Petinggi Dassault Sambangi Kementerian Pertahanan, Bahas Offset untuk Pengadaan Rafale
|Di era pandemi yang belum juga berakhir, kedatangan tamu dari negara asing tentu merupakan upaya besar, boleh dibilang jika tidak ada keperluan mendesak, maka lebih baik pertemuan ditunda, atau bisa dilangsungkan via daring. Namun, ada kabar dari Ditjen Pothan Kementerian Pertahanan RI, dimana pada 11 Februari lalu, kedatangan tamu penting yang datang dari jauh, yaitu dari Negeri asal jet tempur Rafale.
Baca juga: [Polling] Dassault Rafale Menang Telak Atas Eurofighter Typhoon
Mengutip dari keterangan di Instagram @ditjenpotan, disebutkan Dirjen Pothan Kemhan Mayjen TNI Dadang Hedrayudha didampingi Dirtekindhan Laksma TNI Sri Yanto, menerima kunjungan dari Tim Dassault Perancis. Dalam kesempatan ini Dirjen Pothan Menyampaikan bahwa Pertemuan ini merupakan Perkenalan Perusahaan Dassault Aviation Perancis, yang diwakili Vice President business development, Jean Claude Piccirillo dan Vice President Offset Dassault, Michael Paskoff.
Dalam keterangan tersebut disebut bahwa ada pembahasan seputar offset atas rencana pengadaan jet tempur Rafale oleh Indonesia. Sebagai catatan, pada Agustus 2020 lalu telah dilakukan penandatangan Letter of Intent (LoI) dari Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto dan Menteri Pertahanan Perancis Florence Parly.
View this post on Instagram
Dalam LoI tersebut, Kementerian Pertahanan Indonesia menyatakan minat untuk mengakuisisi beberapa jenis senjata, selain terdapat nama Rafale, dalam LoI juga disebut nama kapal selam Scorpene Class, rudal Exocet dan frigat La Fayette Class.
Mengingat kali ini yang datang ke Jakarta adalah delegasi VIP dari Dassault Aviation, tentu yang menjadi fokus perhatian adalah keberlangsungan dari rencana pengadaan Rafale. Sebelumnya perlu dipahami, bahwa LoI bukanlah perjanjian atau kontrak pembelian suatu produk, melainkan baru pernyataan minat untuk mengakuisisi, sementara proses pembicaraan dan negosiasi masih harus dilakukan untuk kelanjutannya. Maka boleh jadi kedatangan delegasi Dassault adalah terkait kelanjutan dari isi LoI yang diteken pada Agustus 2020 lalu.
Kilas balik ke awal Desember 2020, jagad netizen di Indonesia dibuat riuh setelah kabar dari situs Perancis, La Tribune.fr yang mewartakan bahwa Indonesia dan Perancis kini tengah mengadakan pembicaraan untuk pembelian 48 unit Rafale dalam kesepakatan yang segera akan ditandatangani.
Negosiasi antara Perancis dan Indonesia untuk pembelian 48 jet tempur Rafale Perancis sedang berlangsung dengan cepat dan kesepakatan dapat segera ditandatangani. Menurut laporan tersebut, Indonesia ingin mencapai kesepakatan sebelum akhir tahun tetapi negosiator Perancis ingin meluangkan waktu yang diperlukan untuk menyempurnakan detailnya.
Dan ketika akhir tahun (2020-red) telah berlalu, dan belum juga ada kesepakatan atau MoU yang ditandatangani antara Indonesia dan Perancis, maka sebagian warganet ibarat harap-harap cemas lantaran khawatir kena PHP (lagi), setelah pengadaan jet tempur Sukhoi Su-35 tak ada kabar kelanjutannya.
Dalam konteks Dassault, penawaran Rafale merupakan tantangan dan ujian besar, pasalnya pada tahun 1986, Dassault dikalahkan dalam kompetisi melawan General Dynamic (sekarang Lockheed Martin) yang berhasil menjual F-16 Figting Falcon ke Indonesia, kala itu Dassault menawarkan jet tempur Mirage-2000.
Sementara warganet Indonesia, sebagian besar memang lebih memilih Dassault Rafale, bila pengadaan Su-35 akhirnya kandas. Semoga harapan ini benar-benar dapat terealisasi, mengingat kemampuan TNI AU yang telah tertinggal dari Singapura dan Australia, ditambah konstelasi yang meningkat di Laut Cina Selatan. (Haryo Adjie)
Borong laahh, darimana pesawat rusia maju-mundur mulu tapi kaga maju-maju
Yg penting jadi beli, dananya ada 11 rbu trilion
Yg second aja blm ada realisasi kok ini yg bnr2 baru dan jumlah nya 48 unit wow jadi kagak siiih kok kyknya miss too hill…. Wkwkwk
Itu khan kemhan cari 100 unit pesawat tempur.
Walau saya lebih suka jika 100 unit tempur itu berasal dari 1 merek saja, tetapi mengingat kebiasaan Indonesia yang membeli pesawat yang mirip dengan yang dipunyai tetangga maka kemungkinan komposisi pesawat jet fighter yang akan dibeli itu adalah :
36 unit Rafale
28 unit F15
24 unit FA18 Super Hornet
12 unit EA18 Growler
36 + 28 + 24 + 12 = 100
Di mana :
3 skuadron kecil x 12 unit Rafale akan bertugas mengamankan ZEE.
2 skuadron kecil x 12 unit Super Hornet blok 3 akan bertugas mengamankan laut dalam kepulauan NKRI.
2 skuadron kecil x 14 unit F15 akan bertugas sebagai air superiority.
1 skuadron kecil x 12 unit akan bertugas untuk mendampingi mereka semua.
Sedangkan daratan sudah dikawal oleh F16 yang sudah ada.
Untuk berlatih sama tetangga pun bisa.
Selama ini kita hanya bisa memajukan F16 untuk berlatih dengan Singapore dan Australia.
Misal Singapore punya F16 dan F15. Kita udah punya F16. Jika kita punya F15 maka pesawat kita sudah lengkap jenisnya untuk bisa berlatih dengan Singapore.
Australia punya Super Hornet dan Growler, jika kita punya Super Hornet dan Growler juga maka kita bisa berlatih dengan mereka.
Trus kalo kita punya Rafale, kita bisa berlatih dengan Rafale India.
ini terlaksana nya kapan om? 2040 atau 2100???😂😂😂
ok lah semoga sukses, sukses harapannya, sukses juga buletinnya, dan sukses semuanya……
0 89686 01094 7
OK FRANCE
Lg jemput bola si sales desault, keberhasilan mereka akan menjadi sedikit penyeimbang antara eropa dn Us. Sementara Rusia gk akan dpt kontrak krn ancaman sanksi caatsa,RI lbh cnderung cari dr eropa jk pespur bermesin ganda n adanya cm dr prancis si rafale sementara F16 viper mgkin sekali setelah semua ini rampung. Ckup muda dibaca alurnya, sayang seksli SU 35 idamn penggemar dn pemerhati militer Gk jd dtg … di masa depan dagangan militer eropa akan makin laris ini semua berkat undang2 US (CAATSA)