Update Drone KamikazeKlik di Atas

‘Temani’ Indonesia, Vietnam Juga Masih Operasikan Meriam Hanud Tua 61-K (M1939)/Type 55

Indonesia tidak sendiri dalam mengoperasikan alutsista hanud era Soviet. Selain meriam S-60 kaliber 57 mm, ada kesamaan antara Indonesia dan Vietnam dalam mengoperasikan meriam hanud 61-K (M1939) kaliber 37 mm. Di Indonesia, meriam hanud 61-K (M1939) masih dioperasikan Batayon Arhanud Korps Marinir TNI AL.

Baca juga: “Nggak ada Matinya,” TNI AD Kembali Modernisasi Meriam PSU S-60 Kaliber 57mm

Dan pada pameran pertahanan Vietnam Defence Expo 2024, Vietnam memperlihatkan alutsista anti jamming ini di antara beragam persenjataan generasi terbaru. Seperti dikutip Armyrecognition.com, meriam hanud 61-K (M1939) aslinya adalah buatan Uni Soviet, namun meriam ini juga dibuat oleh Cina dengan label Type 55. Dan yang digunakan oleh Vietnam adalah buatan Cina, yang dicirikan dengan adopsi dua laras.

Meriam ini secara khusus dirancang untuk menghancurkan target udara di ketinggian hingga 3.000 meter, sekaligus mampu menyerang target darat dan laut. Dengan laju tembakan 160 hingga 180 peluru per menit dan kecepatan proyektil awal 880 hingga 900 meter per detik, meriam ini menawarkan jangkauan maksimum 8.500 meter pada sudut 45 derajat.

61-K (M1939) sebagian terinspirasi oleh meriam hanud Bofors 40 mm buatan Swedia, tetapi dikurangi menjadi kaliber 37 mm agar lebih sesuai dengan kemampuan industri dan kebutuhan operasional Uni Soviet. Sistem ini menggunakan konfigurasi semi-otomatis, menembakkan amunisi berkecepatan tinggi, dan mampu menyerang target udara pada ketinggian hingga 3.000 meter.

Dilengkapi dengan laju tembakan tinggi (hingga 160 peluru per menit) dan kesederhanaan mekanis, senjata ini terbukti menjadi alat yang berharga tidak hanya untuk melawan pesawat tetapi juga untuk melawan target darat, seperti kendaraan lapis baja ringan.

Di Afrika, negara-negara seperti Kamerun telah menerima unit sistem ini, yang meningkatkan kemampuan pertahanan udara mereka. Demikian pula, Tanzania telah mengintegrasikan senjata ini ke dalam persenjataan militernya, yang mencerminkan kerja sama militer Cina-Tanzania.

Di Asia, Bangladesh memperoleh senjata antipesawat ini untuk memodernisasi angkatan bersenjatanya. Sri Lanka juga memperoleh manfaat dari sistem ini, khususnya untuk memperkuat pertahanan pesisir dan melindungi infrastruktur strategis.

Sementara yang digunakan Korps Marinir adalah 61-K mengusung kaliber 37 mm dengan laras tunggal. Sekilas tampilannya mirip dengan meriam S-60 Arhanud TNI AD, hanya saja dimensi dan ukuran larasnya lebih kecil. Dalam land version, meriam dengan bobot 2,1 ton ini mudah digerakan dan dipindahkan dengan platform four-wheeled ZU-7 carriage.

Dirunut dari sejarahnya, meriam 61-K mulai dikembangkan Uni Soviet pada akhir tahun 1930, dan secara aktif digunakan Tentara Merah dalam membendung serangan udara NAZI Jerman. Meriam ini cukup sukses digunakan di front Timur Soviet dalam menghadapi serangan pesawat pembom Jerman.

Dalam keadaan tertentu, 61-K juga bisa digunakan secara terbatas untuk melahap sasaran setingkat level lapis baja ringan. Selama berlangsungnya Perang Dunia II, awak 61-K Soviet berhasil menembak jatuh 14.657 pesawat, dengan rata-rata satu target pesawat menghabiskan 905 peluru. Untuk menghantam pesawat, amunisi yang digunakan bisa menggunakan armour piercing (AP) dengan Rolled homogeneous armour (RHA). (Bayu Pamungkas)

M1939 61-K – Meriam Pertahanan Pangkalan Arhanud Korps Marinir TNI AL