Pamerkan Sejumlah Alutsista Andalan, Boeing Tampil Percaya Diri di Indo Defence 2022
|Mendapatkan angin segar berupa pengadaan jet tempur F-15ID (varian F-15EX) dari Indonesia, membuat Boeing bakal tampil berbeda di pameran militer dan pertahanan dua tahunan, Indo Defence (2 – 5 November 2022). Lewat siaran pers yang dirilis 26 Oktober 2022, Boeing menyebutkan akan memamerkan kemampuan mutakhirnya kepada pelanggan regional di Indo Defence 2022, dalam hal ini yang menjadi maskot adalah F-15EX, versi terbaru dan paling canggih dari keluarga pesawat tempur F-15 Eagle yang legendaris.
Meski tidak menghadirkan full mockup, ruang pameran Boeing di Hall D #125 JIExpo Kemayoran, akan menampilkan beragam kemampuan pesawat tempur multiperan, platform vertical lift, sistem pesawat tanpa awak, dan platform pesawat komersial, di samping teknologi satelit komunikasi generasi mendatang, berbagai layanan, pemeliharaan kelas dunia, dan pelatihan.
“Kami senang bisa berpartisipasi dalam Indo Defence 2022 sehingga bisa terlibat langsung dengan pelanggan kami dan melayani kebutuhan mereka saat ini dan di masa depan, serta menekankan bagaimana Boeing bisa menawarkan kemampuan pertahanan yang anggih, kecakapan layanan, dan pembangunan kapasitas untuk memenuhi kebutuhan tersebut,” kata Alex Feldman, Presiden Boeing Asia Tenggara.
Selain meng-highlight F-15EX yang nantinya akan memperkut armada jet tempur TNI AU, Boeing juga akan mempromosikan CH-47 Chinook, AH-64E Apache, drone intai ScanEagle Integrator (RQ-21 Blackjack), E-7 Wedgetail Airborne Early Warning&Control (AEW&C) dan pesawat intai maritim P-8 Poseidon. Dari deretan nama alutsista yang akan dipamerkan, AH-64E Apache menjadi satu-satunya produk Boeing keluaran baru yang kini dioperasikan oleh TNI.
Dengan dipamerkannya deretan nama alutsista tadi, menyiratkan bahwa item tersebut memang ditawarkan untuk Indonesia. Meski sudah bukan rahasia lagi, persetujuan penjualan alutsista di AS memerlukan lampu hijau dari pihak pemerintah dan parlemen.
Meski belum berujung pada kontrak efektif, salah satu nama alutsista yang akan dipamerkan Boeing di Indo Defence 2022 sejatinya sudah dalam rencana pengadaan TNI sejak lama. Sebut saja CH-47 Chinook, seperti pernah diutarakan oleh petinggi Boeing, Yeong-Tae Pak, Boeing Regional Director for Southeast Asia yang bertandang ke Indonesia pada tahun 2017, disebut bahwa yang diinginkan Indonesia adalah varian CH-47F, yang tak lain varian terbaru dan termutakhir dari keluarga Chinook.
Bahkan pada tahun 2016, TNI AD dikabarkan akan dilengkapi dengan tiga atau empat unit CH-47 Chinook. Panglima TNI saat itu, Jenderal Moeldoko menyebutkan bahwa pengadaan CH-47 Chinook kemungkinan akan dilakukan pada anggaran tahun 2016. Lebih jauh disebutkan anggaran untuk pembelian satu unit CH-47 Chinook dipersiapkan sekitar US$30 juta.
Baca juga: Indonesia Tolak Tawaran AS Menjadi Basis Pesawat Intai P-8 Poseidon
Sementara alutsista lain seperti pesawat E-7 Wedgetail dan P-8 Poseidon, pembicaraan belum seintens rencana pengadaan helikopter Chinook, melainkan baru sebatas di lingkup internal, berupa kajian-kajian operasional. (Bayu Pamungkas)
@Dhek Iwan: generasi 4,5 itu cuman istilah Dhek. Digitalisasi sistem avionik, perlengkapan sensor untuk pendukung Situational awareness dan radar multi array adalah salah satu kelengkapan pada pespur generasi 4,5 atau 4+ dimana Su-35 sebetulnya masih harus disebut sebagai pespur generasi keempat daripada 4,5. Ace pilot atau man behind the gun sebetulnya sudah kurang terlalu relevan saat ini jika Sistem berbagi data, sensor full 360° all condition yg membangun Situational awareness sudah terbentuk. Suka tidak suka Rusia sudah tertinggal jauh soal itu dan dibuktikan dg jelas di palagan Ukraina.
