Banyak Masalah pada Jet Tempur JF-17 Thunder, AU Myanmar Dibuat Mati Kutu

Terkena embargo persenjataan dari Amerika Serikat dan Eropa Barat, otomatis membatasi pilihan bagi Myanmar dalam program alutsistanya. Terkhusus pengadaan jet tempur, maka opsi Myanmar hanya tersedia dua, yakni ke Rusia dan Cina. Untuk heavy fighter, Myanmar telah menjatuhkan pilihan pada jet tempur Sukhoi Su-30SME buatan Rusia, sementara penempur lapis kedua, modernisasi menjatuhkan pilihan pada JF-17 Thunder.

Baca juga: Bersitegang dengan Thailand, AU Myanmar Diperkuat Sukhoi Su-30SME

Rupanya yang disebut terakhir, yakni JF-17 Thunder, menyisakan masalah yang cukup ruwet bagi junta militer Myanmar, pasalnya performa jet tempur generasi keempat itu berada di bawah standar dan menyulitkan bagi operasional awaknya, hingga berbuntut AU Myanmar harus meng-grounded armada JF-17 Thunder.

Kilas balik ke tahun 2016, Myanmar menandatangani kontrak untuk pembelian 16 unit JF-17 dari Cina, yang per unitnya dibandrol US$25 juta. Angkatan Udara Myanmar menerima batch pertama 6 pesawat pada tahun 2018, sementara status sepuluh pesawat sisanya tidak diketahui.

Dengan harga US$25 juta per pesawat, membuat JF-17 Thunder jauh lebih murah daripada hampir semua pesawat tempur generasi keempat lainnya yang tersedia saat ini. Dengan pembelian JF-17, Myanmar menjadi negara pertama di luar Pakistan yang memiliki penempur bermesin tunggal ini.

Dikutip dari eurasiantimes.com (25/11/2022), disebutkan bahwa JF-17 yang dioperasikan AU Myanmar memiliki masalah struktural dan masalah teknis lainnya, sumber informasi tersebut berasal dari analis pertahanan dan pensiunan pilot AU Myanmar.

JF-17 Thunder yang digadang untuk melakukan intersepsi, serangan darat, dan misi pengeboman, terbukti tidak dapat dioperasikan. Bahkan militer Myanmar tidak memiliki pengetahuan dan teknologi untuk menyelesaikan masalah tersebut.

JF-17, yang diproduksi bersama oleh Pakistan Aeronautical Complex dan Chengdu Aerospace Corporation China, dikembangkan untuk mengimbangi Angkatan Udara India. Pesawat ini dilengkapi dengan avionik mutakhir, ditenagai oleh mesin Rusia, dan menggabungkan badan pesawat buatan Cina.

Radar KLJ-7 Al buatan Cina merupakan komponen penting dari avionik JF-17. Namun, sistem radar memiliki akurasi yang buruk dan membutuhkan perawatan yang sering. Seorang mantan pilot Angkatan Udara Myanmar mengatakan ketika pesawat mengalami tekanan gravitasi yang parah, badan pesawat rentan terhadap kerusakan, terutama di ujung sayap dan cantelan senjata.

Selain itu, program JF-17 saat ini sedang lesu karena tidak ada cukup suku cadang untuk mesin pesawat Klimov RD-93 buatan Rusia. Amerika Serikat memberlakukan sanksi terhadap raksasa senjata Rusia Rosoboronexport, yang mengekspor mesin dan suku cadang RD-93 pada 2018.

Namun, Myanmar bukan satu-satunya negara yang menghadapi kesulitan. Tahun lalu, dilaporkan bahwa armada JF-17 Thunder Pakistan telah memusingkan Islamabad karena biaya operasional dan pemeliharaannya yang tinggi dibandingkan jet tempur yang lebih modern.

Militer Myanmar membeli jet tempur JF-17 melalui perantara antara 2015 dan 2020, karena avionik dan elektronik diproduksi dengan komponen dari negara-negara Barat. Empat tahun setelah ditugaskan, JF-17 masih tidak dapat digunakan untuk pertempuran karena akurasinya yang di bawah standar.

Baca juga: Angkatan Udara Myanmar Diperkuat Jet Latih Tempur FTC-2000G Mountain Eagle

Angkatan Udara Myanmar konon mengadakan diskusi dengan Pakistan untuk memperoleh rudal udara-ke-permukaan, bersama dengan bom dan roket, untuk melakukan serangan udara mematikan terhadap warga sipil dan organisasi revolusioner. Sebuah pesawat kargo dari Pakistan yang membawa suku cadang JF-17 dilaporkan tiba di Myanmar sekitar bulan Mei tahun ini. (Gilang Perdana)

4 Comments