Singapura Bangun Enam Unit Multi Role Combat Vessels (MRCV) – Bakal Jadi Kapal Kombatan Terbesar di Asia Tenggara
|Setelah menyabet gelar sebagai pemilik kapal selam (Invicible class/Type 218SG) dan kapal perang permukaan (frigat Formidable class) tercanggih di Asia Tenggara, ada kabar lanjutan yang bakal membuat Angkatan Laut Singapura kian tampil kekar dan tak tertandingi di kawasan. Yakni Singapura telah mencanangkan pembangunan kapal kombatan terbesar di Asia Tenggara, yakni Multi Role Combat Vessels (MRCV) yang beratnya mencapai 10.000 ton.
Baca juga: Korvet Victory Class Singapura, Terbilang Canggih Tapi Siap Dipensiunkan Bertahap
Di luar kelaziman, MRCV berbobot 10.000 ton disebut sebagai proyek untuk menggantikan armada korvet berbobot 650 ton Victory class yang akan dipensiunkan pada tahun 2028. Saat ini, Badan Sains dan Teknologi Pertahanan Singapura – Defence Science and Technology Agency (DSTA) telah memulai persiapan dalam mengembangkan dan membangun MRCV berbobot 10.000 ton.
Saat Singapore Defence Technology Summit pada 22 Maret 2023, DSTA dikabarkan telah menandatangani Memorandum of Understanding (MOU) dengan Saab Swedia. Sebagai bagian dari MOU antara DSTA dan Saab, kedua belah pihak akan bersama-sama mengembangkan dan merancang MRCV baru untuk Angkatan Laut Republik Singapura (RSN), dan akan mencakup pengembangan teknologi termasuk kecerdasan buatan (AI) dan data analitik untuk memenuhi persyaratan digitalisasi tinggi pada kapal baru.
Saab dalam proyek ini akan memberikan bantuan teknis dengan memberikan keterikatan kerja dan magang kepada warga Singapura sehubungan dengan desain kapal permukaan, teknologi angkatan laut dan digital, perbaikan struktur komposit, perbaikan radar, dan kompetensi teknis lainnya.
Dalam pengumuman terpisah, Singapore Technologies Engineering Ltd (ST Engineering) mengonfirmasi bahwa anak perusahaannya ST Marine Engineering Ltd telah mendapatkan kontrak dari Kementerian Pertahanan Singapura untuk desain detail dan konstruksi untuk enam MRCV.
Selain memberikan bantuan teknis, Saab akan bertindak sebagai kontraktor utama proyek MRCV. Sementara desain MRCV akan mengadopsi frigat Iver Huitfeldt/Absalon class dari Odense Maritime Technology (OMT) Denmark.
MRCV AL Singapura tampil serba digital dan canggih, seperti akan dilengkapi dengan sistem propulsi listrik canggih, dan dapat dilengkapi dengan radar Thales Sea Fire, rudal MBDA ASTER dan VL Mica, dan uniknya modul persenjaataan dirancang menggunakan konsep mission containerized modules.
Lebih luar biasa lagi, MRCV Singapura juga dirancang untuk bertindak sebagai kapal induk untuk sistem permukaan, bawah permukaan, dan udara berawak dan tak berawak yang lebih kecil, dengan spektrum misi yang luas untuk memaksimalkan efektivitas tempur. Setelah digunakan oleh Singapura, maka MRCV baru bisa menjadi kapal kombatan permukaan terbesar dari angkatan laut mana pun di Asia Tenggara.
Vanguard 130
Gagasan atas proyek MRCV telah dimulai pada tahun 2018. Kala itu ST Engineering Marine merilis desain Vanguard 130, yakni jenis kapal perang dengan panjang 130 meter dan bobot 5.000 ton.
Vanguard 130 dioptimalkan untuk memungkinkan operasi kendaraan tak berawak, dengan pintu besar di kedua sisi lambung yang memungkinkan akses mudah untuk meluncurkan dan memulihkan remotely operated vehicles (ROV) dan autonomous underwater vehicles (AUV).
Kapal juga dapat dilengkapi dengan Launch and Recovery System (LARS) ST Engineering untuk perahu karet lambung kaku (RHIB), dan sistem untuk kapal permukaan tak berawak (USV) yang dikenal sebagai Q-LARS 2.0.
Vanguard 130 dapat menampung helikopter seberat 15 ton atau kendaraan udara tak berawak (UAV) bersayap putar di dek penerbangan, dan ruang di teluk misinya dan area penyimpanan hingga delapan modul misi peti kemas setinggi 20 kaki.
Baca juga: Singapura dan Israel Pamerkan Blue Spear – Rudal Jelajah Anti Kapal dengan Mesin Turbojet
Senjata yang akan dipasang pada Vanguard 130 termasuk meriam kaliber 76 mm, peluncur rudal anti kapal, sistem peluncuran vertikal (VLS) untuk rudal hanud, dan stasiun senjata kendali jarak jauh (RCWS) di sayap anjungan dan lokasi lain di bagian buritan. Tabung torpedo juga bisa dipasang di tengah kapal.
