M1939 61-K: Meriam Pertahanan Pangkalan Etalase Arhanud Marinir TNI AL
|
Seperti halnya basis pangkalan udara (lanud), maka keberadaan pangkalan angkatan laut berupa dermaga juga menjadi bagian elemen vital yang harus mendapat perlindungan, maklum di basis pangkalan laut biasanya berkumpul beberapa kapal perang dan instalasi penting lainnya.
Baca juga: M1939 52-K – Meriam PSU “Heavy AA” Legendaris Arhanud Marinir TNI AL
Salah satu elemen yang wajib mendapat perlindungan adalah keberadaan sistem penangkis serangan udara. Dan, untuk itu TNI AL sejak lama telah membentuk Batalyon Marinir Pertahanan Pangkalan (Yonmarharlan).
Selain menjaga pangkalan dari serangan dari darat dan laut, untuk menyikapi bahaya aspek udara, Yonmarharlan TNI AL diperkuat unsur Arhanud (Artileri Pertahanan Udara) yang mandiri. Dan salah satu alutsista yang jadi andalan adalah meriam kanon M1939 (61-K) buatan era Uni Soviet. Karena buatan eks Uni Soviet, bisa ditebak bila meriam ini usianya sudah sangat tua. Jika dibandingkan dengan usia awaknya yang paling senior pun, meriam ini sudah jauh lebih tua, karena M1939 di datangkan ke Indonesia pada tahun 1961. Kedatangan meriam anti serangan udara ini terkait perkuatan pangkalan udara/laut jelang pelaksanaan operasi Trikora.
Baca juga: Bofors 40mm L/70 – Eksistensi Dari Era Yos Sudarso Hingga Reformasi
Dari spesifikasinya, kaliber yang digunakan cukup unik dan jelas tidak mengacu ke standar NATO, 61-K mengusung kaliber 37 mm dengan laras tunggal. Sekilas tampilannya mirip dengan meriam S-60 Arhanud TNI AD, hanya saja dimensi dan ukuran larasnya lebih kecil. Dalam land version, meriam dengan bobot 2,1 ton ini mudah digerakan dan dipindahkan dengan platform four-wheeled ZU-7 carriage.
Sebagai sista arhanud ringan, meriam 61-K mampu melontarkan proyektil sejauh 8.500 meter dengan jarak tembak efektif 3.400 meter. Sementara kecepatan luncur proyektil mencapai 880 meter per detik. Meriam ini secara teori punya kecepatan tembak hingga 60 peluru per menit. Dengan kemampuan putar meriam 360 derajat, sudut gerakan laras bisa digerakan antara elevasi -5 sampai 85 derajat. Seperti halnya meriam Bofors 40 mm dan meriam S-60, pola pengisian amunisi dilakukan manual menggunakan cartridge yang berisi beberapa peluru.
Baca juga: LG-1 MK II 105mm – Howitzer Artileri Medan Korps Marinir TNI AL
Dirunut dari sejarahnya, meriam 61-K mulai dikembangkan Uni Soviet pada akhir tahun 1930, dan secara aktif digunakan Tentara Merah dalam membendung serangan udara NAZI Jerman. Meriam ini cukup sukses digunakan di front Timur Soviet dalam menghadapi serangan pesawat pembom Jerman. Dalam keadaan tertentu, 61-K juga bisa digunakan secara terbatas untuk melahap sasaran setingkat level lapis baja ringan. Selama berlangsungnya Perang Dunia II, awak 61-K Soviet berhasil menembak jatuh 14.657 pesawat, dengan rata-rata satu target pesawat menghabiskan 905 peluru. Untuk menghantam pesawat, amunisi yang digunakan bisa menggunakan armour piercing (AP) dengan Rolled homogeneous armour (RHA).
Saat ini meriam M1939 K-61 melengkapi baterai (setingkat kompi) pertahanan udara Arhanud Marinir, dengan komposisi satu baterai terdiri dari 12 pucuk meriam. Belum di dapat informasi, apakah meriam ini telah dilakukan retrofit. (Bayu Pamungkas)
Spesifikasi M1939 61-K
– Kaliber : 37 mm (1.45 inchi)
– Panjang laras: 2,73 meter
– Berat: 2.100 kg
– Panjang keseluruhan: 5,5 meter
– Lebar: 1,79 meter
– Tinggi: 2,1 meter
– Elevasi laras: -5 hingga 85 derajat
– Jarak tembak maksimum: 8.500 meter
– Jarak tembak efekif: 3.400 meter
– Jumlah awak: 8 orang
Saya anehnya kok bisa aja masih awet padahal sudah dari tahun 1939?
yang jd pertanyaan drmn sumbee amunisi krn kaliber 37mm sdh banyakhd ditinggalkan oleh blok timur bhk senjata psu terbaru dari rusia, cina & pecahan pakta warsawa lbh banyak kaliber 23, 25, 30 & 57 mm.
