Rusia: “Pengiriman MiG-29 Fulcrum dari Slovakia ke Ukraina Melanggar Kontrak Ekspor Ulang Internasional”
Pemerintah Slovakia belum lama ini dikabarkan telah mengirim batch pertama (empat unit) jet tempur MiG-29 Fulcrum, dari total 13 unit MiG-29 yang akan diserahkan kepada Angkatan Udara Ukraina. Tidak seperti (rencana) pasokan MiG-29 dari Polandia yang ramai disebutkan tahun lalu, maka pengiriman MiG-29 milik Slovakia telah menuai protes keras dari Rusia. Protes yang dilayangkan Rusia ternyata bukan terkait hal teknis, melainkan pada pelanggaran kontrak ekspor ulang persenjataan. Kok Bisa?
Federal Service of Military Technical Cooperation (FSMTC) Rusia dalam siaran pers (31/3/2023), menyebut bahwa Kemennterian Pertahanan Slovakia telah melanggar kontrak dan standar kontor ekspor internasional yang telah menjadi kewajibannya.
FSMTC Rusia mengumumkan pelanggaran berat Slovakia terhadap kewajiban internasional atas ekspor ulang senjata buatan Rusia, tercatat dalam Pasal 6 Perjanjian antara Pemerintah Federasi Rusia dan Pemerintah Republik Slovakia tentang kerja sama teknik-militer tertanggal 29 April 1997. “Masing-masing Pihak Penandatangan tidak akan, tanpa persetujuan tertulis dari Pihak Penandatangan lainnya, menjual atau mentransfer senjata dan peralatan militer ke negara ketiga, dokumentasi teknis untuk produksinya, informasi dan materi yang diperoleh atau diperoleh sebagai hasil dari kerja sama teknis-militer bilateral ….”
Pada saat yang sama, Menteri Pertahanan Slovakia, J. Nagy, mengatakan bahwa “tidak ada dokumen semacam itu di arsip Kementerian Pertahanan Slovakia.” Sementara pihak Rusia mengatakan ada indikasi dari Menhan Slovakia untuk menyesatkan publik internasional.
Lantaran Menhan Slovakia mengklaim tidak mengetahui adanya dokumen kontrak untuk ekspor ulang, maka pihak Rusia menyatakan siap membantu Slovakia dengan menyediakan salinan asli dokumen antar pemerintah terkait yang disimpan di arsip Federasi Rusia.
Pihak Rusia mengatakan pasokan pesawat tempur MiG-29 ke Slovakia dilakukan berdasarkan kontrak yang ditandatangani dengan Kementerian Pertahanan Slovakia pada 8 Juli 1993. Pasal 14.6 kontrak ini memuat ketentuan bahwa “pelanggan tidak akan menjual atau mentransfer secara formal tanpa persetujuan pemasok [Rusia].
Selain itu, pada tahun 2009, Kementerian Pertahanan Slovakia menandatangani kontrak dengan RAC MiG JSC untuk berlangganan dalam perawatan pesawat MiG-29 Angkatan Udara Slovakia. Dan Rusia sepanjang waktu terus memenuhi kewajibannya untuk melakukan pemeliharaan agar MiG-29 Slovakia siap tempur.
Namun, tahun lalu Slovakia mengumumkan penghentian perjanjian tersebut. Pada saat yang sama, masalah pengembalian peralatan yang diimpor dari Rusia untuk melayani pesawat sebagai bagian dari pemenuhan kewajiban kontraktual, serta pembayaran untuk layanan yang telah diberikan, tetap belum terselesaikan sampai saat ini.
FSMTC Rusia menyebut bahwa Kementerian Pertahanan Slovakia saat ini terkesan mengindari negosiasi. Atas pelanggaran kontrak ekspor ulang internasional ini, sejauh ini belum ada respon resmi dari Pemerintah Slovakia.
Tentang ekspor ulang persenjatan internasional menjadi mengemuka dalam perang Ukraina. Seperti pengiriman MBT Leopard 2A4 ke Ukraina, dari kesemua negara donatur, maka harus melewati izin Jerman, meski pada akhirnya Jerman ikut bergabung sebagai donatur Leopard. Ada lagi kasus Swiss, yang mana negara netral tersebut sampai saat ini tak memberikan izin ekspor ulang atas persenjataan produksinya untuk dikirim atau dijual negara penggunanya ke Ukraina.
Indonesia di masa lalu juga pernah tertimpa masalah kontrak ekspor ulang persenjataan, yakni saat Yordania akan menjual jet tempur F-5E/F Tiger ke Indonesia, meski Yordania sepakat menjual, namun, Amerika Serikat sebagai pemasok jet tempur tersebut melarang.
Ceritanya, guna memulihkan postur kekuatan F-5 Tiger pada posisi satu skadron penuh, maka pada tahun 1993 ada tawaran untuk membeli empat unit F-5E eks surplus AU Yordania, dengan harga US$25 Juta untuk seluruh pesawat. Yordania sendiri menggunakan 61 unit F-5E dan 14 unit F-5F. Namun, karena buatan Amerika Serikat, penjualan F-5 dari negara pengguna ke negara lain, harus membutuhkan persetujuan dari negara produsen.
Apesnya, ketika izin diajukan ke Departemen Luar Negeri AS dan Kongres pada 1993, justru jawaban tidak yang diterima oleh Pemerintah Indonesia. Juru bicara Deplu AS saat itu, Sondra McCary mengatakan, “Setelah pertimbangan masak, termasuk meminta pertimbangan Kongres, Deplu AS memutuskan tidak memenuhi permintaan Yordania untuk menjual F-5 ke Indonesia.” Pangkal musababnya karena dugaan pelanggaran HAM berat atas Insiden Santa Cruz yang terjadi 12 November 1991 di Dili, Timor-Timur. (Haryo Adjie)
Hegemoni Amerika runtuh ..sama Rusia dan Cina …Dollar dan euro mata uang beracun di buang jauh jauh sama Rusia dan Cina juga Iran, Venezuela dan lainnya..bank bank Amerika kolaps bangkrut akibat efek menyangsi Rusia yg kuat dan kebal sangsi.
Rusia beli saja ke Iran, sekarang Iran lagi besar2an produk rudal hipersonik yang belum bisa ditangkis sistem pertahanan secanggih apapun.
Soal arsip asli kontrak. Modusnya persis dg naskah asli Surat Perintah 11 Maret. Raib ditelan bumi. Bayangin guys, dokumen negara yg juga salah satu landasan pemegang Surat Perintah utk melakukan kudeta merayap tsb gk ada. Kita disuruh percaya aja dg salinannya. Ditanyai satu per satu semua saling lempar. Ya jelas gk bakal ketemu. Kenapa? Simpel: salinannya gk sama dengan yg asli. Kk ketemu berabe dong. Hahahaa ..Sama kan?
Kartu yang selalu dimainkan Amerika adalah pelanggaran hak, sementara Israel yg jelas melanggar HAM setiap hari tidak pernah dikritik, nikmatnya standar ganda apa Amerika. Hanya orang bodoh yang percaya pada Amerika, saat Asia berjaya dengan menggandeng china
Tp klo penjualan rudal jelajah Onix yg punya kecepatan Supersonik ke paman Abidin pastinya boleh bung Admin. Mengingat negara Paman bidin masih tertinggal jauh utk teknologi rudal. Dan masih berkutat di rudal dng kecepatan lemot…ehhh…maksuknya subsonic. Spt Tamahawk jadul.