Namun, dengan kesepakatan antara ST Marine Engineering dan Saab dalam proyek pembangunan MRCV, maka otomatis rancangan Vanguard 130 tidak dilanjutkan. (Bayu Pamungkas)
Tonasenya sama kaya MKS180. Bakal jadi kapal Ftigate terbesar di ASEAN. Bahkan melebihi Hobart Class Australia.
min, bukannya ThaiTanic yang dulu pernah dibahas disini (11 ribu ton) itu masih beroperasi ya?
Sebetulnya Indonesia bisa buat itu berbasis LPD Banjarmasin. Konsepnya sebagai pangkalan terapung multiguna. Awalnya saya kira bakalan seperti Karel Doorman tapi ternyata Singapore lebih terfokus pada platform kapal induk untuk kendaraan tanpa awak.
Yah itu wajar untuk Singapore karena luas wilayah yg kecil tapi sangat strategis dan mereka juga kaya. Indonesia lebih baik fokus pada bangun Kapal Induk LHD dan pesan F-35B agar nantinya ketika dioperasikan bisa siap untuk melindungi Teritorial Indonesia. Sangat penting juga LHD Indonesia dibuat layaknya Banjarmasin Class dan hanya memperpanjang Dek hingga 160 meter dan elevator 2 unit. Haluan bisa diisi oleh VLS Aster atau bisa juga ditambah rudal anti kapal jadi kapal induk tersebut mampu mempertahankan diri mirip dg kapal induk Rusia baik dalam segi kemampuan mempertahankan diri maupun kemampuannya sebagai HQ area untuk pertahanan AA/AD.
Aster ini harganya sangat mahal berbanding Mica. Utk kombinasi Aster 15 (shorad) & Aster 30 (Merad) mmg paling ampuh. Ditambah lg ciws
Dan yg jd pertanyaan om. Dgn begitu banyaknya proyek PT. PAL kedepannya jika jadi. Baik FREMM dan isu frigate lainnya, lalu ada jg rencana kasel jenis baru, maupun lanjutan nagapasa yg blm jls kelanjutannya. Ditambah lg pesanan dr luar negeri. Apakah pihak PT. PAL mampu memenuhi semuanya disamping research terkait LHD dan pengembangan LPD. Takutnya infrastruktur perusahaan dan SDM nya kelimpungan krn kelebihan beban kerja. Walaupun saya bersyukur krn PT. PAL termasuk salah satu BUMN Indhan terbaik dlm hal progress pengembangan perusahaan.
Kalo 10.000 ton sekelas destroyer dong
sebenarnya indonesia bisa bikin itu, tapi sebaiknya bikin kapal angkut induk mini seukurnya korvet, bisa dijadikan kapal pengangkut unmanned drone utk laut, udara, di bawah laut. Dilengkapi teknologi VLS, jamming, anti jamming, RCWS, rudal anti udara, torpedo. diperbanyak mencapai 15 buah korvet, disebarkan di seluruh Indonesia. tanpa menguras biaya operasional besar. karena sudah dilengkapi teknologi unmanned.
kapal angkut drone itu kunci kemenangan pertempuran, lihat peperangan di seluruh dunia lebih memilih penggunaan drone daripada penggunaan kendaraan perang berbobot berat dan tidak terlalu efesien. Rusia dan barat sudah pusing menggunakan tank2 dn mengirim tank2 tetapi frekuensi sangat rendah sekali, paling tinggi frekuensi pertempuran didominasi jumlah besar drone. kemampuan peperangan ini sangat membantu pasukan bergerilya di kota,desa (selain dijaga sistem pertahanan anti udara, rudal anti permukaan)..
Sejatinya bagi Singapura ini utk hadapi siapakah, berseteru dgn Cina tak mungkin, dengan Malaysia hanya candaan siang hari mereka ibarat kakak adik.
njiirrr…..destroyer arleigh burke aja, bobotnya ngg ampe 10.000 ton. Disini,..fremm msh ngga jelas klanjutannya. Kalo jadi pun pasti keteteran mnghadapi ini.
@Zulheri: PT.PAL sanggup. Buktinya sebenarnya bisa mengerjakan bersamaan saat merakit Kasel, membuat LPD buat Filipina dan Sigma disaat hampir bersamaan,belum KCR juga. Tinggal siapin anggaran, bangun galangan kapal baru itu udah cukup. Atau bisa juga join dg galangan kapal swasta dalam negeri.
PT. PAL seharusnya siap, betul tu alternatif dibantu galangan swasta lokal yg dah pengalaman, mungkin yg belum siap2 dari jaman baheula nya adalah “duit” terlalu banyak yg ketilep, namanya ketilep itu tidak sengaja ditilep karena tak sengaja ya sudahlah