Bakamla Berencana Gelar Pangkalan Apung, Sea Basing Malaysia Layak Menjadi Benchmark
|Belum lama ini ada kabar Bakamla (Badan Keamanan Laut) RI berencana membangun basecampe dan ploting terapung di tempat-tempat strategis. Ini merupakan sebuah terobosan besar untuk menghadirkan ‘pangkalan laut’ terapung langsung di hotspot. Aktivitas pemantauan, deteksi dini, sampai upaya pencegahan dapat dilakukan lebih efektif dan efisien dari pangkalan aju ini. Namun bila di Indonesia baru di level rencana, sebaliknya di Malaysia model pangkalan terapung (sea basing) justru sudah beroperasi penuh.
Baca juga: Rajawali 350 – Rahasia Dibalik Kecanggihan Drone Helikopter Bakamla RI
Bila Anda penggemar film James Bond, mestinya sudah tak asing dengan sea basing. Model pengkalan apung ini pertama kali diperlihatkan dalam film James Bond – Diamons Are Forever (1971), di film itu sosok pangkalan laut rival sang jagoan diwujudkan dalam kilang minyak (oil rig). Kemudian di era Roger Moore, sekuel James Bond – The Spy Who Loved Me (1977), dimunculkan ikon pangkalan laut apung Atlantis yang futuristik. Nah, inspirasi sea basing yang kini dioperasikan Malaysia nampak kental mengambil inspirasi dari oil rig di film Diamons Are Forever yang secara deployment masuk logika.

Sampai saat ini, faktanya memang baru Malaysia yang resmi menghadirkan konsep sea basing di dunia. Tepatnya pada bulan Oktober 2015, Malaysia meluncurkan dua sea basing, masing-masing diberi nama Tun Sharifah Rodziah Sea Basing, berlokasi di perairan Semporna, dan kedua adalah Tun Azizan Sea Basing. Tun Sharifah Rodziah Sea Basing statusnya adalah statis dan dibangun dari bekas oil rig milik Petronas. Sementara Tun Azizan Sea Basing dibangun dari basis cargo ship, yang artinya berlaku mobile laksana kapal biasa.
Baca juga: KD Lekiu 30 – Flagship Kapal Perang Malaysia dalam Misi Evakuasi AirAsia QZ8501
Tentu yang menarik adalan sea basing Tun Sharifah Rodziah, karena inilah yang pertama ada kilang minyak disulap sebagai sebuah lanal, lengkap dengan fasilitas mess awak, helipad, senjata penangkis serangan udara, radar intai, bahkan juga dibuat dermaga untuk bersandarnya kapal-kapal cepat dengan basis RIB (rigit inflatable boat) dan kapal cepat komando buatan Swedia CB90. Dengan tersedianya kapal-kapal cepat yang siap digerakkan dari tengah laut, maka segala upaya penyusupan (infiltrasi) dapat disikapi dengan respon cepat.


Baca juga: Scorpene Class Malaysia – Antara Kecanggihan Kapal Selam dan Skandal Korupsi
Tun Sharifah Rodziah sea basing berasal dari sumbangan proyek CSR (Corporate Social Responsibility) Petronas. Pangkalan apung ini tak hanya siap didarati helikopter ukuran sedang, tapi juga disiapkan drone untuk misi intai. Sistem deteksinya pun tak sebatas radar, tapi juga perangkat optronics (electro optic) untuk pemindaian pada sasaran. Untuk kebutuhan energi mengandalkan sumber yang terbarukan dari solar cell dan wind, keduanya bisa berjalan secara hybrid. Sebagai cadangan energi, tak lupa disiapkan fuel tanks untuk bahan bakar diesel guna menggerakan genset.
Untuk aktivitas awaknya terdapat kontainer yang digunakan sebagai akomodasi, working dan operational spaces. Malaysian telah merancang sea basing ini untuk beroperasi mandiri dalam jangka panjang, sebut saja dengan tersedianya fasilitas portable water – reserve osmosis system.
Baca juga: Artileri Kapal Perang TNI AL, Masih Tertinggal dari Malaysia dan Singapura
Dikutip dari Themalaymailonline.com (12/10/2015), Menteri Pertahanan Malaysia Datuk Seri Hishammuddin Hussein menyebut, “Penggelaran sea basing ini sebagai upaya control laut atas perairan Timur Sabah, dan tentunya mencegah menyusupnya pelintas batas illegal seperti kriminal dan militan dari wilayah Filipina Selatan.” Hishammuddin menambahkan, model sea basing amat ideal untuk melawan gangguan keamanan, pengumpulan informasi intelijen, dan dapat diguakan sebagai basis operasi terpadu.

