General Atomics SparrowHawk, Saatnya Drone Diluncurkan dari Drone
|Peperangan di masa mendatang mungkin bakal mengikis peran dari pilot, dengan dalih mengurangi biaya operasi dan risiko atas nyawa pilot, maka keterlibatan drone intai dan tempur (UCAV) akan digenjot lebih maksimal dari yang diperlihatkan saat ini. Contohnya seperti Amerika Serikat yang tengah menyiapkan desain operasi drone yang diluncurkan dari drone.
Baca juga: Terbilang Rumit, Litbang Pertahanan AS Sukses Uji Coba “Menangkap” Drone di Udara
General Atomics Aeronautical Systems, Inc (GA-ASI) yang punya nama besar sebagai manufaktur drone tempur kelas dunia seperti MQ-1 Predator dan MQ-9 Reaper, sejak September 2020 telah memperkenalkan prototipe “SparrowHawk.” Oleh General Atomics, SparrowHawk digadang sebagai kepanjangan ‘mata’ dari drone induk, memperuas jangakauan deteksi dan intai dari drone sekelas Predator yang masuk kategori MALE (Medium Altitude Long Endurance).
Dikutip dari Thedrive.com, SparrowHawk disebut dapat menjadi game changing di segmen SUAS(Small Unmanned Aircraft System). Dibawa pada hardpoint drone sekelas Predator atau Reaper, SparrowHawk yang punya berat 91 kg menempati posisi pod sensor atau tangki bahan bakar eksternal. Dalam video yang dapat Anda saksikan di bawah ini, SparrowHawk diluncurkan dari drone induk Predator, saat terlapas dari hardpoint, sayap akan berputar untuk melanjutkan moda terbang jelajah.
Dan seperti dilihat, proses recovery atau pengambilan SparrowHawk tidak berlangsung di darat, melainkan SparrowHawk didapatkan kembali oleh drone induk. Dalam video diperlihatkan drone induk MQ-9B Skyguardian menyebarkan tali yang relatif tipis dengan bola berwarna oranye di ujungnya. SparrowHawk kemudian mendekati garis, “menangkap” di sambungan antara bagian depan sayap kiri dan fuselage.
Sebuah penutup yang terbuka ke luar dari sisi kiri bodi drone membantu menstabilkan garis. Dengan garis di posisi ini, flap kedua di depan yang pertama kemudian terbuka, dan pesawat tak berawak itu sedikit miring ke kiri. Bola oranye di ujung garis terjepit di antara dua penutup, yang kemudian menutup, menguncinya di tempatnya. Sayap SparrowHawk, yang sebenarnya merupakan satu kesatuan yang berayun 90 derajat saat dikerahkan, kemudian kembali ke posisi sejajar dengan tubuh drone. Drone induk kemudian menggulung tali kembali. Seluruh proses dilakukan dengan otonomi tingkat tinggi.
Dari fungsinya, SparrowHawk diperankan untuk mencari sistem anti-udara lawan tanpa perlu khawatir tentang keselamatan pilot. Setelah SparrowHawk dapat di-recovery, maka drone induk dapat kembali ke pangkalan – atau, mengandalkan kemampuannya untuk tetap terbang tinggi selama berjam-jam, melanjutkan patroli dan bahkan meluncurkan SparrowHawk lain di tempat lain.
General Atomics menekankan bahwa SparrowHawks tidak akan terbatas pada misi intelijen, pengawasan, dan pengintaian. SparrowHawk dapat merespons dengan serangan elektroniknya sendiri untuk membuka jalan bagi pesawat lain yang datang di belakangnya, mengganggu radar lawan. Ada potensi SparrowHawks untuk beroperasi dalam kawanan (swarm) drone.
Dari spesifikasi, SparrowHawk dengan berat 91 kg mempunyai payload 13,6 kg, dimana payload pada bagian hidung dapat dkustomisasi menyesuaikan misi yang diemban. SparrowHawk punya panjang 3,3 meter dan lebar bentang sayap 4,2 meter. Sebagai sumber tenaga adalah hybrid electric propulsion system yang menggunakan motor berbahan bakar JP-8 untuk memberikan daya ke dua kipas listrik (electric fans), satu di kedua sisi bodi belakang di depan v-tail.
Baca juga: Drone Lawan Drone, Israel Kembangkan Drone Quadcopter dengan Senapan Serbu
Dari performa, SparrowHawk punya kecepatan maksimum 277 km per jam dan kecepatan jelajah 148 km per jam. Jarak jelajah SparrowHawk disebut mencapai 926 km dan dapat terbang selama 10 jam. Sejauh ini, General Atomics baru melakukan uji membawa terbang captive SparrowHawk dan belum diketahui kapan akan dilakukan uji peluncuran dan recovery pada SparrowHawk. (Bayu Pamungkas)
Indonesia lewat Drone Elang Hitam harusnya sudah mengembangkan teknologi yg sejenis seperti ini. Walopun Pemerintah sudah siap dg Sishankamrata, tapi mengorbankan SDM Rakyat dan tentara Indonesia secara percuma justru merupakan tindakan sia-sia belaka, dimana senjata terkontrol jarak jauh sudah akan menemukan jalannya beberapa tahun lagi. Indonesia sudah harus bisa mengirimkan satelit sendiri sebagai pemandu alutsista dan infrastruktur terpandu dari jarak jauh.
Sangat menarik karena jangkauan serang dan deteksi pasukan US akan mencapai lebih dari 1500 mile, itu adalah jangkauan dimana rudal jelajah dan hipersonik/anti kapal induk musuh tidak punya nilai detteren yg tinggi lagi, disisi lain US bisa menyerang lawan tanpa takut kehilangan nyawa pasukan yg sia-sia. Percuma memenangkan pertempuran tapi korban begitu banyak pasukan. Jika perang itu berlangsung lama maka negara yg kehilangan lebih banyak SDM itulah yg kalah seperti saat perang dunia terjadi.
Mirip di film Terminator salvation .. drone induk keluarkan drone untuk ladeni perang udara ke udara
Ud dikasi video detilnya ttp g bsa bikin, emang ajaib org amerika. LoL