Eurostar E3000: Platform Satelit Komunikasi Untuk Militer Indonesia
|Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI telah menunjuk Airbus Defence and Space (ADS) untuk menggarap proyek satelit militer untuk Indonesia. Dan jika tiada aral melintang, di tahun 2019 tiga unit satelit sudah rampung dan selajutnya dapat diorbitkan ke luar angkasa. Namun pertanyaanya, tipe satelit apakah yang diakuisisi untuk kebutuhan strategis pertahanan militer Indonesia?
Baca juga: 2019! Satelit Militer Indonesia Resmi Mengorbit di Luar Angkasa
Pertanyaan diatas secara tak langsung telah terjawab beberapa hari lalu, setelah kami menerima siaran pers dari pihak perwakilan Airbus Group terkait partisipasi perusahaan tersebut dalam ajang Indo Defence 2016. Disebutkan bahwa tipe yang digunakan sebagai sarana satelit komunikasi militer Indonesia mengadopsi pada platform Eurostar E3000. Mengenai fitur-fitur apa saja yang akan dibenamkan pada satelit TNI ini sudah barang tentu sangat rahasia. Namun spesifikasi standar satelit ini dapat dilacak, meski jauh dari kesan informasi yang komprehensif.
Baca juga: LAPAN-A2 – Satelit Mikro dengan Kemampuan Intai Maritim
Eurostar E3000 adalah model satelit generic yang umum digunakan sebagai penjunjang komunikasi sektor sipil dan militer. Satelit ini mengadopsi bahan kimia, sistem propulsi bi-propelan untuk menyesuaikan arah orbit dengan perangkat tambahan plasma propulsion system (PPS). E3000 dikenal sebagai satelit komersial pertama yang menggunakan baterai Lithium ion.
Konfigurasi bus E3000 dapat dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, tetapi sebagian besar satelit E3000 memiliki massa peluncuran antara 4.500 dan 6.000 kg, dan bentang solar cell antara 35 dan 45 meter yang menyediakan payload power ranging antara 9 hingga 16 kilowatt sampai periode akhir satelit. Secara umum E3000 dapat mengakomodasi lebih dari 100 transponder dan beberapa antena. Namun kecenderungannya, satelit ini memiliki 50 dan 90 transponder dalam frekuensi Ku band dan C band.
Baca juga: BRIsat – Akankah Jadi Satelit Komunikasi Utama TNI?
Sampai saat ini, ADS telah meluncurkan lebih dari 50 satelit dari beberapa tipe Eurostar. Jenis pertama Eurostar adalah Inmarsat-2 F1, yang telah beroperasi lebih dari 20 tahun. Beberapa satelit yang dibangun dari platform Eurostar E3000 adalah satelit Hispasat Amazonas 1 dan 2, Arabsat 5A- 5B, dan 5C, Astra 1M, 1N, 2E, 2F, 2G, 3B dan 5B, W3A Eutelsat dan Hot Bird 8-10, Intelsat 2/10, kasat, Atlantic Bird 7, W5A Telesat Anik F1R, Anik F3 dan Nimiq 4, Skynet 5A-C dan seri Inmarsat yang terdiri 4 satelit. Di Indo Defence 2016 yang akan berlangsung 2 – 5 November di JIExpo, Kemayoran, besar kemungkinan model satelit ini akan diperlihatkan ke publik.
Dalam Proyeksi dan Kegiatan Kemhan Tahun 2016, disebutkan bahwa komponen paket satelit militer Indonesia terdiri dari satu (1) unit satelit geostationer (GSO) dan tiga (3) unit satelit non geostationer (NGSO).
Dari kesemuanya, pemegang peran utama adalah satelit geostationer. Dengan beroperasi di ketinggian 36.000 Km, fungsi satelit ini sebagai penunjang peran komunikasi. Karena sifatnya geostationer yang ‘standby’ diatas langit Nusantara, satelit ini siap melayani kebutuhan akses selama 24 jam selama rentang waktu 15 tahun. Satelit komunikasi militer ini berjalan di spektrum frekuensi L-band, FSS, BSS, Ku-, C-, dan Ka-. Satelit geostationer ini dipersipkan untuk mengisi slot orbit 123BT.
Sementara untuk satelit non geostationer (NGSO), dari tiga unit yang dipesan, namun hanya dua unit yang ikut diorbitkan bersama satelit GSO. Sisanya satu unit satelit dipersiapkan sebagai cadangan di Bumi. Dengan pola operasi mengikuti orbit di Bumi, maka satelit terus bergerak mengikuti ritme yang telah ditentukan. Dalam 24 jam, setiap satelit 14 kali melintasi wilayah Indonesia (circular near equatorial).
