Pengadaan Mirage 2000-5 eks Qatar. Komisi I DPR: “Sebaiknya Pemerintah Beli Alutsista Baru”
Seperti yang sudah diduga, rencana pengadaan jet tempur Mirage 2000-5 bekas pakai Angkatan Udara Qatar, akhirnya menuai kritik dari parlemen. Persisnya Komisi I DPR RI meminta kajian ulang rencana pembelian tersebut, dengan penekanan idealnya jet tempur yang dibeli seharusnya dalam kondisi baru. Selain menekankan pada keselamatan awak, DPR juga menekankan agar pengadaan alutsista dapat membawa manfaat bagi industri pertahanan dalam negeri, yang notabene sulit didapatkan bila pembelian dilakukan pada status barang bekas pakai.
Baca juga: Jadi Jet Tempur ‘Rebutan’, Mirage 2000-5 Bekas Pakai Qatar Akan Memperkuat TNI AU
Seperti dikutip dari laman Kompas.com (18/11/2022), Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldy meminta pemerintah mengkaji ulang rencana pembelian 12 unit jet tempur Mirage 2000-5 bekas Angkatan Udara Kerajaan Qatar. Menurut Bobby, langkah tersebut diperlukan agar pemerintah tidak menyalahi Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
“Betul (evaluasi rencana), dan dikaji agar tidak menyalahi UU yang ada,” ujar Bobby kepada Kompas.com, Jumat (18/11/2022). Bobby menyayangkan perihal rencana pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) bekas yang nantinya akan diawaki militer Indonesia.
Ia menegaskan bahwa pembelian pesawat tempur seharusnya juga merujuk pada UU Industri Pertahanan. Bobby menjelaskan bahwa UU Pertahanan telah mewajibkan dalam pembelian alutsista menyertakan imbal dagang, kandungan lokal, serta beberapa persyaratan lainnya.
“Pembelian pesawat tempur harusnya mengikuti UU Nomor 16 Tahun 2012, Pasal 43 Ayat 5 tentang Indhan (industri pertahanan) yang mewajibkan pembelian alutsista menyertakan imbal dagang, kandungan lokal dan ofset yang sangat sulit bila barang bekas,” katanya. Ia juga menyarankan agar pemerintah sebaiknya membeli alutsista baru. “Sudah benar yang beli yang baru,” ujar Bobby.
Sebelumnya, Indonesia berencana membeli 12 jet tempur Mirage 2000-5 bekas penggunaan Angkatan Udara Kerajaan Qatar guna mempertebal kekuatan pertahanan udara nasional. Juru Bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, rencana pembelian selusin Mirage tersebut masih dalam proses negosiasi.
Dahnil mengatakan, rencana pembelian Mirage 2000-5 milik Qatar diharapkan sebagai langkah transisi kekuatan sebelum enam jet Rafale pesanan pertama Indonesia tiba di Tanah Air sekitar tahun 2026 mendatang. “(Masih) proses negoisasi, dengan harapan (Mirage) menjadi transisi kekuatan sebelum Rafale datang yang masih membutuhkan waktu,” kata Dahnil.
Meski demikian, ia memastikan bahwa rencana pembelian Mirage 2000-5 tersebut belum ada keputusan.
Angkatan Udara Qatar mengoperasikan 12 unit Mirage 2000-5, yang untuk varian Qatar diberi kode khusus Mirage 2000-5EDA (single seat) – 9 unit dan Mirage 2000-5DDA (tandem seat) – 3 unit. Yang disebut terakhir difungsikan sebagai jet latih tempur.
Dengan konsentrasi pada pengoperasian armada jet tempur Dassault Rafale, Boeing F-15QA dan Eurofighter Typhoon, Angkatan Udara Qatar pun sejak beberapa tahun telah menawarkan aset 12 unit Mirage 2000-5 ke beberapa negara. Pada tahap awal sempat ditawarkan ke Pakistan dan India, namun akhirnya batal.
Namun, Mirage 2000-5 yang berumur muda dengan jam terbang rendah, mampu memikat beberapa calon pembeli. Di antara yang mengincar jet tempur bersayap delta ini adalah pihak Perancis sendiri, yakni Mirage 2000-5 Qatar sempat dilirik kontraktor Perancis ARES (Advanced REDAIR European Squadron) Aviation untuk digunakan sebagai pesawat latih dalam skadron agresor di Angkatan Udara Perancis.
Baca juga: Di Tengah Cuaca Buruk, Batch Pertama F-15QA Ababil Telah Diterbangkan ke Qatar
Kabar bahwa Indonesia sebagai pemilik baru armada Mirage 2000-5 dari Qatar ini diperoleh setelah Menteri Keuangan menyetujui Penetapan Sumber Pembiayaan (PSP) senilai US$734,5 juta untuk 12 pesawat Mirage 2000-5 eks Qatar dan sebagai kulminasi dari kabar bahwa pilot TNI AU telah menguji coba jet tempur ini di Qatar pada bulan Juli lalu. (Gilang Perdana)
@Bung TN: gak mungkin beli FA-50 karena butuh waktu buat produksi, beda cerita kalo diambilkan dari stok punya Korsel yg udah dipake. Tapi kembali lagi,FA-50 lebih cocok sebagai pespur latih lanjut dan serang ringan daripada disebut sebagai medium fighter dg kemampuan real combat untuk segala misi.
Sangat mengejutkan masih ada beberapa yg menentang pembelian Mirage bekas UEA ini padahal kemampuannya tidak kalah dari F-16 varian C/D dan lagi mampu melakukan serang darat/anti kapal permukaan.
Betul jika anggaran sebesar USD 735 juta untuk membeli Mirage bekas ini bisa digunakan untuk mendapatkan 24 unit refurbish F-16 blok 25 menjadi setingkat blok 52, tapi mengingat yg tersedia usia penggunaannya hanya 10-15 tahun lagi sedangkan Mirage bekas ini masih bisa dipake antara 20-25 tahun lagi jelas Mirage bekas UEA memiliki beberapa keunggulan dalam sisi efisiensi usia pakai.
Yah, setidaknya ada banyak pertimbangan yg diambil oleh Kemhan mengapa lebih memilih Mirage daripada F-16 Refurbish. Mungkin itu juga berkaitan dg stok yg ada karena belum tentu juga F-16 bekas US Air Guard tersebut tersedia stoknya saat ini mengingat banyak juga yg nyari pesawat sejenis khususnya dari Eropa, maklum kita tau apa yg sedang terjadi disana.
woooowwww….pesawat jadul dengan harga hpir 1 teilyun per unit…emang bener2 pemikiran yg bagus hahahaha