Melihat potensi ancaman serupa yang juga dihadapi oleh Indonesia dan Brunei, kabarnya Malaysia ingin berbagi konsep tentang sea basing ke negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Dan memang jika ditelaah, model pangkalan apung ini juga ideal diterapkan di Indonesia. Mungkin ada kilang minyak yang sudah stop beroperasi, bisa di survei untuk kelayakan gelar sea basing di Indonesia. (Haryo Adjie)
ngak heran
di Indonesia terlalu banyak kepentingan perorangan / Golongan
Bukan kepentingan Negara, kalaupun ada hanya dimulut saja
Terutama berhubungan sekali dengan uang
sehingga sangat sulit mengambil keputusan
hanya Rencana Rencana Rencana
kalaupun Deal, pasti hasilnya sangat mengecewakan
Bisa mencontoh “giant barges-hercules” yang dioperasikan US Navy ketika tjd krisis selat. Hormuz….mirip “tun sarizah sea basing”, namun menggunakan platform tongkang. raksasa jd bersifat mobile
Saya sangat setuju dengan model sea basing bila diterapkan di Indonesia, jika sudah ketahuan area bermasalah bisa digelar model oil rig itu, ketimbang wara wiri gelar patroli pakai korvet atau KCR yg ga optimal dan boros bahan bakar, ya mending sea basing, lebih efektif efisien dan hemat biaya.
tidak usah diipermasalahkan, sea basing itu tempat tidak bergerak gak bisa pindah2, sangat riskan dibom rudal tembus tembok. Kita cuma butuh kapal besar sebagai pengawas utk ditaruh di tempat aja. biar kapal tidak harus bergerak, bisa disinggah kapal2 kecil yg mampir. kelebihannya kapal besar bisa pindah tempat bila diperlukan, kapal jg memiliki persenjataan rudal lebih banyak dan logistik minyak utk kapal2 di sekitar. Maksudnya kapal besar tidak bergerak ditaruh disamping kapal tanker pendamping sampai minyak mau habis, diganti shift kapal tanker lain menyusul. murah lagi biaya dan pukulan sangat kuat utk pengawasan di wilayah
@wahyunya
Hmmmm…abang ni kurang nyimak rupanya, rupanya?
Sea basing itu istilah…platformnya bisa mobile atau fixed dan dalam konteks RI, Malaysia atau US navy (ketika konflik selat hormuz) ditujukan sbg pangkalan aju penanganan konflik berintensitas rendah, spt: bajak laut, serangan asimetrik, perembesan pasukan sulu, kontra aksi penebaran ranjau dsb yang bukan tergolong perang konvensional
boleh ni di tiru kadang hal hal baik memang ada yang harus di tiru dari luar
masih tetap butuh kapal patroli, kalau mau mencegah perompakan, ingat kejadian penculikan WNI di laut sabah, kecuali pangkalan apung cuma sebagai bantuan SAR terdekat. taruh di tiap alki. dan Anjungan lepas pantai nggak ada yang bekas kalau pun ada yang bekas harus dicostumized lagi sesuai kebutuhan dan bobot orang dan bangunan diatasnya. catatan : PT PAL bisa membuatnya
Andai aja indonesia lebih menghargai yang namanya perbatasan negara, pasti sea basing entah statis atau non statis jadi piliihan bagus buat menjaga keamanan perbatasan,
Sayangnya yaaa tau sendiri lah,…
Yah kita cuma bisa berharap jika….
butuh 50 X Rapat dan ujung2nya pangkas anggaran, kalo bisa sih beli 1 unit, murah, bagus dan canggih serta TOT 50% ???
Selain sea basing di atas, kilang minyak yang sudah stop operasi sebenarnya bisa dijadikan LP terapung, cocok untuk mengisolasi koruptor, teroris, beberapa pengedar narkoba, dan penjahat seksual.
Mas @Lukas, ide yang sangat cerdas 🙂 Semoga didengar Menkumham yaa…