Hari Ini 33 Tahun Lalu, Nyaris Milik TNI AU, Mirage-2000 Pernah Meliuk di Langit Kemayoran
|29 Juni adalah tanggal terakhir penyelenggaraan Indonesia AirShow 86 (IAS 86), pameran dirgantara berskala internasional pertama di Indonesia itu resminya dibuka Presiden Soeharto pada 22 Juni 1986. Diantara perhelatan akbar tersebut, jet tempur Mirage-2000 buatan Dassault Aviation adalah maskot utama di IAS 86, bersama dengan F-16 Fighting Falcon, dua penempur adiguna itu adalah yang paling membetot perhatian segenap mata warga Jakarta.
Baca juga: Punya Kenangan di Jakarta, Panavia Tornado Resmi Pensiun dari AU Inggris
Kala itu dua unit F-16 yang didatangkan dari Lanud Kunsan, Korea Selatan, hanya tampil dalam demo statis. Sebaliknya Mirage-2000 berhasil mengundang decak kagum warga Jakarta. Setiap hari selama pameran, jet tempur bersayap delta ini tak pelit unjuk kemampuan manuver di atas langit Jakarta. Deru afterburner SNECMA M53-P2 memang khas bagi warga di sekitaran Kemayoran.
Meski di IAS 86 juga tampil tim aerobatik Red Arrows dari AU Inggris dengan jet latih HS Hawk yang terkenal, tapi tetap Mirage-2000 yang paling dinanti aksinya. Di kesempatan IAS 96, Red Arrows kembali tampil di Jakarta.
IAS 86 menandakan momen penting pertama kalinya Miraga-2000 bertandang ke Indonesia, dan setelah itu Mirage-2000 belum pernah lagi ‘mampir’ di Indonesia. Tentu saja Dassault Aviation hadir di IAS 86 dengan penuh harapan, lantaran Pemerintah Indonesia kala itu sedang menimbang pengadan jet tempur baru, dengan kandidat F-16 Fighting Falcon dan Mirage-2000, yang kemudian pada kesempatan terakhir juga diikuti Panavia Tornado.
Perancis pada saat itu tampil percaya diri, dari beberapa sumber disebutkan Menteri Ristek BJ. Habibie sebenarnya sangat mendukung akuisisi Mirage-2000. Lepas dari performa yang juga bisa meladeni manuver 9G, Perancis kabarnya menawarkan paket offset 105 persen (mereka akan membeli export Indonesia, senilai 80 persen dari nilai total kontrak), dan menawarkan kemungkinan 25 persen dari sejumlah komponen Mirage-2000 akan diproduksi di pabrik PT Dirgantara Indonesia (d/h IPTN) di Bandung.
Tak hanya itu, TNI AU pada tahun 1984 telah mengutus lima perwira menengahnya, dan dua penerbang uji untuk berangkat ke Perancis guna mempelajari kemungkinan pengadaan Mirage-2000 yang saat itu beum diproduksi massal. Mereka adalah Letkol Pnb. Holki BK yang merupakan penerbang F-5 Tiger dan Mayor Pnb. F. Djoko Poerwoko, seorang penerbang A-4 Skyhawk.
Dalam catatan F. Djoko Poerwoko yang dipublikasikan Majalah Commando tahun 2007, disebutkan para test pilot TNI AU dipersilahkan untuk terbang langsung di kursi depan. Sungguh pesawat yang sangat nyaman dengan performa tinggi. Dengan berat lebih dari 10 ton, Mirage-2000 mampu tinggal landas kurang dari 500 meter dan menanjak ke ketinggian 30 ribu kaki kurang dari tiga menit lalu melesat pada kecepatan Mach 2.
Dengan teknologi fly by wire, performa aerodinamik Mirage-2000 didukung canard di hidung serta evelon sehingga pesawat tidak memerlukan aileron, elevator dan flaps, tentu saja ini satu lompatan teknologi yang sangat berani pada zamannya.
Kelebihan lainnya adalah Mirage-2000 tidak memerlukan pasokan oksigen untuk breathing system serta tidak adanya hydraulic fluid, aplikasi yang hingga saat ini tidak banyak pesawat yang mampu menirunya.
Terbang perdana pada 10 Maret 1978 dan resmi diluncurkan pada Juli 1984, sampai saat ini Mirage-2000 dengan beragam variannya masih terus dioperasikan oleh empat negara. Total 601 unit Mirage-2000 telah berhasil dibuat. Seperti Perancis saat ini masih mengandalkan penempatan skadron Mirage-2000 dari basisnya di Djibouti, Afrika.
