‘Turun Gunung’, Angkatan Udara AS Kembangkan Kawanan Drone yang Mampu Beroperasi di Wilayah Tanpa Navigasi GPS
|Dinamika konflik mendorong Angkatan Udara AS (US Air Force) untuk beradaptasi pada kebutuhan operasi, salah satunya dalam pengembangan kawanan (swarm) drone yang mampu beroperasi di lingkungan yang diperebutkan, di mana navigasi satelit tradisional mengalami gangguan atau tidak bisa diandalkan.
Baca juga: Pangkalan Udara Ein Shemer Diduga Jadi Biang Kerok ‘Spoofing’ GPS di Timur Tengah
Atas kebutuhan tersebut, Air Force Research Laboratory (AFRL) telah menerbitkan request for information (RFI), yang menguraikan rencana untuk advanced position, navigation, and timing (PNT) systems untuk kawanan drone yang beroperasi di lingkungan tanpa GPS, atau beroperasi dalam kawasan yang mendapatkan spoofing GPS.
Spoofing GPS adalah upaya sengaja untuk menipu sistem GPS dengan menyiarkan sinyal GPS palsu. Alih-alih menerima sinyal asli dari satelit GPS, penerima (receiver) GPS, seperti yang ada di ponsel atau drone, malah mengunci sinyal palsu ini. Intinya, sinyal palsu tersebut menipu perangkat untuk percaya bahwa ia berada di lokasi atau bergerak ke arah yang berbeda dari posisi sebenarnya.
Menurut permintaan tersebut, yang diterbitkan dengan nomor permintaan FA2377-26-R-B002, AFRL’s Navigation and Communication Branch (AFRL/RYWN) sedang mengukur minat industri terhadap sebuah uji coba tangguh yang dikenal sebagai Joint Multi-INT Precision Reference (JMPR), yang mengintegrasikan teknologi Next Generation Atomic Clock (NGAC) untuk memungkinkan sinkronisasi presisi tinggi tanpa bergantung pada GPS.
Inisiatif ini muncul di tengah meningkatnya upaya lawan untuk mengganggu sistem berbasis satelit. Pasukan Rusia telah menggunakan pengacauan dan pemalsuan GPS secara ekstensif dalam perang mereka melawan Ukraina, sementara Cina dilaporkan sedang mengembangkan kemampuan serupa di seluruh wilayah potensial regional.
Hadapi Spoofing GPS dari Cina, AS Siap Kirim Satelit Khusus untuk Melawan Jamming
Seiring berkembangnya ancaman, Pentagon berupaya mengamankan metode baru untuk memungkinkan operasi drone terkoordinasi tanpa terpapar kerentanan peperangan elektronik.
Sistem yang diusulkan akan memungkinkan kawanan drone kecil untuk berkomunikasi dan mengoordinasikan pergerakan mereka dengan menciptakan kerangka referensi lokal hanya dengan menggunakan sensor internal dan pemosisian relatif dengan platform lain. AFRL menekankan perlunya “arsitektur PNT terbuka terdesentralisasi” yang mampu melakukan apa yang disebutnya “PNT cold-start yang ditingkatkan secara progresif”, yang berarti drone akan membangun dan menyempurnakan kesadaran spasial bahkan dari keadaan referensi nol.
Elbit Systems Luncurkan “Lanius” – Swarm Drone Kamikaze untuk Peperangan Urban
Di antara tujuan utama yang dijabarkan dalam dokumen tersebut adalah kemampuan untuk mempertahankan akurasi waktu sub-nanodetik, menahan serangan peperangan elektronik, dan beroperasi dengan batasan ukuran, berat, dan daya (SWaP) rendah yang umum terjadi pada sistem drone kecil. Sistem ini juga harus dapat diskalakan untuk mendukung kawanan yang lebih besar dan menyediakan kemampuan untuk aplikasi misi termasuk penargetan terkoordinasi, fusi sensor, dan jalur penerbangan adaptif.
Tanggapan industri harus diserahkan paling lambat 19 September 2025. AFRL telah menetapkan bahwa pengajuan harus mencakup model kinerja, data uji, dan penilaian kesenjangan teknis pada peralatan radio komersial yang ada ketika diintegrasikan ke dalam sistem PNT terdesentralisasi. Solusi juga harus mengatasi skenario cold-start, di mana platform harus secara independen membangun kesadaran waktu dan lokasi tanpa dukungan eksternal. (Gilang Perdana)
Israel Lakukan ‘Spoofing’ GPS, Ancam Keselamatan Penerbangan di Laut Mediterania Timur
Drone dengan kemampuan seperti itu berarti bisa digunakan pada kondisi jamming yg sangat extrim yg artinya drone tersebut hampir tidak bisa dijamming sama sekali. Jika itu benar maka itu akan menjadi lompatan strategi tempur yg mengerikan
Swarm drone atau kawanan drone. Ide brilian.
Oleh sebab itu saya usul untuk setiap prajurit infanteri diberi kelengkapan 1 unit drone quadcopter murah seperti ini agar bisa dijadikan drone kamikaze dengan jangkauan radius terbang 4 km.
Dengan radius dan daya rusak yang sama tetapi biayanya jauh lebih murah daripada Javelin ataupun Hellfire.