Viking Twin Otter Guardian 400: Dari Pesawat Patroli Berharap Jadi Pesawat Mata-Mata

Punya predikat sebagai pesawat turbo propeller legendaris yang dikenal bandel, lincah dan tangguh, sejak 2007 Viking Air telah merilis DHC-6 Twin Otter dalam varian patroli maritim yang diberi label sebagai Guardian 400. Pesawat yang dapat mendarat dan tinggal landas di landasan rumput ini tergolong laris di pasaran. Seperti di Asia Tenggara, Vietnam adalah pengguna DHC-6 Twin Otter Guardian 400 MPA sejak 2012.

Baca juga: Viking Air Umumkan Penjualan 7 Unit Pesawat Amfibi CL-515/415 Series untuk Indonesia

Dan dari ajang Paris AirShow 2019, Viking Air kembali memperkenalkan update varian Guardian 400. Selain hadir dengan livery loreng pixels abu-abu, ada sejumlah peningkatan kemampuan yang ditawarkan oleh manufaktur asal Kanada yang baru saja meraih order pengadaan tujuh unit pesawat amfibi untuk Indonesia ini.

Dikutip dari Janes.com (18/6), Viking tak sendiri dalam menggarap varian Guardian 400, melainkan turut dilibatkan perusahaan asal Austria, Airborne Technologies. Wujud yang paling kentara dari sentuhan baru pada Guardian 400 adalah penempatan pod sensor electro-optical infrared (EO/IR) camera pada bagian bawah sayap sebelah kiri (wing pod). Yang digunakan adalah jenis SCAR 15 pod yang berisi kamera optik Hensoldt ARGOS II.

Pihak Viking menyebut, pada pengembangan selanjutnya, akan dipasang SCAR pod kedua pada sisi sayap sebelah kanan, pod tersebut akan berisi sistem radar Leonardo Osprey, yang dapat memberikan observasi dengan sudut 120 derajat. Tidak itu saja, nantinya Guardian 400 juga akan menggunakan teknologi visual detection and ranging (ViDAR) yang dipasok Sentient.

Guna memikat operator di belahan penjuru dunia, Viking bahkan punya obsesi untuk menjadikan Guardian 400 sebagai pesawat dengan kemampuan ISR (Intelligence, surveillance and reconnaissance). Yaitu dengan penasangan Artemis cellular geolocation system. Perangkat perusahaan Inggris, Smith Myers ini digadang dapat menemukan dan melacak sinyal telepon seluler yang ada di daratan.

Data dan citra yang diperoleh dari sensor dapat di-downlink ke pengguna di lapangan melalui sistem yang dikembangkan perusahaan asal Inggris, ECS. Data dapat dikirimkan ke konsol tablet pada kisaran 12-20 km, atau hingga 200 km ke markas, atau kendaraan pengendali operasi. Kenyamanan awak juga menjadi perhatian, yaitu dengan adopsi roll-on/roll-off tactical workstation system. Konfigurasi lain yang ditawarkan mencakup lubang kamera, tempat tidur dan lavatory (toilet) yang diperbesar.

Rob Mauracher, Executive Vice President of Sales and Marketing Viking menyebut, bahwa penggunaan modul SCAR pod memberikan kemampuan signifikan untuk pesawat, dan juga merupakan sistem yang sangat fleksibel. “Penggunaan pod memberikan pilihan bagi operator untuk mengubah peran pesawat secara cepat,” ujar Rob Mauracher. Sebelumnya, pada Guardian 400 MPA yang digunakan Penjaga Pantai Vietnam, sensor electro-optical infrared disematkan pada bagian bawah hidung. Sudah barang tentu akan lebih sulit untuk lepas pasang modul pada bagian bawah hidung.

Lepas dari itu semua, faktanya Viking harus menghitung secara cermat perubahan konfigurasi yang disematkan, pasalnya perubahan payload akan berdampak pada sisi kelincahan manuver pesawat, dimana lincah dan bandel sejak lama adalah jargon yang kadung melekat pada keturunan keluarga Twin Otter.

Baca juga: N-219 Maritime Patrol – Pesawat Perintis Mulitrole Pengganti N22/N24 Nomad TNI AL

Twin Otter pertama kali dikembangkan pada 1964. Perusahaan de Havilland Canada menjadi yang pertama kali membuat pesawat sebelum diambilalih Viking Air. Perusahaan terakhir mengembangkan produk Series 400. DHC-6 memiliki panjang badan 15,8 meter dengan panjang sayap 19,8 meter. Pesawat ini mampu menempuh jarak tempuh 1.800 kilometer dan bisa menampung hingga 20 penumpang dalam konfigurasi sipil. (Gilang Perdana)

16 Comments