Dikerahkan ke Ambalat, TNI AL Operasikan Helikopter AS565 MBe Panther Full AKS
|
Setelah lama dinanti, lantaran jadwal seharusnya diterima pada September 2019, maka ada kabar baik dalam jagad alutsista nasional, dimana salah satu helikopter AS565 MBe Panther full AKS (Anti Kapal Selam) telah dioperasikan oleh Puspenerbal TNI AL. Meski tidak diumumkan secara resmi, kehadiran AS565 MBe Panther dengan kemampuan khusus ini tersirat dalam pernyataan Komandan Guspurla Koarmada II Laksma TNI Rahmat Eko Rahardjo.
Baca juga: September 2019, AS565 MBe Panther Full AKS Akan Diterima TNI AL
Dikutip dari siaran pers tnial.mil.id (7/2/2021), Laksma TNI Rahmat Eko Rahardjo yang onbord di KRI I Gusti Ngurah Rai (GNR) 332 mengakatakan, dalam misi kali ini KRI GNR 332 didukung helikopter Panther HS 4211 guna memperkuat kemampuan identification, survelllance, recognition serta kegiatan lain dalam menunjang tercapainya misi dan tujuan operasi.
“Helikopter panther dengan nomer HS 4211 dilengkapi dengan Dipping Sonar L-3 Ocean Systems DS-100 Helicopter Long-Range Active Sonar (HELRAS) yang dapat beroperasi optimal di area laut dangkal dan laut dalam. Dipadu dengan perangkat DS-100, Helikopter Panther dirancang ideal untuk melakukan redetection, melokalisir sasaran, dan melancarkan serangan torpedo di perairan dangkal maupun perairan dalam,” Terang Laksma Rahmat Eko.
Sementara itu, KRI GNR 332 dibawah kendali operasi Gugus Tempur Laut (Guspurla) Koarmada II yang dikomandani Kolonel Laut (P) Sumarji Bimo Aji akan diberangkatkan ke wilayah perbatasan RI-Malaysia.
Nampak dalam foto paling atas yang dirilis TNI AL, Panther HS 4211 yang sedang dalam proses take-off dan landing tidak dilengkapi perangkat HELRAS. Dari informasi yang didapatkan Indomiliter.com, perangkat sonar celup tersebut bersifat plug and play, sehingga dipasang bila memang diperlukan saja.
Dari total 11 unit AS565 MBe Panther untuk Puspenerbal, dua unit di antaranya adalah full AKS, sementara unit sisanya dapat di-upgrade menjadi varian full AKS.

Berdasarkan siaran pers dari Rotorcraft Service Group (2/3/2015), disebutkan PT Dirgantara Indonesia dan Rotorcraft Service Group Inc. (RSG) telah mengadakan kontrak kesepakatan untuk adopsi pengembangan dan sistem integrasi ASW (Anti Submarine Warfare) pada armada AS565 MBe Panther pesanan TNI AL.
Dijelaskan lebih detail, nantinya heli AKS TNI AL akan dilengkapi perangkat integrasi yang mencakup L-3 Ocean Systems DS-100 HELRAS. Sementara untuk misi menghancurkan kapal selam, dalam kesepakatan Panther TNI AL juga akan dipasang sistem peluncur torpedo, sistem peluncur ini disiapkan untuk menghantarkan jenis torpedo Raytheon MK46 atau Leonardo Whitehead A244/S. Kedua torpedo tersebut kebetulan sudah sejak lama dimiliki TNI AL.
Selama ini teknologi HELRAS sudah banyak dipakai dalam platform AKS di negara-negara NATO. Sonar ini dapat beroperasi optimal di area laut dangkal dan laut dalam. HELRAS menggunakan frekuensi rendah dengan resolusi tinggi pads sistem Doppler dan rentang gelombang panjang untuk mendeteksi keberadaan kapal selam dari jarak jauh.Khususnya dengan perangkat DS-100, dirancang ideal untuk melakukan redetection, melokalisir sasaran, dan melancarkan serangan torpedo di perairan dalam dan dangkal.
Baca juga: TNI AL Ajukan Upgrade Fitur Anti Kapal Selam untuk Armada AS565 MBe Panther
Cara operasi HELRAS DS-100 dengan diturunkan dari helikopter hingga masuk ke permukaan air. HELRAS DS-100 terdiri dari tujuh elemen proyektor dan delapan lengan hidrolik yang dapat dibentangkan hingga 2,6 meter saat digunakan. DS-100 mampu beroperasi di kedalaman 500 meter dan memiliki Figure Of Merit (FOM) untuk mencapai konvergensi zona deteksi. (Gilang Perdana)
Dgn akan pindahnya IBU KOTA NEGARA KITA ke kalimantan, mungkin TNI mikirin ” LISTENING POST” kapal selam di selat MAKASAR.
