POM Class – Lindungi ZEE Perancis di Wilayah Koloni, Inilah OPV Modern dengan Drone Intai
|Bila Angkatan Laut Inggris mempunyai Offshore Patrol Vesssel (OPV) River class sebagai kapal perang (patroli) dalam penggelaran misi di Indo Pasifik, maka Angkatan Laut Perancis juga mempunyai OPV POM (Patrouilleurs Outre-mer) class untuk misi kehadiran militer Perancis di wilayah koloni. Dari emam unit yang akan dibangun, unit pertama, yakni Auguste Bénébig P779, saat ini sedang dalam pelayaran menuju wilayah penugasan di Pasifik selatan.
Baca juga: Ditempatkan Selama 5 Tahun, Dua OPV AL Inggris Memulai Pelayaran ke Indo Pasifik
OPV POM class atau Félix Éboué class, dibangun oleh galangan Socarenam di Perancis. Dipersiapkan untuk meronda di wilayah koloni, OPV POM class akan ditempatkan di Nouméa, Tahiti dan La Réunion, yakni sebagai pengganti kapal patroli P400 class yang mendekati akhir operasionalnya.
POM class dirancang jauh lebih besar dari P400 class, dengan bobot penuh 1.300 ton, OPV ini punya jangkauan dan kemampuan yang lebih luas. Socarenam sesuai rencana, mulai menyerahkan produksi POM class dari awal 2023 hingga tahun 2025. POM class dirancang untuk melindungi ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan melakukan tugas penjaga pantai, ciri khas dari kapal perang ini hadir tanpa persenjataan ofensif yang signifikan.
Pada 3 November 2019, selama Assises de l’économie de la mer, Presiden Emmanuel Macron mengumumkan bahwa Kementerian Angkatan Bersenjata telah menugaskan kontrak pembangunan enam unit POM class ke Socarenam di Boulogne-sur-Mer.
OPV POM class diberi nama untuk menghormati pejuang Perancis dari wilayah seberang laut tempat kapal akan berpangkalan. Upacara dimulainya pembangunan kapal pertama, Auguste Bénébig, berlangsung pada 8 Oktober 2020 saat kunjungan Menteri Angkatan Bersenjata Florence Parly di galangan kapal Socarenam di Saint-Malo.
Auguste Bénébig kemudian diluncurkan pada 15 Oktober 2021 di Saint-Malo, dan ditarik ke Boulogne-sur-Mer di mana dia tiba pada 18 Oktober 2021 mulai dipasangi perangkat elektronik dan navigasi. Auguste Bénébig memulai sea trial pada 26 Juli 2022 di pangkalan angkatan laut di Brest. Sementara peresemian operasional Auguste Bénébig diharapkan pada awal 2023 setelah kapal tiba di Nouméa.
Dibandingkan OPV River class Inggris yang bobotnya mencapai 2.000 ton, maka OPV POM class bobotnya lebih ringan – 1.300 ton dalam muatan penuh. OPV POM class punya dimensi panjang 80 meter dan lebar 11,8 meter. Kapal patroli ini diawaki 30 pelaut, namun, kapal masih dapat menampung 29 penumpang dan mendukung misi penyelam tempur.
OPV ini disokong dengan dua mesin hybrid yang menggabungkan diesel/listrik dan diesel ditambah dua pendorong haluan listrik, menjadikan POM class memiliki jangkauan 10.200 km dengan kecepatan jelajah 12 knot dan dengan kemampuan kecepatan maksimum 24 knot.
Dirancang beroperasi di wilayah seberang lautan (luar Perancis), OPV POM class dapat beroperasi dalam berbagai suhu dan iklim, resminya POM class punya endurance selama 30 hari. OPV POM class dilengkapi dua perahu karet cepat (RHIB) ukuran 8 meter (26 kaki) dan drone intai Airbus Aliaca.
Drone Aliaca dikalim mampu melakukan misi hingga tiga jam dalam jarak 50 km, diluncurkan dengan ketapel (catapult) dan pulih secara otomatis melalui jaring. Sebelas drone Aliaca dikirim ke Angkatan Laut Perancis pada tahun 2023 dan tiga belas lainnya pada tahun 2025.
Untuk persenjaatan, OPV POM class hanya dibekali kanon autogun Nexter Narwhal kaliber 20 mm yang ditempatkan pada haluan, kemudian ada empat dudukan untuk senapan mesin berat 12,7 mm dan senapan mesin 7,62 mm. Sistem manajemen tempur (CMS) OPV ini mengadopsi Lyncea dari Nexeya. Sementara, radar intai di POM class dipasok oleh Hensoldt. Sebagai perbandingan, OPV River class menggunakan senjata utama berupa kanon DS30B kaliber 30 mm.