Disisi lain F-15EX disiapkan untuk bisa terbang bersama drone loyal wingman atau mampu mengontrol drone lain secara bersamaan yg membuatnya jauh lebih unggul daripada pespur generasi 4,5 yg lain. So, jelas Indonesia harus memfokuskan sumberdaya untuk mendapatkan pespur tersebut walaupun kelihatannya proses pembelian Su-35 masih berjalan.
Mbah harus jujur, soal spek justru relatif mbah, sesama gen 4,5 beti lah, tinggal gimana lihay sopirnya aja, kecuali beda gen, SU35 vs F35, baru ane gak heron, 386jt$ itu seharga 1 CBG loh mbah, kalo 13,9 M$ dibeliin CBG semua bisa dapet 36 KS, Liaoning bisa auto ngacir terbirit birit nangis gak berani deket2 Natuna😁
Eskalasi di LCS dan Natuna Utara serta Taiwan, TNI AU selain membutuhkan pespur dengan keadaan tidak kosongan, TNI AU juga harus membenahi diri untuk menambah payung udara untuk semua range.
Adapun untuk F-15EX/F-15ID apakah berikut dengan “Secure Code” dan ToT atau tidak?
Karena jika tidak berikut “Secure Code” dan ToT, semua kelebihan F-15EX/ID akan sama seperti pespur kosongan dan juga ToT untuk memangkas gap teknologi dari apapun yang telah disepakati.
@Iwan: Gak bisa disamakan Dhek antara kelengkapan punya F-15EX dg Su-35. F-15EX sudah termasuk Radar AESA yg lebih canggih daripada radar PESA Ibriz E punya Su-35, juga dilengkapi dg targeting Pod LANTIRN atau sistem jamming dan perusak system IR rudal musuh EWPASS. Jelas F-15EX jauh lebih unggul daripada punya Rusia. Itulah kenapa lebih baik kalo Indonesia mau fokus untuk akuisisi F-15EX. Apalagi anggaran TNI bisa lebih tinggi lagi di tahun mendatang. Dari anggaran saat sebesar 132 Triliun, kalo cuman nyicil F-15EX selama 20 tahun paling cuman bayar 10 triliun per tahun, padahal anggaran militer mau dinaikkan jadi 220 Triliun loh.
@Periskop: rudal mau jenis apapun tidak akan bisa menggantikan Alutsista berawak yg ada seperti Pespur, Kaprang, Kasel, MBT, APC/IFV dsb. Betul kita harus bisa membuat rudal umumnya untuk serang darat atau Kapal permukaan. Tapi kita juga butuh platform pembawa rudal tersebut agar jangkauan yg diberikan menjadi lebih baik. Rudal takkan bisa mendeteksi dimana dan berapa jumlah musuh, rudal juga takkan bisa digunakan jika musuh menyerang gudang amunisi dan pabrik pembuatan rudalnya. Utang dibutuhkan karena kebutuhan pertahanan besar sedangkan alokasi anggaran masih tersedot untuk belanja daerah dan subsidi BBM. Yah pilihannya tingkatkan pajak atau tingkatan nilai tambah pada barang ekspor komoditas Indonesia seperti Nikel yg dulu pertahun cuman dapet USD 3 Billions sekarang bisa dapet USD 20 Billions.
Mestinya Lek Sam dan industri senjata diadukan ke WTO, dengan delik aduan konspirasi antara government dengan swasta dengan tujuan memenangkan persaingan penjualan persaingan secara nggk sehat. Eh lupa, temen2nya banyak ding di sono, dan akan menambah masalah yg gk perlu lagi.
Dananya mana?