AS: Terbuka Peluang Bila Australia Ingin Mengoperasikan Pembom Stealth B-21 Raider
|Semenjak membentuk pakta pertahanan AUKUS bersama Amerika Serikat dan Inggris, arah dan strategi pertahanan Australia mengalami perubahan secara mendasar. Dengan mengacu pada potensi konflik di masa depan dengan Cina, kini Australia memproyeksikan pengembangan persenjataan dengan kemampuan serangan jarak jauh.
Baca juga: Pertama Kali, AS Tempatkan 4 Unit Pembom Stealth B-2 Spirit di Queensland Australia
Selain memproklamirkan rencana pengadaan delapan unit kapal selam bertenaga nuklir, faktanya Negeri Kanguru juga telah mengorder Tomahawk Cruise Missiles, AGM-158 Joint Air-to-Surface Standoff Missiles (Extended Range), AGM-158C Long-Range Anti-Ship Missiles (Extended Range) (LRASM), pengembangan rudal Hipersonik dan Precision Strike Guided Missiles, yang kesemuaya tak terlepas dari dukungan dari beberapa manufaktur besar di Amerika Serikat.
Selain kemampuan tempur jarak jauh yang disebut di atas, Australia yang kini ‘ketempatan’ sebagai basis pembom stealth B-2 Spirit di Lanud Amberley di Queensland, rupanya mendapatkan angin segar dari Washington, yakni terbuka kemungkinan bagi Angkatan Udara Australia (RAAF) untuk menjadi operator pembom stealth.
Dikutip dari Australian Strategic Policy Institute (ASPI) – 23 Agustus 2022, Sekretaris Angkatan Udara AS (USAF) Frank Kendall telah mengindikasikan bahwa Washington dapat mempertimbangkan untuk menyediakan pesawat pengebom jarak jauh B-21 Raider jika Canberra memintanya. Ungkapan Kendall diutarakan setelah jamuan dari KSAU Australia Marsekal Udara Robert Chipman di Canberra minggu ini.
Frank Kendall menegaskan, “Saya pikir Amerika Serikat, secara umum, akan bersedia untuk berbicara dengan Australia tentang apa pun yang menarik dari perspektif Australia yang dapat kami bantu.” Kendall juga menyoroti kerja sama yang erat antara AS dan Australia pada F-35 Joint Strike Fighter sebagai contoh dan mengatakan bahwa dia tidak berpikir ada batasan mendasar di area di mana kedua negara dapat bekerja sama.
“Jika Australia membutuhkan (kemampuan) serangan jarak jauh, dan saya pikir saya akan menyerahkannya kepada kepala staf udara untuk membicarakannya, maka kami akan bersedia untuk berbicara dengan mereka tentang itu,” lanjut Kendall.
“Tetapi jika kita berinvestasi dalam serangan jarak jauh, maka itu harus seimbang. Kami juga harus dapat melindungi dan mempertahankan platform tersebut saat mereka berada di Australia. Jadi, sementara kami mungkin bekerja dengan AS pada B-21, itu adalah bagian kecil dari keseluruhan kemampuan serangan yang akan kami butuhkan di Australia,” kata Chipman.
Sementara untuk B-21 Raider, digadang sebagai pembom strategis yang dirancang untuk membawa senjata nuklir dan konvensional. Kecepatan pembom stealth ini masih belum diketahui, tetapi direncanakan untuk jarak jauh, ditambah dengan muatan yang besar.
AU AS berencana untuk mempersenjatai B-21 dengan rudal jelajah Long-Range Stand-Off (LRSO) generasi terbaru untuk misi nuklir. Pembom juga akan mampu membawa keluarga B61 dari bom gravitasi nuklir tanpa pemandu, terutama B61-12.
Untuk misi nuklir, B-21 Raider akan menggunakan rudal jelajah siluman untuk membersihkan jalur melalui jaringan pertahanan udara musuh, kemudian menjatuhkan bom gravitasi nuklir pada targetnya. Sementara untuk misi konvensional, B-21 Raider akan membawa rudal jelajah Joint Air-to-Surface Standoff Missile Extended Range (JASSM-ER) bersama dengan bom dipandu satelit GBU-31 Joint Directed Attack Munition (JDAM).
Jika pada akhirnya Washington memutuskan untuk memasukkan Australia dalam program pembom B-21, maka akan menjadi tonggak utama berikutnya dalam kerja sama pertahanan antara kedua negara setelah perjanjian trilateral AUKUS tahun lalu, sebagai bagian di mana AS dan Inggris membantu Australia memperoleh kapal selam bertenaga nuklir.
Baca juga: Terkini, Sudah 50 Unit F-35A Lightning II RAAF Tiba di Australia
B-21 Raider kelak bisa menjadi game-changer bagi Australia, itu karena pembom ini memiliki jangkauan tiga atau empat kali lipat dari F-35A, artinya dapat menjangkau jauh ke Indo-Pasifik tanpa memerlukan dukungan pesawat tanker. (Gilang Perdana)
@agato
permasalahan indonesia cuma 2, yaitu kurang dana dan kurangnya efisiensi dana
coba aja cek vietnam, lumayan pesat mereka soal militer, ngga usah ikut-ikutan negara lain masalah hubungan dll, cukup masalah internal di bereskan dulu lalu potensi yang ada di maksimalkan, turki juga ngga terlalu diuntungkan ikut nato karena dianak tirikan, singapura karena konflik dengan cina jadi ya berkawan sama paklik sam dan bisa saja dijadiin paklik sam basis buat nyerang wilayah sekitar mau ngga mau meskipun wilayahnya kecil
Jika membaca postingan anda mengenai Malaysia bagian dari FPDA, saya hanya ingin mengutip dari pakar hubungan Internasional kita yang pernah menjelaskan bahwa, “Ausie dan Inggris tidak akan membantu Malaysia, jika Malaysia yang memulai perselisiahan dengan Indonesia.”
Lalu AUKUS dibentuk oleh Negar² yang memiliki rekam jejak pernah bergesekan dengan China.
Lalu Ausie pernah melakukan penyadapan kepada pemimpin dan pejabat negara kita.
Ausie juga pernah melecehkan dalam artian tidak ikhlas bantuan tsunami Aceh