AGM-65 Maverick Jadi Rudal Udara ke Permukaan Tersukses, Sudah Diluncurkan 6.000 Unit dalam Peperangan
|Bila ada yang bertanya, jenis rudal udara ke permukaan apakah yang paling sukses dipasaran? Maka arah jawabannya mungkin akan merejuk pada rudal udara ke permukaan produksi Raytheon, yakni AGM-65 Maverick. Pasalnya sejak dirilis pada tahun 1972 dan langsung digunakan dalam Perang Vietnam, AGM-65 dengan keseluruhan variannya telah diproduksi lebih dari 70.000 unit.
Bukan itu saja, lantaran banyak diapalikasi di beragam jenis pesawat udara, dan dioperasikan tak kurang dari 35 negara, sudah 6.000 unit AGM-65 yang digunakan dalam peperangan. Salah satu debut yang ‘menguras’ stok Maverick adalah laga Perang Teluk I dan II.
AGM-165 aslinya adalah rancangan Hughes Aircraft Company (sekarang Raytheon) dan pertama kali diproduksi pada tahun 1972. Selain ampuh untuk menghancurkan obyek berupa bunker, Maverick nyatanya jauh lebih populer sebagai senjata pemusnah tank. Dalam perang Teluk I, Maverick banyak dilepaskan dari A-10 Thunderbold (tank buster) untuk menghancurkan armada tank Irak.
AGM-65A Maverick adalah varian pertama yang dilansir pada 1972 atas pesanan AU AS. Saat itu AU AS mengisyaratkan untuk mengganti bom konvensional dengan persyaratan ketat bahwa bom tersebut harus memenuhi kriteria berupa berat maksimal 500 lbs (226 kg), dapat dikendalikan dengan sistem sederhana, dapat diangkut pesawat tempur yang ada serta mudah perawatannya. Setelah mengajukan berbagai contoh, terpilihlah produk Raytheon System Co., dengan wujud rudal kecil, manis, mempunyai empat sayap delta, mampu membawa hulu ledak seberat 57 kg serta mampu diluncurkan mulai dari ketinggian 10 hingga 27 kilometer.
Dalam uji coba, AGM-65 Maverick dapat diluncurkan pada variasi kecepatan mencengangkan. Mulai dari 200 knots hingga 2 Mach. Hampir mustahil saat itu ada rudal atas permukaan mampu dilepaskan pada kecepatan supersonik. Hal ini dimungkinkan karena Raytheon System Co, telah melengkapi rudal ini dengan motor roket yang akan bereaksi dua tahap, yaitu tahap realesed selama 0,5 detik dengan daya dorong sebesar 10.000 lbs (4536 kg) dan tahap launching selama 3,5 detik dengan daya dorong 2.000 lbs.
TNI AU pertama kali mulai mengenal AGM-65 Maverick saat pembelian paket 12 unit F-16 A/B Fighting Falcon pada tahun 1990. Yang diadopsi kala itu adalah tipe AGM-65G dengan pemandu infra red. Selain digunakan oleh F-16, TNI AU juga kerap memasang AGM-65G pada jet tempur taktis Hawk 209 dan Hawk 109.
Jika ditilik dari segi usia, Maverick AGM-65G TNI AU kini sudah berumur tua. Sebagai gantinya lalu dipilih Maverick AGM-65K2 buatan Raytheon Corporation, AS. Rudal ini digadang untuk melengkapi sisa 10 unit F-16 di Skadron Udara 3 dan 24 unit F-16 C/D Block 52ID di Skadron Udara 16.
Merujuk ke Defense Security Cooperation Agency – dsca.mil (22/8/2012), paket pengadaan rudal AGM-65K2 sama persis dengan paket terdahulu untuk AGM-65G, yakni terdiri dari unit misil utama AGM-65K2 sebanyak 18 unit, TGM (Training Groung Missile)-65K2, rudal tiruan (dummy) yang dipakai sebagai prasarana latihan. TGM mempunyai sistem serupa dengan AGM-65K2, cuma tidak dilengkapi motor roket, jadi tidak dapat diluncurkan. TNI AU mendapakan 36 unit TGM-65K2. Kemudian TNI AU mendapatkan 3 unit TGM-65D MTM (Maintenance Training Missile) yang digunakan teknisi guna mengecek sistem alat bidik yang ada di pesawat. Secara keseluruhan paket pengadaan yang masuk dalam program FMS (Foreign Military Sales) ini bernilai US$25 juta.
Agar cocok untuk segala tugas, pihak pabrikan sengaja menciptakan Maverick dengan desain modular. Alhasil dengan konsep ini perangkat penuntun bisa digonta-ganti sesuai keinginan pemesan. Sebagai contoh untuk AGM-65 A/B/H menggunakan sistem pemandu TV. Lantas masih ada lagi AGM-65 D/F/G yang memiliki pemandu infra merah. Dengan desain modular, maka Maverick generasi anyar dapat di upgrade ke versi lain, sebagai contoh AGM-65K di AS berasal AGM-65G yang telah di upgrade sistem pemandunya.
Bila AGM-65G mengandalkan infra red, maka sistem pemandu AGM-65K adalah sensor charge couple device (CCD) TV 480×480 pixels, ini merupakan sensor cahaya dalam kamera yang berfungsi merekam gambar. Dengan teknologi pemandu ini, maka rudal dapat beroperasi standoff setelah diluncurkan. (Gilang Perdana)
Coba Indonesia kasih ni rudal ke China atau iran, dijamin g lama bakalan ada versi kloningannya, enaknya punya sdm yang berkualitas seperti itu, jangan kyk disini,sdm yang berkualitas kalah saing sdm asal bapak senang, mewujudkan MEF aja tarik ulur padahal sudah diamanatkan dalam uu
Wajarlah…
Mengingat populasi pespur yang dapat menggondol rudal tersebut dari zaman old and new…