Polandia Kepincut Proyek KF-21 Boramae, Mungkinkah Gantikan Porsi Indonesia?
Rupanya bukan cuma warna bendera nasional yang ‘sama’ antara Polandia dan Indonesia, lain dari itu, ada ‘kesamaan’ selera dalam pengembangan jet tempur masa depan. Yang jadi polemik adalah pernyataan dari petinggi industri pertahanan Polandia yang menyebut tertarik untuk berkontribusi dalam proyek KF-21 Boramae. Meski belum tentu ‘mengusik’ porsi Indonesia dalam proyek KF-21, netizen kadung berspekulasi, mungkinkah Polandia menggantikan Indonesia dalam proyek Boramae?
Baca juga: Tanpa Bendera Merah Putih, Prototipe Kelima Jet Tempur KF-21 Boramae Diluncurkan
Mengutip dari bulgarianmilitary.com (9/12/2022), Sebastian Hwawek, Head of Polska Grupa Zbrojeniowa (PGZ SA), holding perusahaan pertahanan Polandia, mengatakan, “Kami dengan senang hati jika dapat berpartisipasi dalam proyek pesawat tempur KF-21.” Sampai disini pernyataan boss PGZ tidak membuat gaduh, pasalnya bentuk partisipasi bisa dimaknai secara luas.
Baru kemudian ada pernyataan lanjutan dari, yakni keinginan PGZ untuk membangun lini produksi komponen KF-21 di Polandia. “Kami dapat menawarkan penjualan yang kuat (KF-21) kepada tetangga kami, tentu sebagai bagian dari Uni Eropa,” kata Hwawek dalam wawancara eksklusif dengan majalah Polandia.
Maka, untuk pertama kalinya, seorang pejabat tinggi Polandia secara resmi mengumumkan niatnya untuk berpartisipasi dalam proyek KF-21 Korea Selatan.
Tentu yang menjadi pertanyaan, mungkinkah Polandia ‘menggantikan’ peran Indonesia dalam proyek KF-21 Boramae? Terutama setelah Pemerintah Indonesia mengalami tunggakan cicilan pembayaran.
Secara langsung mampaknya tidak mungkin, mengingat risiko hubungan bilateral yang dapat rusak antara Indonesia dan Korea Selatan. Tapi, pada kenyaataan, Korea Selatan juga membutuhkan mitra untuk pendanaan, mengingat biaya produksi per unit KF-21 kelak akan terpengaruh bila Indonesia gagal dalam masalah biaya pengembangan dan porsi pembelian.
Kegagalan Indonesia dalam pembayaran cicilan KF-21 telah menimbulkan polemik dan ketidakpuasan dari beberapa pihak di Korea Selatan, yang kemudian meminta pembatalan penyertaan Indonesia dan meneruskan program KF-21 secara mandiri.
Korea Selatan belakangan mulai bersikap tegas dengan memberi pesan ‘khusus’ ke Indonesia. Seperti tidak adanya bendera Merah Putih pada peluncuran prototipe kelima KF-21 Boramae pada 24 November lalu. Dan prototipe pesawat itu tidak akan dikirim ke Indonesia, alasannya selama bertahun-tahun Indonesia belum membayar sisa jumlah dana pengembangan atas proyek KFX/IFX itu.
Pernyataan petinggi industri pertahanan Polandia tentu tak bisa dianggap sebelah mata. Pasalnya, antara Seoul dan Warsawa telah terjalin kerja sama pertahanan yang kuat. Bukti yang nyata adalah Polandia baru saja memborong beragam jenis alutsista dari Korea Selatan.
Pada bukan Juli lalu, Korea Selatan berhasil menorehkan rekor penjualan ekspor alutsista terbesar sepanjang sejarah, yakni Korea Selatan dan Polandia telah menyepakati pengadaan alutsista besar-besaran, berupa 180 unit Main Battle Tank (MBT) K2 Black Panther, 48 unit jet tempur ringan FA-50 Fighting Eagle dan 670 unit Self Tracked Propelled Howitzer K9 Thunder. Total kesepakatan pengadaan tersebut mencapai lebih dari US$14,5 miliar.
Itu artinya, Polandia yang tengah gusar atas perang di Ukraina, adalah negara yang punya anggaran pertahanan besar. Belum lagi, Polandia punya industri dirgantara yang cukup maju. Sebagai contoh, helikopter multirole S-70i Black Hawk diproduksi oleh PZL (Polskie Zaklady Lotnicze) Mielec, adalah anak perusahaan Sikorsky Company (Lockheed Martin Company) yang berlokasi di Polandia.
Sesuai kesepatakan bilateral pada tahun 2016, Indonesia kebagian porsi untuk menanggung biaya pengembangan sebesar 20 persen, dengan nilai total US$1,5 miliar dan sampai tahun 2019 baru terbayarkan sekitar US$200 juta. Secara keseluruhan, Korea Selatan dan Indonesia sepakat untuk bersama-sama mengembangkan proyek KFX/IFX dengan nilai US$6,2 miliar.
Pada 1 November 2022, Indonesia diwartakan mulai melanjutkan membayar cicilan dari biaya pengembangan KFX/IFX dengan jumlah US$6,63 juta. Sebelumnya, Defense Acquisition Program Administration (DAPA) Korea Selatan mengatakan bahwa Indonesia berkomitmen kembali untuk mendanai 20 persen dari biaya pengembangan KF-21 hingga tahun 2026. (Gilang Perdana)