Zvezda K-36D – Mengenal Kursi Pelontar di Jet Tempur Sukhoi Su-27/Su-30

Berkaca dari insiden yang melibatkan jet tempur, maka kemampuan dan kinerja kursi pelontar (ejection seat) menjadi elemen yang menentukan pada keselamatan pilot. Bicara tentang teknologi kursi pelontar, netizen telah mengenal Martin Baker MK10 buatan Inggris yang digunakan pada pesawat latih KT-1B Wong Bee, pesawat COIN EMB-314 Super Tucano dan jet tempur Hawk 109/209. Sementara F-16 Fighting Falcon mengadopsi ACES (Advanced Concept Ejection Seat) II buatan Collins Aerospace (Raytheon Technologies) dari Amerika Serikat. Lantas, bagaimana dengan jet tempur strategis Sukhoi Su-27/Su-30 series, jenis kursi lontar apa yang disematkan pada jet tempur produksi Rusia tersebut?

Baca juga: Miniature Detonating Cord dan Martin Baker MK10, Dua Fitur yang Selamatkan Pilot Hawk 209 TNI AU

Nah, jenis kursi pelontar yang digunakan pada Su-27/Su-30 adalah K-36D produksi NPP Zvezda. K-36D dirancang untuk dapat melontarkan pilot pada berbagai kondisi kecepatan dan ketinggian pesawat. Seperti halnya kursi pelontar lansiran AS dan barat, K-36D dapat digunakan dalam kondisi ketinggian nol dan kecepatan nol (zero-zero ejection seat), alias kursi pelontar dapat digunakan saat pesawat masih berada di permukaan. Untuk menggunakan kursi pelontar, disyaratkan bagi awak mengenakan peralatan pelindung, seperti harness, pressure suits dan kostum anti gravitasi.

Kursi terlontar dengan mekanisme penembakan roket. Headrest rescue system ditempatkan di dalam kubah yang tersimpan di sandaran kepala. Bobot kursi pelontar K-36D mencapai 103 kg, dimana komponen pada kursi pelontar sudah mencakup kombinasi peralatan pelindung KKO-15 dan tabung oksigen. Secara umum, peralatan yang ada di kursi pelontar terdiri dari sistem parasut, survival kit, windblast shield, sistem oksigen darurat dan pyrotechnic charges.

zero-zero ejection

Dari spesifikasi, kecepatan lontaran ejection seat K-36D mencapai 1.400 km per jam dan dapat dilontarkan pada ketinggian 20.000 meter saat kecepatan pesawat Mach 2.5. Pada prinsipnya, kecepatan lontaran roket disesuaikan dari kecepatan laju pesawat, pihak pabrikan menyebut mekanisme penyesuaian kecepatan roket berlaku otomatis saat kecepatan pesawat lebih dari 850 km per jam.

Pasca proses pelontaran, maka selanjutnya pilot akan ‘terpisah’ secara otomatis dari kursi, pada saat itu, kanopi parasut akan mengembang. Portable survival kit pada saat itu akan terpisah dari kursi bersama pilot, fungsinya survival kit disini untuk mendukung pendaratan, baik mendarat di tanah maupun pendaratan di air. Portable survival kit juga berisi rakit/pelampung penyelamat ПСН-1 dan perangkat radio emergency untuk memudahkan proses pencarian oleh tim SAR Tempur.

Baca juga: Abaikan Prosedur Keselamatan, Pria 64 Tahun ‘Terlontar’ dari Rafale B

Insiden MiG-29 di Paris AirShow 1989.
Insiden dua MiG-29 saat Royal International Air Tattoo 1993.

Debut kursi pelontar K-36 naik daun saat insiden jatuhnya MiG-29 di Paris AirShow 1989, saat itu pilot Anatoly Kvochur sukses terlontar pada ketinggian rendah sebelum pesawat mengalami ground impact. Kemudian, pada Royal International Air Tattoo di Faiford, Inggris pada tahun 1993, dua pilot berhasil melontarkan diri setelah dua pesawat MiG-29 bertabrakan di udara. Belakangan, nama kursi pelontar K-36 kembali disebut, setelah jet tempur Kowsar milik Iran, dikabarkan juga menggunakan kursi pelontar jenis ini. (Gilang Perdana)