Membentuk land base medium AKS helikopter sqd
Kalau kena CIWS 5 ribu peluru 20mm aman tidak? Jarak 500meter ketinggian 20 meter
Ya kalo ngebandingin gitu mulu ya semua alutsista jg bakalan rontok lah kena senjata antidotnya.
Intinya jaga jangan sampai tertembak musuh.
Lagian mana ada CIWS punya kapasitas peluru sampai 5rb butir..
@admin
Min saya tertarik dg bagian dibawah ini 👇…..seberapa mudah untuk membongkar pasang modul VDS diatas kaprang yg sedang berlayar dan berapa lama waktu yg dibutuhkan utk membongkar/memasangnya kembali 🙏
Di PKR tersedia “hand forklift” yg sangat membantu utk menghandling alat bertonase diatas 100 Kg, seperti modul “probe dan sistim hoisting kabelnya”…..lantas setelah dicopot, apakah modul VDS ini cukup diletakkan di geladak hanggar heli atau butuh dudukan khusus ya min 🤔
“Dari informasi yang didapatkan Indomiliter.com, perangkat sonar celup tersebut bersifat plug and play, sehingga dipasang bila memang diperlukan saja.”
Kapal selam sepertinya tidak cocok di gelar di Laut natuna (LCS nya Indonesia) karena lautnya dangkal, akan mudah terdeteksi walopun sama sonar biasa kapal permukaman…lebih baik banyakin kapal bakamla dan kapal patroli AL, tapi yg mobile…artinya selalu standby penuh, kl diperintahkan berangkat dlm hitungan krg dari 1 jam bisa langsung go…
Jangan Lupa Kasel ChangBogo Class juga diKerahkan ke Natuna, Syukur – syukur Kilo Class yang dengar – dengar Lagi “diSimpan” diNegara Tetangga juga turut Dikerahkan ke Natuna. (ya Kalo ada).
Jalesveva Jayamahe !
Jaman gini masih aja percaya ama barang2 ghoib bung.
Secara logika aja udah gak nyambung, aneh aja ngapain juga alutsista2 disimpan di negeri orng kyak didalam negeri sdh gak muat aja,
Beda kasus seperti Singapura yg alutsista nya hrs dititip karena emag udah gak muat.
@bung Gauren
Bukan masalah percaya atau tidak percaya.
Hal ini dilakukan untuk menjaga stabilitas dan perimbangan kekuatan dikawasan Regional.
(Biar tetangga sebelah tidak iri)
Bangga tapi juga aneh.
Yang panas di LCS AKA NORTH NATUNA SEA eh malah ambalat yang dijaga. Apa ane saja yang kagak ngerti, atw memang aneh
Ambalat kalo ga dijaga secara konsisten, nanti kalo lepas lagi seperti sipadan ligitan…..tar malah nunjuk-nunjuk orang lain lagi 🙆
Terbaik TNI AL👍👍👍
Waaahh, klo iver jadi mayan buat ngeronda disana
Belum ada teknologi deteksi KS selain mencelupkan alat deteksi KS ke laut..?
Konon…..sebuah perusahaan di amerika sdg mengembangkan teknologi sonar “non celup”
ngakak ane…
Ada yg mengembangkan konsep deteksi kasel dari citra pergerakan gelombang dan volume air laut sejak tahun 80an
Dipping Sonar L-3 Ocean Systems DS-100 Helicopter Long-Range Active Sonar (HELRAS) mungkin amat sangat mahal ya sampai heli penerbal kita harus hidup prihatin baru 2 unit heli yang dilengkapi dari 11 unit yang ada, padahal ada 3 koarmada idealnya punya 3 skwadron heli aks juga, tak apalah kita bukan negara kaya nan makmur semoga bertahap bisa dilengkapi semua kelak.
Naaaaaaaaah, itu dia……bujetnya kesedot utk beli OSPREY, coba bayangkeun, dimana skala prioritasnya sesuai dg potensi ancaman terkini 🤦🤦🤦
Osprey ambil bujet AD. AL ada bujetnya sendiri.
Kecuali AL juga minta Osprey kaya AD.
Ya disitu pangkal masalahnya……coba sudah proporsional belum pembagian porsi bujet antar matra disesuaikan dg potensi ancaman thd Indonesia yg negara maritim-kepulauan yg (pernah) punya visi poros maritim
@admin
Min konon Helras nya AL, bagian kabel serat optiknya dipotong panjangnya menjadi 300 m saja utk mengurangi bobot total sistim VDS nya 🤷
Yang penting msh dapat bekerja optimal gak masalah.
Pemangkasan bobot sehingga mobiltas dan pemasangan plug&play nya lebih ringkas
Daripada repot sendiri gara2 kelebihan berat.