Israel Sukses Uji Senjata Laser Anti Drone dalam Berbagai Skenario

Sejak serangan drone atas fasilitas kilang minyak Aramco dan bandara komersial di Arab Saudi, mata dunia menjadi terbuka atas seriusnya serangan oleh kawanan drone. TNI AU dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Intelijen TNI AU 2020 di Mabesau, Cilangkap (10/2/2020) juga telah menganggap drone sebagai ancaman yang signifikan dan masif. Drone terbukti telah dimanfaatkan untuk melakukan serangan udara terhadap sasaran terpilih dan bernilai strategis. Upaya penangkal serangan drone tentu juga sudah menjadi agenda yang disiapkan, utamanya dalam melindungi obyek vital nasional.

Baca juga: Pertama Kali, Drone MALE “Wing Loong II” Ditembak Jatuh Senjata Laser!

Selain dominan melakukan penangkalan lewat aksi jamming alias pengacauan sinyal, upaya penangkalan dengan cara lain terus dikembangkan, termasuk opsi penghancuran drone di udara. Salah satu teknologi yang mengemuka sebagai penakluk drone adalah laser gun. Seperti pada Agustus 2019, saat itu diwartakan drone MALE jenis Wing Loong II milik Uni Emirat Arab sukses ditembak jatuh oleh senjata laser eksperimental Turki di kawasan Libya.

Kekuatan senjata laser tak dapat disamakan dengan amunisi pada senjata konvensional, pasalnya senjata laser mengandalkan kekuatan panas pada satu titik dan terus menerus sampai sasaran dilumpuhkan. Uji tembak laser pada sasaran bergerak dinamis menjadi tantangan tersendiri yang pada 4 Agustus 2019 lalu berhasil dilalui Turki.

Nah, kini adopsi laser sebagai sistem senjata penghancur drone kembali dibangkitkan, kali ini oleh Israel lewat program Light Blade. Dikutip dari TimeofIsrael.com (12/2/2020), teknologi yang dikembangkan oleh Rafael dan disebut Drone Dome C-UAS telah mencapai sukses 100 persen dalam mengatasi semua skenario serangan drone, termasuk menghancurkan drone yang melakukan manuver serta mengatasi ancaman drone yang menyasar instalasi sipil dan militer. Drone Dome C-UAS sebelum melakukan fase penghancuran terlebih dahulu melakukan tahapan identifikasi sasaran.

Rafael memasang sistem Drone Dome C-UAS pada platform kendaraan Land Rover 4×4, dalam uji coba, high laser beam pada senjata ini dapat mengatasi manuver drone yang berubah tajam dari waktu ke waktu. Dalam pengujian, tiga drone dapat ditembak secara berurutan. Hebatnya Drone Dome C-UAS hanya dioperasikan oleh satu operator.

Selain opsi pengancuran secara total, pada dasarnya Drone Dome C-UAS menyediakan opsi ‘soft kill,’ yaitu menggunakan jamming untuk mengambil alih kendali drone sasaran. Pada tahun 2018, surat kabar British Daily Mail melaporkan bahwa militer Inggris menggunakan Drone Dome untuk mendaratkan drone yang mengganggu lalu lintas di Bandara Gatwick London selama lebih dari 36 jam, memaksa puluhan ribu penumpang untuk delay.

Menurut Finansial Globes Israel, enam sistem Refael dijual ke Kementerian Pertahanan Inggris dalam kesepakatan senilai US$20 juta. Namun laporan lain menyebut, Drone Dome belum sempat di Gatwick, karena sistem belum dikirim ke militer Inggris.

Baca juga: Arab Saudi Jadi Bulan-bulanan Serangan Drone, Korea Selatan Kembangkan Senjata Laser Anti Drone

Lepas dari itu, program Light Blade yang dimulai pada Desember 2019, sejatinya bakal digunakan Israel untuk mengatasi airborne incendiary devices yang diluncurkan pihak Palestina di Jalur Gaza. Perangkat berupa pembakar kerap dibawa oleh balon udara, layang-layang sampai drone, yang memicu kebakaran di wilayah daratan Israel. (Gilang Perdana)

3 Comments