Baca juga: FNS Vendémiaire: Frigat “Minimalis” Representasi Kekuatan Perancis di Wilayah Koloni
Enam unit OPV POM class direncanakan untuk melengkapai armada Angkatan Laut Perancis secara bertahap. Kapal pertama – Auguste Bénébig, mulai dikirim ke markasnya di Nouméa di Kaledonia Baru pada Januari 2023, dan diharapkan tiba menjelang akhir Maret 2023.Sementara kapal lainnya, akan berbasis di Polinesia (Papeete) mulai tahun 2024. Dua kapal lagi akan berbasis di La Réunion, dan dua lagi di Tahiti. (Bayu Pamungkas)
@Ersat,
Kebanyakan itu mas.
Butuhnya hanya ini :
7 kapal kombatan 9000 nm sekelas iver class
11 kapal kombatan 6000 nm sekelas FREMM class
12 kapal kombatan 5000 nm sekelas REM class
16 kapal kombatan 4000 nm sekelas DPN class
18 kapal kombatan 3500 nm sekelas Ada class
18 kapal selam sekelas scorpene
27 sistem rudal pertahanan pantai sekelas Exo block 3.
8 skuadron jet tempur sekelas Rafale dengan AM39 exo.
6 unit P8
64 unit MH60R ASW
658 unit tb2 bayraktar
Indonesia butuh 150 KCR 60 dan 100 OPV 90 yang bisa diubah menjadi Corvet secara cepat. 60 light fregat. 30 heavy fregat. Jika sudah bisa bikin rudal anti kapal berjarak jangkau 500 km dan missil anti udara berbasis kapal jarak dekat (25km) sekelas RIM-116 maka dibutuhkan 15 light destroyer. Jika sudah bisa buat missil anti udara jarak menengah (55-75km) dan rudal jelajah berjarak jangkau 1.500 km sendiri, maka dibutuhkan minimal 6 heavy destroyer. Kapal penjelajah diperlukan jika sudah bisa bikin rudal nuklir.
Hohoho
Masih lebih gede Londo punya. Untuk membantu Surnomo dan koloni Londo di Karibo punya Damen OPV 3750. Sempat dipresentasikan era akhir SBY juga
doktrin kita aja 0 ancaman, itu yg bikin pemilihan alutsista nya ga sesuai kebutuhan spek nya asal punya aj udah syukur mungkin begitu. beda cerita kalo kita serius menempatkan china sebagai ancaman nyata pasti di belain pengadaan alat2 yg betul2 sesuai kebutuhan .
Kedepannya mungkin Drone bukan hanya dikendalikan (remote) dari station di darat tp berdampingan dengan alutsista utama seperti Tank, Pesawat tempur dan Kapal laut, selain berfungsi sebagai alat intai jg bisa menjadi bagian dari unsur penghancur..semoga kedepannya baik kapal laut, Tank dan pesawat tempur kita bisa dilengkapi dengan Drone..selain yg dikendalikan dari station yg.di darat..👍
Lha yg disini kan akan buat OPV jg bkn cm KCR.
Doktrin TNI saat ini adalah kuantitas, untuk melengkapi armada Kombatan yang lama ,KCR akan dibangun sebanyak 18 Unit, OPV 6 Unit, 12 Frigates, 2 kapal markas, 4 kapal selam, 2 skuadron komposit UAV dan UCAV. Untuk armada patroli akan dibangun 24 Unit kapal sekelas PC 6O
Apalagi seiring dg datangnya jet Rafale yg memiliki kemampuan serang maritim, peran KCR sebagai “unsur penyekat” choke points semakin terjepit dari atas dan bawah….baik oleh unsur lain yg memiliki flexibiktas lebih tinggi atau justru oleh hadirnya unsur lain yg jauh lebih cost efektif
KCR-60 hanya memiliki enduran 6 hari….hanya cocok UKT melakukan operasi terbatas untuk menyekat selat-selat strategis.
Sementara dg kepemilikan jet multirole yg dilengkapi rudal anti kapal, rudal-rudal pertahanan pantai berbasis didarat, pesawat MPA dan heli yg bisa melepaskan rudal anti kapal……serta kehadiran si ” cabe rawit” KSR rancangan Lundin…..peran KCR semakin kurang relevan dan lebih baik projek KCR ini dialihkan utk membangun OPV kelas 1300-1500 toh supaya bisa beroperasi hingga KCR
Contoh sederhana…..untuk mengawaki KCR-60 dibutuhkan sekian puluh ABK, sementara untuk mengerakkan Rafale yg dipersenjatai Exocet cukup mengerahkan 2 jet saja dg personel 2-4 pilot…..dan jauh lebih cepat digerakkan serta lebih flexibel dalam memilih lokasi serangan yg tak terduga oleh pihak lawan
Dipihak lain jika proyek KSR sukses….muncul alternatif lain yg selain jauh lebih rendah biaya, dia juga lebih “siluman” karena bisa disamarkan sbg Speedboat sipil yg melakukan aksi hit&run di area yg sama dg KCR-60 🤔
Yang disini lelet bin minim inovasi…..andalannya berkutat di kelas KCR 🙄
Tempo hari dapat kesempatan TOT dari Damen gak dimanfaatkan dengan baik