Dengan beroperasi di ketinggian orbit rendah 650 Km, fungsi satelit ini sebagai remote sensing dan pengintaian. Waktu layanan satelit NGSO tak sepanjang satelit GSO, yakni pada rentang tiga sampai lima tahun. Satelit pengintai (spy) ini berjalan di di spektrum frekuensi UHF, SHF, L-band, X-band, dan S-band. Dari paparan diatas, pihak Kemhan menyebut komponen satelit GSO dan NGSO merupakan satu kesatuan dalam arsitektur Satuan Pertahanan. (Bayu Pamungkas)
Mungkin sistemnya bisa lebih seperti satelit MUOS (Mobile User Objective System) milik Amerika. Dia sistemnya pake konversi WCDMA ke UHF SATCOM. Keuntungannya dia bisa tembus ke hutan2 yg sistem biasa nggak bisa. Terakhir udah ada 5 unit yg diluncurkan, satu kerjasama dgn Australia.
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Mobile_User_Objective_System
Sedangkan cina sudah ada anti nya, gimana yach..
Kapal perusak Rusia kelas Udaloy lagi sandar tuh di Tanjung Priuk, bikin liputannya dong kan ada open ship tuh ntar, oke?
Sepertinya satelite NGSO itu ada kameranya dan dapat di gunakan untuk memata matai negara2 yang di lewatinya …dan mungkin pada saat masih dekat dgn satelite GSO ,satelite NGSO bisa langsung memberi data realntime k GSO dan GSO meneruskan datanya ke stasiun/markas militer di indonesia…cmiiw
Kalo dari beritanya dan literatur yg ada, kemungkinan satelit ini jenis satelit komunikasi, kecuali ada bbrp komponen tambahan. Sifatnya militer krn di dedikasikan utk komunikasi data militer, termasuk komunikasi antar matra spt kapal perang dg pesawat tempur. Secara teori bisa digunakan utk relay data UAV, namun dengan delay data yg lumayan tinggi.
Satelit mata2 atau satelit reconn yg canggih biasanya ada komponen kamera resolusi tinggi (spt sat corona atau zenith) atau sensor inframerah atau dilengkapi komponen radar (deteksi rudal ICBM). Bbrp satelit mata2 juga bertugas menangkap / menyadap sinyal komunikasi.
Sekarang tinggal menerka nerka kira2 satelit militer Indonesia nanti pakai perangkat apa saja.
@budiman
Bisa juga satelit recon menggunakan sensor radar SAR/ISAR yang tentunya lebih murah dibanding kamera resolusi tinggi
“pihak Kemhan menyebut komponen satelit GSO dan NGSO merupakan satu kesatuan dalam arsitektur Satuan Pertahanan”
NGSO kebanyakan adalah Satelit pengintai (spy)
Kalau memakai radar (SAR/ISAR) hasilnya seperti ini
http://www.eas.ee/kosmos/images/Uudiste-pildid-2015/2015-08-31-capitol.jpg
kalau memakai kamera hasilnya jauh lebih detail mirip kamera biasa atau kamera pesawat UAV pengintai
Tapi kehebatan SAR adalah bisa melihat dibalik awan atau hambatan cuaca lainnya
Iya, pake sistem SAR (Synthetic Aperture Radar) memang lebih cost effective dibandingkan dengan sistem teleskop. Kedua juga bisa tembus awan
Contohnya SAR Lupe punya Jerman, kecil tapi bisa dapet resolusi 50 cm
https://id.m.wikipedia.org/wiki/SAR-Lupe
Pantesan TNi mau ambil kapal selam kilo dengan rudal kaliber.mungkin untuk menambah daya jangkau dan akurasi serangan.tanpa satelit rudal jelajah tidak akan mampu..lalu pertanyaan apa bener rudal jelah TNi sudah punya.wong satelitnya aj.baru bikin
Informasi dari mana mbak ? jangan ngawur ah
hahahaha .. jangan bicara ghoib disini
Yang utama saya kira interoperability antar lembaga pertahanan negara , TNI selaku operator+user , dept.hankam dan tentunya BIN yang setiap geraknya haruslah senyap
ehm!!! proyek ndl (national datalink).
saya sndr malah berharap jgn saab yg menang. biar saab untuk tni ad saja
Kenapa bung ayam jago ?
@n-angel
egoisme kakak tertua.
Satelit pengintai (spy) ini berjalan di di spektrum frekuensi UHF, SHF, L-band, X-band, dan S-band.
Bisa melihat gerak pasukan musuh.? Atau bisa memantau wilayah negara lain layaknya satelite mata2.?
Kalau di cermati dari tulisan di atas sepertinya bisa hung ruskye
Kelihatannya begitu bung
“pihak Kemhan menyebut komponen satelit GSO dan NGSO merupakan satu kesatuan dalam arsitektur Satuan Pertahanan”