pantasnx seluruh kanon 37mm secepatnx dipensiunkan
Kalau dari segi amunisi, 37 mm nampak jadi barang langka, boleh jadi meriam yang sekarang beroperasi mengandalkan stok sisa era 60-an.
soal jumlah senjata dan amunisi itu saya yakin sangat rahasia, namun sudah menjadi kebiasaan jika senjata spt ini dipakai maka jumlah amunisi masih sangat banyak, apalagi stok di blok timur yg masih pakai standar 37mm masih sangat banyak.
tni al dan marinir, lebih menyukai senjata dengan bahan metal dari rusia atau soviet krn mereka sangat hebat utk urusan metalurgi. Sebagai ilustrasi pada waktu kampanye seroja, meriam di kri sam rtlgi menembakkan ratusan peluru sehari semalam tanpa berhenti tanpa mengalami kelelahan metal, tidak seperti meriam di fregat amerika (samadikun) yg hanya kuat nembak 50 trus harus istirahat bbrp jam krn barelnya mulai bengkok.
walapun kuat, namun sistem ini sudah sangat usang, harusnya kalo masih mau digunakan perlu dimodifikasi dan ditambah radar FCS, seperti fledermaus atau skyguard (spt yg digunakan cina di oerlikon 35mm gdf002 mereka). sebagai catatan, tahun 80an FCS skyguard menuntun oerlikon 35mm argentina menghancurkan pesawat2 inggris di Malvinas.
marinir sendiri, seperti kopaskhas au, juga memiliki meriam oerlikon 35mm gdf002 lisensi cina, tapi tak tahu apakah sudah ada FCS nya atau belum.
om admin klo boleh usul buat artikel ttg SAM S-75 dan Rapier yang sempat dimiliki TNI dong. Btw…artikelnya top smwa, thanks.
Hallo Om Zhukov,
Usul langsung dikabulin, buat SAM S-75 ini link nya http://www.indomiliter.com/sa-2-rudal-darat-ke-udara-legendaris-auri/ dan tentang rudal Rapier link nya ada di http://www.indomiliter.com/rapier-rudal-hanud-battle-proven-era-80-an/. Semoga bisa membantu 🙂
Nembak 1 pesawat jerman PD II butuh 905 peluru?
Gimana zaman sekarang!! (MKM/F35 dkk)
hancur lebur itu Lanal!!
kasihan marinir.. 😥
Udah ganti aja dengan Buk-M
Bung bisa ulas tentang Meriam hotwizer caesar 155mm yang baru datang lagi di tanah air
Sim salabim, silahkan klik http://www.indomiliter.com/trf-1-caesar-generasi-ketiga-self-propelled-howitzer-tni-ad/
kok ngga malu ya masih dipakai?? apanya yang canggih????
Canggih pada jamannya mas Blackhawk 🙂
Admin @indomiliter ini tahun 2015, I repeat 2015
saya malu, msak TNI kita cuma di kasi besi tua???,,, sudah saatnya TNI bangkit dari keterpurukan!!!… PEMERINTAH dan DPR harus serius meningkatkan kemampuan tempur TNI, baik kualitas dan kuantitasnya… gunakan LAPAN dan DI, gandeng PINDAD dan PAL, rangkul putra putri Indonesia yang memiliki ide yang hebat… JAYA INDONESIA KU…
Bung admin, mo nanya,
kl pendapat bung, amunisi meriam ini mngkin pake sisa stok th 60-an, apakah amunisi (peluru) ga ada masa kadaluarsanya? Maksih bung.
Amunisi memang ada kadaluwarsanya, bisa jadi dengan maintenance khusus, amunisi stok lama masih bisa “dimainkan” pada kondisi tertentu.
Selama berlangsungnya Perang Dunia II, awak 61-K Soviet berhasil menembak jatuh 14.657 pesawat, dengan rata-rata satu target pesawat menghabiskan 905 peluru >> Itu data dulu waktu melawan pesawat propeler, nah kalo untuk melawan fighter jet butuh 5000-an peluru kali ya Min, kalo ga kena tusbol duluan sama tuh jet fighter 😀
hahaha, betul sekali 🙂
justru pd akhir 70an bbrp kanon kaliber nyentrik bawaan soviet sprt 37, 63, 85 mm dipensiunkan dgn menghentikan pemakaian & produksi kanon serta amunisnya krn tdk sesuai dgn kondisi perang modern. kaliber 28mm meski punya reputasi bagus jg turut dipensiunkan dgn alasan efisiensi. palgan pd thn 1960-1970an yg menjadi bintang jistru dari kaliber kecil trutama 23, 25, 28 & 30mm
tp yg repot kita msh punya kanon 37 mm dlm jlh bejibun. kenapa marinr tdk dikasih hispano suiza ex paskhas.