Baca juga: Masih Eksis di Argentina, Super Etendard Ternyata Pernah Ditawarkan Serius ke Indonesia
Kembali lagi ke IAS 86, Mirage-2000 jelas bagaikan mega bintang di Kemayoran, lantaran selain F-16, bintang jet tempur terbilang ‘sepi,’ dari dalam negeri, TNI AU di IAS 86 menghadirkan secara statis F-5 E/F Tiger II dan A-4E Skyhawk.
Akhir kata Mirage-2000 akan selalu dikenang sebagai salah satu impian jet tempur untuk Indonesia, karena kita akhirnya memilih F-16 yang konon faktor politik ikut mempengaruhi keputusan pembelian saat itu. (Haryo Adjie)
….didukung canard di hidung serta “evelon”…
Min yang bener ELEVON atau “evelon?
Wah, baru tahu setelah baca postingan ini. Semangat min….
Ada tipo admin… “Miraga” “TNI AD” mohon di benarkan.
Terima kasih atas koreksinya 🙂
Su 35 gak jadi,
dtangnya f16 mulu, mending coba f18 yg didatangkan
(ditahun 2039)
Di Indonesia 20 tahun yang lalu,Su-35 Super Flanker hampir jadi milik AU.Tapi Karena faktor politik,akhirnya Su-35 tidak pernah datang dan diganti …..(silakan lanjut sendiri)
#saturdaynight_joke
Update mi mil 17 hilang kontak
Untung tidak beli….bisa dibayangkan kalau beli….keuangan negara banyak tersedot untuk biaya perawatan……..walaaah mahalnya minta ampun
Gak jg. Bukkinya Sukhoi yg katanya biaya perawatannya mahal tetap dibeli.
Kan sdh ditulis diartikel atas, bahwa faktor politis ikut mempengaruhi pilihan. Itu yg harus digaris bawahi….hehehehe
Cuma program jangka pendek doank sebelum diambil alih IFX
Waktu akuisisi sukhoi kan blom ada ifx bung.
Baru ketahuan mahalnya setelah dibeli dan dipakai bro……..
lihat saja komentar-komentar di berita…sesudah atau sebelum sukhoi dibeli ???
jangan banyak berkhayal..hhhhhhhhhh
faktor politis ikut mempengaruhi pilihan…namun pilihannya juga sangat jitu…..hahahaha
Belinya seuprit
Baru ketahuan mahalnya setelah dibeli dan dipakai bro……..
—————————————————
Itu kebiasaan ente yg gak beduit beli motor second, ngerawatpun tak mampu krn gak punya duit.
Angkatan udara mana didunia ini yg ada dlm pikiran ente gak tau klo itu perawatannya mahal setelah dibeli.?
Ngigau aja loe ababil…hehehe
Setiap negara yg mau membeli produk alutsista pst melakukan RFI bro..broo
Tau kepanjangan RFI kan? Itu baru tahap awal saja sdh bisa diketahui kok.
Jd gak ada dikamus angkatan bersenjata bahwa baru ketahuan mahal setelah dibeli dan dipakai….ahhh dasar komen ABG alay ente nyol….nyol…hehehe
Yg ditanya Mirage malah jawabnya Sukhoi.
Kalo perawatan Sukhoi mahal, faktanya TNI beli SU-35…..nyol…nyol
Yg dibuat patroli mondar mandir malah Sukhoi tuh…..hehehe
bank Ruskey…Makin ngelantur aja nih kamu…………kita bicara Indonesia kok mbahas negara lain…
bank Ruskey…kamu sendiri yang mulai mbahas si sukro…hhhhh…baca lagi dari atas sono….
“patroli mondar mandir malah Sukhoi”….wah wis ngelantur fatal…
“faktanya TNI beli SU-35″…….lhaaa..makin ngelantur
Penerus Mirage adalah rafale,tapi harga rafale sangat mahal
Memang sangat mahal…..dan biaya operasionalnya lebih dari 80 juta perjamnya 😣😣😣
Biaya operasi rafale Kalau dibandingkan sama f15E mana lebih mahal ya
Oh jelas strike eagle
sangat mahal…disamping buatan perancis mahal mahal…juga yang diproduksi juga kecil…jelas akan kesulitan suku cadangnya
Mirage 2000 sekitar 600 ekor
Rafale sekitar 200 ekor
Bandingkan dengan F-16 sudah hampir 6000 ekor
F-15 sekitar 1200 ekor
F-18 sekitar 1500 ekor
su-27/30 sekitar 1400 ekor
Dr mana analisa akan kesulitan suku cadang.?
yang namanya analisa itu suka suka pribadi….hhhhhh
suku cadang mirage 2000….. SULIT…….sudah pernah dibahas di kampung halamanmu…hhhhh…silahkan dibaca lagi