Meski Dibayangi Sanksi dari AS, Produksi Sukhoi Su-35 Pesanan Mesir Telah Dimulai
Sebagai dua negara bersahabat, ada kesamaan selera alutsista antara Indonesia dan Mesir, yakni kedua negara sama-sama mengidamkan Sukhoi Su-35 sebagai jet tempur utama. Dan atas kesamaan rencana tersebut, baik Indonesia dan Mesir pun terancam sanksi oleh Washington lewat Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA). Walau Indonesia belum menyatakan resmi mundur dari program pengadaan, berlarut-larutnya proses pengadaan Su-35 membuat banyak pihak skeptis akan kelanjutannya. Lantas bagaiman dengan Mesir yang juga terganjal CAATSA?
Baca juga: Senasib dengan Indonesia, Mesir Juga Terancam Sanksi Bila Nekat Akuisisi Sukhoi Su-35
Mengutip dari defence-blog.com (19/5/2020), sumber diplomatik militer yang dirilis oleh kantor berita TASS menyebutkan, bahwa fasilitas produksi Sukhoi (Gagarin Aircraft Plant) di Komsomolsk, Amur, telah memulai fase produksi Su-35 untuk pesanan Mesir. Masih dari sumber yang sama, dikatakan produksi Su-35 didasarkan atas kontrak yang telah ditandatangani pada tahun 2018. Lantaran di Rusia kini tengah dilanda wabah Covid-19 yang mengakibatkan beberapa pembatasan kerja, sampai saat ini belum diketahui tentang timeline produksi dan jadwal pengiriman batch pertama Su-35 ke Mesir.
Sejauh ini pihak TASS belum mendapat konfirmasi resmi atas dimulainya proses produksi Su-35 untuk Mesir. Seperti telah dituangkan di artikel yang kami turunkan pada 12 April 2019, disebut-sebut kontrak pengadaan Su-35 untuk Mesir mencapai US$2 miliar untuk 24 unit dengan jadwal pengiriman perdana diharapkan dimulai pada tahun 2020-2021.
Dikutip dari Janes.com (10/4/2019), Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo mengatakan bahwa pihaknya siap memberikan hukungan berupa sanksi kepada Mesir bila tetap meneruskan pembelian Su-35. “Kami telah menegaskan bila pemerintah Mesir membeli pesawat tempur tersebut, maka sanksi CAATSA akan diberlakukan,” ujar Pompeo saat sidang senat di Washington pada 9 April lalu. Terkait hal tersebut, Pompeo juga telah memastikan pihak Mesir memahami atas sanksi yang akan dijatuhkan bila Negeri Piramid ini tetap melanjutkan proses akuisisi Su-35.
Bentuk sanksi CAATSA bisa diterapkan dalam banyak dimensi, tidak melulu pada jenis embargo suku cadang persenjataan dan kerja sama pertahanan, namun bisa merembet ke sektor ekonomi dan perdagangan. Terakhir, AS kembali menegaskan ancamannnya pada Mesir pada akhir tahun lalu.
Baca juga: Mahathir Mohamad – F/A-18D Hornet Hanya ‘Bebas’ Diterbangkan Saat Parade Udara
Lantas bagaimana dengan tanggapan Mesir atas ancaman sanksi dari AS? Beberapa pejabat Mesir menyatakan menolak tekanan dari AS dan menegaskan pengadaan persenjataan dari Rusia adalah bagian dari kedaulatan negara. (Bayu Pamungkas)
Masalahnya ada pada DUIT bkn yg lain (CAATSA bkn alas utama) 😀
Kalau duit ada, barang juga ada. Hehe..
Pesawat sampah, China aja kecewa gitu ama Su-35. Deteksi lama pake PESA, badannya gede malah lebih gampang dideteksi duluan. Pake rudal varian ekspor masih harus dipandu, akibatnya kayak Su-30MKI India, gak berani diajak tempur lawan F-16 Pakistan. Hhhhhhhhhhhh Hhhhhhhhhhhh Hhhhhhhhhhhh Hhhhhhhhhhhh Hhhhhhhhhhhh Hhhhhhhhhhhh
Mungkin juga, tapi akan lebih baik Kita punya tambahan Armada apapun itu. Mau SU35, mau F-35, mau Rafale, mau F-16 apa aja lah. Daripada wacana terus ujung2 nya batal. Ternyata prediksi SBY benar, Kita pilih refurbished F-16 yg banyak akhirnya bisa dipakai pilot latihan. Karena praktis kecil kemungkinan akan ada tambahan setelah Covid19 menyerang.
Setuju yg penting semua diusahakan dulu mana yg realistis dan relevan, penuhi dulu target kuantitas minimum jumlah skadron, semoga apapun pespurnya kelas berat hrs punya segera sampai 2024, tentunya yg realistis dan relevan buat indonesia
Menurut anda yg tidak sampah pesawat apa? Kesimpulannya anda meremehkan apa yg sudah dipilih dengan seksama oleh TNI AU sebagai user, anda lebih hebat dalam mengomentari dr pada usernya sendiri yg kepingin memakai pesawat itu
Jawabannya sih gampang. Awalnya user Indonesia memilih pespur lebih difokuskan pada kemampuan Superioritas Udara. Saat ini untuk mencapai superioritas udara tidak melulu punya kemampuan terbang jauh, lincah dan bawa senjata banyak. Kemampuan Situational awareness yg tinggi dan interoperabilitas yg sangat baik dg berbagai platform Alutsista lah yg akan mendukung Superioritas udara.
Su-35 dg kondisi pertempuran udara saat ini dan dimasa yang akan datang jelas tidak akan cukup dan cukup sulit digunakan khususnya dalam lingkungan TNI AU dimana sebagian besar Alutsistanya khususnya pespur dan radar darat banyak menggunakan Alutsista barat, akibatnya Situational awareness pada Su-35 akan menjadi sangat berkurang dalam menghadapi ancaman dimasa depan. Belum bila bicara tentang senjata yg digunakan dan radarnya yg masih PESA.
Berbeda halnya bila Indonesia pake F-35. Kecanggihan teknologi, kemampuan berbagi data, dan sangat kompatibel dgn Alutsista barat lainnya akan membuat kemampuan Situational awareness F-35 dan seluruh Alutsista yg dipake akan memberikan kemampuannya signifikan dalam penerapan Superioritas udara. Ditambah kemampuan Stealth, radar yg sudah aesa dan rudal seluruhnya fire and forget jelas akan lebih baik bagi sayap udara Indonesia.
Ancaman kedepan bagi Indonesia bukanlah Aussie atau Singapore apalagi USA karena tidak ada kepentingan yg bersebelahan dalam rentang waktu yg lama. Beda dengan China yg punya masalah dg Indonesia khususnya di Laut Natuna Utara, penangkapan ikan ilegal hingga batas wilayah. Apalagi China dah akuisisi duluan Su-35. Jelas mereka akan lebih tau kelebihan dan kekurangan Su-35, sehingga tingkat deterren Su-35 yg akan dibeli oleh Indonesia akan sangat jauh berkurang dibandingkan dengan F-35. Gitu Bung.
sebenarnya gw setuju2 aja sama pointnya bung agato, tapi kan yg kita cari sekarang kan pesawat superioritas udara, yg dimasa damai gini tugasnya sebagai pencegat (CMIIW). nah apakah bisa nyegat lawan dari jarak BVR ? kan namanya mencegat harus dekat jaraknya, pada situasi tertentu pasti butuh kemampuan untuk dogfight. (argumen ini ane pinjem dari chanel youtube pilot pesawat tempur dassault rafale, ATE)