Pasca Operasi “Jaring Laba-laba”, Rusia Pindahkan Dua Pembom Tu-160 ke Pangkalan Udara Terpencil yang Minim Akses

Buntut dari Operasi “Jaring Laba-laba” (Operation Spider’s Web) pada 1 Juni 2025, membuka tabir kerawanan pangkalan udara strategis Rusia, meski jaraknya sangat jauh dari perbatasan, Ukraina mampu melancarkan serangan swarn drone secara klandestin dengan memanfaatkan simpul-simpul proxy di dalam negeri Rusia itu sendiri.
Dari potensi serangan drone dengan memanfaatkan teknik pengelabuan yang memanfaatkan truk trailer kontainer sebagai peluncur ratusan drone quadcopter kamikaze, maka antisipasi perlu dilakukan untuk melindungi aset strategis seperti pembom jarak jauh yang mampu meluncurkan amunisi konvensional dan nuklir.
Berdasarkan citra satelit yang dibagikan secara daring, Angkatan Udara Rusia disebut telah memindahkan atau mengerahkan dua pesawat pembom strategis Tu-160 hanya sejauh 410 mil dari AS di pangkalan udara Anadyr.
Di wilayah paling timur Rusia, di tengah lanskap Semenanjung Chukotka yang keras, terdapat pangkalan udara Anadyr, yakni satuan terpencil namun penting dari strategi militer Rusia. Pangkalan udara Anadyr, yang juga dikenal sebagai “Ugolny,” didirikan selama Perang Dingin sebagai bagian dari jaringan pertahanan Soviet melawan AS.

Posisi pangkalan udara Anadyr sekitar 6.600 km dari pernbatasan Ukraina, dan hanya berjarak 660 km dari wilayah AS. Terletak di Okrug Otonom Chukotka, pangkalan ini terisolasi dari wilayah Rusia lainnya, yaitu tanpa koneksi jalan, akses hanya dimungkinkan melalui udara atau laut.
Isolasi ini, meskipun menjadi tantangan logistik, kini terbukti menjadi keuntungan strategis. Menurut analis, kurangnya infrastruktur darat membuat pangkalan ini praktis kebal terhadap serangan darat atau sabotase ala Operasi Jaring Laba-laba.
Russia relocated two Tu-160 bombers to Anadyr, 6,600 km from Ukraine and just 660 km from the U.S, after Ukraine’s June 1 drone strike targeting strategic aircraft. pic.twitter.com/IfcsiBIXmC
— Clash Report (@clashreport) June 7, 2025
Selama era Soviet, Anadyr berfungsi sebagai pangkalan bagi pesawat pengebom strategis dan pesawat pengintai yang bertugas memantau aktivitas militer AS di Alaska. Saat ini, pangkalan tersebut, yang merupakan bagian dari Pasukan Dirgantara Rusia (VKS), terus mendukung pesawat berat seperti Tu-160, Tu-95, dan Tu-22M, berkat landasan pacunya yang dimodernisasi.
Anadyr bukan sekadar tempat persembunyian sementara. Pangkalan tersebut merupakan elemen kunci dari strategi Rusia untuk mengendalikan Arktik—wilayah yang semakin penting karena sumber dayanya dan rute maritim baru. Kedekatannya dengan AS membuatnya ideal untuk pengawasan dan operasi potensial di sisi timur laut NATO. Pada saat yang sama, jaraknya dari teater utama operasi militer melindunginya dari ancaman langsung.
Namun, logistik tetap menjadi tantangan. Pasokan pangkalan bergantung pada transportasi udara dan laut, yang membatasi fleksibilitas operasionalnya. Meskipun demikian, infrastruktur yang dimodernisasi memungkinkannya untuk menampung pesawat berat, dan isolasi alaminya membuatnya menjadi target yang sulit bagi pasukan musuh.
Tu-160 adalah pesawat pengebom strategis Rusia yang dikenal di Rusia sebagai “White Swan” dan oleh NATO sebagai “Blackjack.” Raksasa peperangan udara ini, yang lahir di era Soviet dan dimodernisasi untuk konflik kontemporer, tidak hanya merupakan pembom supersonik terberat di dunia tetapi Tu-160 juga berperan sebagai komponen utama dari tiga serangkai nuklir Rusia.
Dirancang pada akhir tahun 1970-an oleh biro desain Tupolev, Tu-160 merupakan respons terhadap B-1 Lancer Amerika tetapi melampaui rekannya dalam hal ukuran, kecepatan, dan daya tembak. Berukuran panjang 54 meter dengan lebar sayap hingga 55,7 meter saat dibentangkan sepenuhnya, raksasa ini ditenagai oleh empat mesin turbofan afterburning NK-32, yang masing-masing menghasilkan lebih dari 25 ton daya dorong.
Hal ini memungkinkan pesawat mencapai kecepatan supersonik yang melebihi Mach 2.2, meskipun biasanya melaju sekitar Mach 1.5 untuk menghemat bahan bakar dan memperluas jangkauannya. Dengan berat lepas landas maksimum 275 ton, Tu-160 dapat menempuh jarak lebih dari 12.300 kilometer tanpa pengisian bahan bakar, sehingga ideal untuk misi jarak jauh, seperti berpatroli di Kutub Utara atau operasi di dekat perbatasan NATO.
Tu-160 memiliki dua ruang senjata internal, yang masing-masing mampu membawa hingga 22,5 ton persenjataan, menjadikannya salah satu pembom paling mematikan di dunia. Muatan utamanya meliputi rudal jelajah dengan hulu ledak nuklir dan konvensional, yang memberikan fleksibilitas untuk berbagai misi.
Awak Tu-160 terdiri dari empat anggota—dua pilot, seorang navigator, dan seorang operator sistem persenjataan—yang semuanya ditempatkan di kabin bertekanan dengan layar digital dan sistem kontrol yang dimodernisasi.
Meskipun kemampuannya mengesankan, Tu-160 bukannya tanpa kelemahan. Ukuran dan kompleksitasnya yang besar membuatnya mahal untuk dirawat, dan produksi pesawat baru lambat dan terbatas. Rusia mengoperasikan sekitar 17 Tu-160, dengan beberapa ditingkatkan ke standar Tu-160M. (Gilang Perdana)


Tidak yakin bahwa pangkalan itu aman. Dengan hanya berjarak 2 km dari bibir pantai Pasifik, Ukraina bisa saja mengirimkan drone kamikaze dari laut. Itu mungkin akan menjadi taktik Kapal Selam IJN I-400 series.