AS532UL Horizon – Bukti Keluarga Super Puma Bisa Jadi Helikopter Airborne Early Warning
Kemampuan multirole pada helikopter Super Puma sudah diketahui luas, maklum Super Puma adalah salah satu produk (rakitan) andalan dari PT Dirgantara Indonesia yang telah digunakan oleh TNI AU dan pernah digunakan oleh Puspenerbal TNI AL. Namun, dari sekian banyak kebisaan dan varian Super Puma, jarang ada yang tahu bila helikopter twin engine ini bisa mengemban peran sebagai helikopter Airborne Early Warning (AEW).
Yang dimaksud pun bukan sebatas prototipe, melainkan sudah berwujud produk ‘real’ yang telah dioperasikan oleh miltiter Perancis. Yang dimaksud disini adalah AS532UL Horizon Cougar buatan Airbus Helicopters (d/h Eurocopter). Agar tak bingung dengan label helikopter ini, perlu disimak bahwa AS532 adalah kode yang disematkan saat helikopter ini diproduksi oleh Eurocopter. Sementara versi sipilnya dikenal dengan label AS332 Super Puma.
Ketika Eurocopter telah berganti nama menjadi Airbus Helicopters, maka label terkini yang disematkan adalah H215M Cougar/Super Puma. Meski ada kesamaan tampilan dengan helikoper H225M Caracal, namun dapat dilihat perbedaan yang signifikan, Caracal mengusung lima bilah baling-baling pada rotor utama, sementara AS532 atau H215M mengusung empat bilah baling-baling pada rotor utama.
Kembali ke sosok AS532UL Horizon, helikopter dengan radar intai yang mirip Changhe Z-18J AEW ini, rupanya dioperasikan oleh AD Perancis. Dikutip dari army-technology.com, disebutkan bahwa rancangan helikopter AEW ini awalnya dihadapkan pada konteks Perang Dingin, dimana AS532UL Horizon disiapkan untuk mengintai pergerakan armada tank milik Pakta Warsawa. Namun, karena Uni Soviet keburu bubar, debut AS532UL Horizon tak begitu moncer.
AS532UL Horizon dibentuk untuk mendukung fungsi command, control, communications and intelligence (C3I) pada role heliborne surveillance radar. Dirunut dari sejarahnya, Kementerian Pertahanan Perancis resmi memesan empat unit AS532UL Horizon berikut dua mobile Ground Control Station pada tahun 1992. Dan baru pada Juli 1996, unit perdana helikopter ini mulai diterima AD Perancis.

Dalam gelar operasinya, AS532UL Horizon dilengkapi radar multi-mode retractable yang punya jangkauan deteksi hingga 200 km. Dengan radar yang berputar di bawah fusegale, pada ketinggian 4 ribu meter dan kecepatan 180 km per jam, maka dapat dideteksi area seluas 20.000 km pada jarak 200 km.
Setiap data yang diperoleh, kemudian diteruskan ke Ground Control Station lewat transmisi yang dienkripsi. Peralatan navigasi yang melengkapi AS532UL Horizon termasuk Decca navigator and flight log dengan autopilot SFIM 155, navigasi inersia, dan GPS. Perlengkapan standar juga mencakup radio VHF omni directional, instrument landing system (ILS) dan radar altimeter.
Baca juga: Kamov Ka-31 AEW&C – Helikopter Intai Maritim Spesialis Peringatan Dini
Sebagai helikopter yang punya peran vital dalam laga pertempuran, AS532UL Horizon dilengkapi enam tangki bahan bakar fleksibel dengan kapasitas 2.020 liter. Jika tangki bahan bakar terkena tembakan, maka otomatis aktif fitur self-sealing untuk mencegah terjadinya kebocoran.
Dengan bahan bakar penuh, AS532UL Horizon dapat terbang selama 4 jam 20 menit dalam jarak jelajah 776 km. Kecepatan maksimum AS532UL Horizon 278 km per jam dan kecepatan jelajah 258 km per jam. Sejak Mei 2008, AS532UL Horizon tak lagi digunakan, sebagai gantinya AD Perancis saat ini memanfaatkan peran drone intai. (Bayu Pamungkas)
Kata kuncinya
” debut AS532UL Horizon tak begitu moncer.”
—————————————
Ya begitulah kemampuannya. Tp model spt itu meniru fungsi heli Ka-31 AEW dari Rusia. Bedanya kalo heli Ka-31 AEW dari Rusia sdh terbukti stroongg bingit makanya India doyan banget heli buatan Rusia itu.
Jangkauan deteksi Ka-31 AEW Ampe berapa km Dhek Rukimin??
Sayang sekali hanya bisa mendeteksi area seluas 20.000 km persegi, sebab helikopter tidak bisa terbang tinggi.
Kita tetap butuh pesawat sayap tetap AEW&C yang bisa mendeteksi area seluas 480.000 km persegi.
Kelihatannya heli AS532UL horizon ini hanya diprioritaskan utk mendeteksi tank.itu sebabnya kenapa angkatan Darat perancis yg mengoperasikan heli aew horizon.dimasa sekarang opsi utk beburu tank biasanya diserahkan pd drone, heli serang ataupun pesawat serang darat spt A10 warthog.
