpack Produksi BUMN Strategis
PT. DI fokus industri penerbangan aja lah. Selama ini peformanya di penerbangan masih blum bagus kok malah lirik2 buat barang lain….
Sayang sekali DI sebagai tulang punggung penguasaan tehnologi masih berkutat menekuni tehnologi rendah .Kalau macam ini mah ,bengkel -bengkel kecil bisa buat bertebaran di mana-mana.
Harusnya fokus pada tehnologi tinggi yang belum di capai bangsa ini .Seharusnya DI fokus misal bikin terpedo toh sudah dapat lisensi ,ayo kembangkan desain sendiri berdasarkan pengalaman yang didapat sebelumnya. Atau ciptakan ucav untuk tni au. Kalau tidak DI siapa lagi yang akan merancang terpedo/ucav/drone created and made by Indonesia?.
Memang tidak gampang tapi karena tidak gampang itulah makanya PERLU USAHA kalau perlu joint dengan luar.Untuk apa DI ikut -ikutan produksi RANPUR biarkan pindad ,yang jelas itulah bidangnya . INI over lapping ngggak karuan.piye iki ?pusing .
Iya semua yg anda sampaikan ini sedang dikerjakan. Dan saya juga setuju sih, mending DI fokus ke teknologi dirgantara saja lah biar spesialisasinya jelas (pindad teknologi darat, DI teknologi dirgantara). Ada juga kemungkinan mengapa pt DI bikin produk ini, mungkin lagi nyari dana segar dan cepat
Orgrasional, seharusnya DI melengkapi sarana terowongan angin kecepatan tinggi . Setahu saya kita hanya punya terowongan angin kecepatan rendah yang di gunakan untuk menguji olah gerak pesawat angkut seperti CN235,N212,N219 dst . Kita ada program IFX tentu butuh terowongan angin kecepatan tinggi nantinya bila mau melakukan upgrade atau mau buat versi sendiri . juga di perlukan untuk merancang rudal/roket ,olah geraknya bisa di uji disana sebagai ” proof design”. .lolos dari sana baru bisa di sebut desainya berhasil . Sampai kapanpun kita tak akan mampu merancang RUDAL yang kecepatannya lebih dari 1 march,tanpa ada terowongan angin kecepatan tinggi.
Lebih baik DI devisi turbin yaitu Nusantara Turbin membantu Sari Bahari dalam merancang TURBO JET untuk mentenagai rudal petir. Jelas insinyur di sana lebih ngerti soalnya memang spesialis turbin. Jerman tahun 1945 sudah bisa bikin mesin jet ,kita harus bisa bikin yang sederhana saja yang penting bisa terbang 1 jam maksimal sudah cukup . Jerman dulu bikin belum ada alat bantu canggih seperti komputer , masa kita dizaman tehnologi ini nggak mampu ?
Banyak banget ragam rantis yg dibuat di Indonesia. Toh fungsinya gak jauh beda. PT. DI sebaiknya gak perlu berebut pasar rantis di Indonesia dng PT. PINDAD.
kalau rantisnya bisa terbang sih boleh juga
Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) nya berapa? Kok kayaknya masih rendah sekali. Harusnya utk ban, velg, dan kursi bisa bikin sendiri. Ban runflat minta ke Gajah Tunggal buat bikin, velg banyak yg bisa buat, kalau kursi, ya kebangetan banget kalau masih ngambil kursi racing buatan Amrik, pasti di Indonesia ada yg bisa bikin.
Terkadang produksi sendiri lebih mahal dari impor. Tergantung kondisi usaha hulu-hilirnya.
DI jangan yg buat… DI fokus pespur aja kalau mau buat yg kayak gini serahin aja ke pihak lain atau buat anak usaha aja…
Nnumpang nanya bung admin,kalo ptdi bikin rantis dg mencomot sasis dan mesin toyota apa kalo semisal diproduksi massal utk keperluan tni bahkan expor harus pake merk toyota atau bayar lisensi?
Mengingat tni sendiri di semua kesatuan rantis 4×4 beragam type dan merk yg hasilnya kurang baik thd pasokan suku cadang dan logistic bermacam macam merk. Thx…
@Ivan: Nah itu dia masih jadi pertanyaan, kalau tetap pakai sasis dari kendaraan lain utk produksi massal, biasanya harus “permisi” dulu sama prinsipal. Tapi utk itu belum ada info lanjutan.
Min boleh tahu sumbernya? Kan banyak armoured vehicle yang memang basisnya kendaraan sipil contohnya Land Cruiser 70, Ford F-450/550 apa mereka bayar lisensi? Bukannya jatuhnya kendaraan sipil dibeli bebas kemudian dipasang bodinya seperti karoseri. CMIIW
vleg nya masih versi sipil ya? baut2 terekspose. Coba contohin tuh GAZ Tiger rusia atau M-ATV/JLTV Amerika, velgnya bener2 standar jip militer.
Masih banyak tipe dalam dunia aviasi yang belum tersentuh, misal yg sepele balon udara, sailplane, ultralight glider, entry level jet.
Mendukung…pt DI fokus kfx/ifx…mending job diatas di take overkan pt pindad
Kfx kan udah ada subnya sendiri. Buat cari untung, lebih baik PT DI jangan malu kembangin pesawat2 kelas ringan semacam light sport, micro jet, pesawat training, dll. Sebenarnya nominalnya bukan main, untuk general aviation saja menyumbang 1% lebih GDP Amrik dan membuka jutaan lapangan pekerjaan.
jangan serakah ptdi, lak serakah malah gak bisa berkembang bisnis mu tar. semua kok mau di pegang, biar pindad yang pegang rantis. meding fokus ke pesawat supaya bisa fokus dan menghasilkan produk yang sesuai dengan amanat yang diemban kepadamu.
PT. DI harus fokus jgn asal buat prototipe. N219 aja blm test flight dan msh banyak keterlambatan pengiriman untuk TNI AU. Berkacalah pada PT. PAL jgn besar nafsu tenaga ga ada kyk edi tansil. Lbh baik ambil posisi jadi service center sukhoi sama eurocopter di kawasan ini.
DI kok main serobot tugas PINDAD ya,
Seharusnya fokus ke matra udara aja gausah serakah.
Apalagi bikin ranpur teknologi “biasa”