Penjualan Meroket, Perancis Bakal Geser Rusia di Posisi Runner Up Eksportir Persenjataan Global
|Ibarat tradisi, posisi eksportir persenjataan terbesar di dunia masih kukuh dipegang oleh Amerika Serikat. Sementara seterunya, yakni Rusia berada di posisi kedua terbesar sebagai eksportir persenjataan global. Namun, dinamika yang berlangsung di pasar internasional begitu cepat, pecahnya perang Ukraina sedikit banyak berpotensi untuk menggeser posisi Rusia.
Dan sebagai penantang yang berpeluang kuat menggantikan runner up penjualan persenjatan global adalah Perancis. Dikutip dari The Guardian (13/3/2023), Studi telah menunjukkan bahwa Perancis memiliki lebih banyak pesanan ekspor utama daripada Rusia, sementara pangsa Inggris terus menyusut.
Penjualan persenjataan dari Perancis meningkat tajam ke negara-negara di Asia, Oseania, dan Timur Tengah selama lima tahun terakhir, dan memperlihatkan bahwa industri pertahanan Perancis dapat melampaui Rusia dalam satu dekade.
Pangsa ekspor pertahanan global Perancis mencapai 11 persen pada periode 2018-2022, naik dari 7,1 persen pada 2013-2017 – meningkat 44 persen. Negara importir terbesar persenjataan Perancis adalah India, Qatar dan Mesir.
Pada saat yang sama, pangsa ekspor senjata global Rusia turun sebesar 31 persen – hampir seperempat dari seluruh penjualan (22 persen) dalam lima tahun hingga 2017, atau turun menjadi 16 persen selama lima tahun terakhir.
Turunnya ekspor persenjataan Rusia terjadi dalam tiga tahun terakhir, terutama untuk penjualan ke Cina dan Mesir, yang dikenal sebagai dua pasar terbesarnya. Stockholm International Peace Research Institute (Sipri) menyebut, bahwa penurunan penjualan persenjataan Rusia salah satunya karena negara pembeli berada di bawah tekanan Amerika Serikat.
Untuk Cina, menurunnya impor persenjataan dari Cina salah satunya disebabkan meningkatnya kemampuan swasembada pertahanan oleh Negeri Tirai Bambu tersebut.
“Tampaknya volume pesanan dari kedua negara ini akan berkurang di tahun-tahun mendatang,” kata penulis laporan Sipri berjudul Trends in International Arms Transfers. “Mesir, misalnya, membatalkan pesanan besar untuk pesawat tempur (Sukhoi Su-35) pada tahun 2022, dan Cina menjadi kurang bergantung pada impor Rusia karena meningkatkan kemampuan produksi senjata utama di dalam negeri.”
Sipri menyebut, bahwa rendahnya volume pengiriman senjata utama yang tertunda dari Rusia menunjukkan bahwa ekspor senjatanya kemungkinan akan terus turun di tahun-tahun mendatang.
Laporan tersebut menambahkan: “Pesawat tempur dan helikopter tempur telah menjadi salah satu ekspor senjata utama Rusia sejak 1992. Sebanyak 328 di antaranya dikirimkan pada 2018–2022, yang menyumbang 40 persen dari ekspor senjata Rusia pada periode tersebut.
Pada akhir 2022, pengiriman hanya 84 pesawat tempur dan helikopter tempur yang tertunda. Invasi Rusia ke Ukraina mungkin akan memberikan kendala tambahan pada kemampuan Rusia untuk mengekspor senjata, karena kemungkinan akan memprioritaskan produksi senjata untuk militernya sendiri daripada untuk ekspor.
Rusia telah menjadi pengekspor senjata terbesar kedua di dunia selama setidaknya tiga dekade, penjualan helikopter dan pesawat tempur menjadi andalan industri pertahanannya.
Pieter Wezeman, seorang peneliti senior di Sipri dan salah satu penulis laporan tersebut, mengatakan bahwa Perancis dapat bergerak maju, mengingat aktivisme Perancis dalam memperluas sektor pertahanannya dan dampak dari sanksi barat dan upaya diplomatik terhadap Rusia setelah invasi Vladimir Putin ke Ukraina.
Baca juga: Moncer di Medan Perang, Inilah 6 Alutsista Rusia yang Diklaim Diminati Pasar Ekspor
Wezeman berkata: “Perancis telah melihat peningkatan tajam dalam ekspor senjata dalam hal pengiriman. Pada saat yang sama, industri senjata Perancis, yang didukung oleh pemerintah Perancis, telah berhasil menandatangani kesepakatan yang lebih besar untuk ekspor senjata, dengan pengiriman yang direncanakan pada tahun-tahun mendatang.
Lima pengekspor pertahanan terbesar di dunia, yakni AS, Rusia, Perancis, Cina, dan Jerman, sampai saat ini menyumbang lebih dari tiga perempat (76 persen) dari semua ekspor senjata. (Bayu Pamungkas)
Paling betul seperti Cina dan India sekarang produksi sendiri bukan karena dipersulit Rusia tapi mereka semua melihat yang paling penting mandiri alutsista, perang Rusia dgn Ukraina membuka mata bahwa kita harus bisa buat senjata sendiri tanpa tergantung lagi dengan luar apalagi jika perang berlarut-larut yg tak tahu kapan mandeg nya
kek nya rusia masih banyak diminati yg negaranya masih banyak gejolak internal buat mengganyang separatis alutsista barat banyak aturannya.. barnag rusia ini solusinya
@livik
CAATSA sudah ditetapkan akhir 2014 oleh Obama dgn Phase 1 mengincar sanksi perdagangan komponen militer terutama semikonduktor dari pengurangan pasokan dan kenaikan pajak sepihak yang berganda setiap tahun. Harga alutsista Ruskies naik drastis contoh seperti Su-35 sebelumnya USD 65 juta naik jadi USD 115 juta. Dua tahun kedepan bisa saja melonjak jadi USD 125 juta. Makanya ane agak skeptis dgn Su-75 yang katanya cuma USD 25 juta karena dgn mengikuti timeline yang ada bisa jadi bakal lebih mahal daripada F-35
Dua negara yang jadi andalan Ruskies yakni
Indihe dan Viet juga tidak jor-joran. Target utama kini mengejar kemandirian
Paris dapet berkah dari catsa, semua pembelian sista stroong bingiiits negara non nato dengan berat hati belok ke Paris, cuma Turkiye yg brani lawan catsa,
Untuk rudal gedong untung masih ada Indiahe dengan Brahmos, Pinoy sungguh jeli😁
Akibat banyak alutsista Rusia yg mandul di Ukraina, kini banyak negara yg pernah jadi importir alutsista Rusia sadar kalo mereka kena tipu. Gimana gak kena tipu, alutsista Rusia yg ORI aja kelimpungan lawan alutsista Barat apalagi alutsista mereka yg Downgrade. Itulah kenapa China dan India lebih memilih mandiri dalam pengadaan alutsista daripada harus bergantung pada rongsokan dari Utara. Hhhhhhhhhh
bukannya Russia udh merosot ya penjualan alutsistanya semenjak invasi Crimea?