Mantap jiwa ! Hajar bleh ! Segera beli AS532UL Horizon Cougar ini 200-300 unit. Customisasikan agar bs diinstalasi dengan senjata gatling gun perenggut nyawa. Tempatkan di seluruh kapal-kapal frigat, destroyer dan LHD 075 yg jg hrus kita beli. Fokuskan di LNU dan LCS, untuk suatu saat bs digunakan menginvasi Spratly dan Paracel. Maksimalkan dana 11.000 T utk pertahanan berprinsip invasi dan agresi. Laksanakan ! Bravo !
Ngapain jg Indonesia invasi spratly & paracel memangnya Indonesia punya sengketa wilayah disana.
Akhirnya terjawab juga, wah cocok itu PTDI buat terus ntar dipake di Fregat atau LPD kita buat tambahan platform AEW sebelum punya pesawat AEW sendiri.
Iya bung, sepertinya progress.y ke arah sana
Bagus itu dan kalo Typhoon dibeli bisa dapet Lisensi full CN235 itu. Bisa dioprek buat jadi AEW&E itu.
Nah ini, ToT bisa pelan-pelan bisa juga cepet. Dari awalnya beli heli terus rakit heli akhirnya bisa buat heli.
Gitu juga Ama Korvet, Fregat sama Kasel.
So, buat yg khawatir Indonesia gagal buat pespur gegara masalah lisensi atau kerjasama joint production KFX/IFX tenang aja, apapun jalannya Indonesia pasti bakal dapet kok tuh ilmu buat pesawat. Kayak Turki buat MBT Altay itu juga awalnya Lisensi dari K2 Black Panther Korsel, eh sekarang udah bisa ekspor ke UEA si Turki. Kita Lisensi LPD dari Korsel eh sekarang bisa ekspor ke Filipina ngalahin Korsel. Jadi gak perlu khawatir ya.
Ini bukan masalah khawatir Indonesia gagal mbah. Tp yg lebih utama itu masalah perjanjian share pembiayaan dan dampaknya terhadap keterlibatan Indonesia dlm pembuatan spare part.
Katakanlah 4 teknologi kunci yg sdh didpt korsel dr pihak lain gak akan dibagi ke kita itu wajar. Tp 21 teknologi lainya yg di dpt dr LM paling tidak ada yg dibagi dng Indonesia dong, kan ini joint produksi namanya bukan buat berdasarkan lisensi spt LPD atau kasel changbogo. Itu yg dimasalahkan. Artinya dr 21 item itu ada paling tdk 5-6 item berdasarkan sharing yg menjadi bagian Indonesia utk memproduksinya. Sehingga jika diproduksi bersama nantinya 5-6 item ini disupport oleh pabrikan di Indonesia walaupun utk kebutuhan korsel sendiri atau ekspor. Jd ada nilai tambahnya bagi Indonesia. Contohnya Tank Harimau hitam, itu walau nanti yg jual Turkey tp ada bagian yg didatangkan dr Indonesia. Demikian jg sebaliknya. Itu prinsip joint produksi.
Ente pikirkan saja jika berdasarkan sharing rencananya RI membeli 40 unit. Berarti itu semua suku cadangnya dr korsel kita kebagian sayap ekor dan landing gear doank. Artinya sama aja kita beli utuh cuma dijahit di PT DI doank. Makanya share kita minta diturunkan dan nantinya RI hanya akan ambil 1 squadron saja.
Kita kesampingkan dulu pasal hak jual yg jg dipermasalahkan RI.
Ane malah gak yakin Indonesia cuman sayap ekor dan landing gear aja. Setau ane, untuk avioniknya saja Indonesia membantu banyak dalam pengembangannya belum yg lainnya. Mungkin kalo hardware kita gak buat tapi gimana kalo software yg ngerjain Indonesia. Justru dalam sebuah alutsista modern, software sendiri nilainya hampir 20-30% dari harga dan biaya produksi loh. Kalo semakin canggih Alutsistanya bisa nyampe 50% lebih. Itulah kenapa upgrade software kayak Typhoon yg mau dibeli dari Austria harganya hampir setara kalo beli baru.
Ya makanya Indonesia ambil Viper itu buat lebih memuluskan rencana KFX/IFX sekaligus kebutuhan buat di LCS. Bisa jadi F-35 juga bakal diakuisisi sama Indonesia biar lebih lancar lagi ToT IFXnya.
Kalo masalah hak jual itu perkara lain, itu karena menyangkut banyak sparepart buatan banyak negara. Gak 100% murni dibuat Ama Korsel atau Konsorsium, makanya Indonesia butuh kejelasan ntar dapet profit sharenya berapa, itu yg mungkin jaman SBY agreement nya gak jelas Ampe disitu. Dulu kan rencananya SBY cuman sampe dapet ToT aja gak Ampe penjualan juga.
Yah asal pelan-pelan ntar kan di blok 2 dan seterusnya bisa jadi Indonesia ngembangin sendiri dan kalo beberapa sparepartnya bisa diproduksi dalam negeri baru deh ngomongin penjualan kayak LPD Filipina dulu. Ikuti aja alurnya ntar juga sampai pada kemandirian bangsa. Jarang loh ada negara yg bisa buat alutsista kayak tank, Kapal perang, kasel, pespur, kapal angkut, LPD, peluru, senjata, satelit Ampe roket peluncurnya juga. Itu udah setara negara besar yg maju dan mandiri Alutsistanya loh. Targetnya pengembangan dan dana researchnya di perbesar khususnya buat Alutsista.
Gitu kan enak akuuur paijo