Myanmar Pamerkan Tank Ringan Hasil “Kawin Silang” Antara Ranpur Cina dan Rusia
|Tak kalah dengan India yang mampu melalukan “kawin silang” atas ranpur lapis baja, yakni antara Main Battle Tank (MBT) T-90 dan T-72, dari Asia Tenggara, Myanmar rupanya juga tak kalah, yaitu dengan memamerkan ranpur hybrid, hasil ‘persilangan’ dari dua jenis ranpur yang diperlihatkan saat defile Hari Angkatan Bersenjata Myanmar ke-77 di Naypyidaw, pada 27 Maret 2022.
Baca juga: Berkaca dari Perang di Ukraina, India Lakukan “Kawin Silang” MBT T-72 dan T-90
Dilansir dari ArmyRecognition.com, sejak Maret 2019, Myanmar telah mengembangkan prototipe tank ringan berdasarkan sasis self propelled howitzer 2S1 Gvozdika buatan Rusia, yang dilengkapi dengan kubah meriam 105 mm dua awak dari ranpur PTL02 6×6 buatan Cina.
Mengutip informasi yang dipublikasikan di Internet, tank ringan baru milik Angkatan Darat Myanmar itu dikembangkan bekerja sama dengan Cina, yang konkritnya ranpur dilengkapi dengan kubah buatan Cina yang juga dipasang pada ranpur Fire Support Vehicle beroda ban WMA301 105 mm 6×6. Oleh Myanmar yang digunakan adalah varian ekspor dan disebut PTL02.
Persenjataan utama pada tank ringan Myanmar ini adalah meriam kaliber 105mm yang kompatibel dengan semua amunisi standar NATO. Meriam tersebut dapat menembakan munisi APFSDS (Armor-piercing fin-stabilized discarding sabot), HEAT (High Explosive Anti-Tank) dan HE (High Explosive) Pada kubah tampak dilengkapi dengan fire control system baru dan laser range finder.
Sasis 2S1 dari tank ringan Myanmar didasarkan pada perlengkapan otomotif dan roda gigi dari sasis ranpur APC MT-LB buatan Soviet, yang dipasok oleh Ukraina. Lambung baja seluruhnya dilas dan dibagi menjadi tiga kompartemen dengan pengemudi di sisi kiri depan, mesin di belakang pengemudi, dan kubah meriam di bagian belakang.
Sistem suspensi tank ringan Myanmar ini mirip dengan ranpur MT-LB buatan Soviet dan terdiri dari tujuh roda jalan di setiap sisi dengan sproket penggerak di depan.
Menggunakan sasis yang sama dengan 2S1 buatan Soviet, maka dapat diasumsikan bahwa ranpur ini memiliki kapasitas mobilitas yang sama. 2S1 digerakkan oleh mesin diesel 4 tak berpendingin air V-8 yang menghasilkan tenaga 300 hp digabungkan dengan transmisi manual 5 gigi maju dan 1 gigi mundur.
Baca juga: Selangkah Lebih Maju, Myanmar dan Ukraina Bangun Basis Perakitan Ranpur BTR-4 8×8
Aslinya, 2S1 Gvosdika dilengkapi dengan howitzer D-32 122 mm, yang dalam satu menit dapat memuntahkan 4 – 5 peluru.
Ranpur yang belum diketahui label resminya ini dapat melaju pada kecepatan maksimum di jalan raya 62 km per jam dengan jarak jelajah maksimum 500 km. (Gilang Perdana)
@ayam jago
iya, tapi negara itu harus nuruti apapun kata amriki kalau dah nyantol ke mereka, mau beli senjata jadi terbatas pilihannya, eropa pun sama, ruskies atau sino kembarannya mau dikata apa juga produknya dimiliki dan diincar berbagai termasuk juga musuhnya, yunani, arab saudi yang sekutunya amriki malah pilih rudal AT ruskies buat dilisensi, dan rudal balistik juga milih sino, daripada kita kena embargo ya mending belinya ngga disatu blok doang, entar kayak pas orde baru, beli kapal jelajah mahal pada akhirnya jadi rongsokan, pas setelah tragedi timor timur, beli rudal harpoon mahal² juga jadi rongsokan, kita sekarang nyantol sino karena keuntungan ke kita juga tinggi, tot rudal anti kapal juga kita dikasih meskipun ke amriki juga cukup deket meskipun akhirnya kita tolak, tapi ya menurut saya pribadi ya, ambil senjata spek terbaik tiap blok lalu beli banyak untuk jenis yang sedikit, habis itu ambil ToTnya lalu manfaatin buat pengembangan senjata dalam negeri, kalau sudah bisa full dalam negeri kerugiannya serta resikonya akan kecil namun keuntungannya tinggi, minim kalau bisa kayak iran, kena embargo sana sini, tapi padet senjata dan berkualitas, drone siluman amriki saja bisa di jamming lalu di “ToT”
Hohoho
Amriki murah hati soal ToT seperti lisensi, offset dll dgn 2 syarat sekutu terdekat dan negara pembeli punya UU kerahasiaan teknologi. Amriki mengharamkan reverse engineering tapi jika ngotot melakukan reverse engineering vendor Amriki wajib dilibatkan dan alutsista hasil reverse engineering legal tidak boleh dijual ke negara lain. Contoh reverse engineering legal adalah milik Taiwo macam Sky bow dll
Ruskies kebalikannya. Pelit ToT tapi tutup mata soal reverse engineering dan alutsista hasil reverse engineering tersebut boleh diekspor ke negara lain. Seperti Turks yang memunculkan Siper hasil reverse engineering S400
@ayam jago
ya itu jelas mas, us sama eropa juga ngga ada bedanya, sebagai gantinya sekarang barang ruskies untuk ekspor diturunksn kualitasnya, jadi andaikan dicolong musuhnya (kayak mig21), atau dibeli (kayak s-300V), mereka ngga perlu khawatir apa², tapi untung tetep dapet 🗿
Hohoho
Ruskie murah hati ToT itu era Yeltsin. Tsar wannabe yang cenderung ultranasionalis sangat protektif masalah teknologi alutsista
@ahahaha
yang penting kan korselnya mau, ngga masalah asalnya, mau itu dari nyolong juga terserah mereka asal dapet manfaat teknologinya 😂😂
Periskop
Baca tentang proyek brown bear !!
Korsel mendapatkan senjata dan teknologi rudal dari Rusia karena Rusia gagal melakukan pembayaran hutang warisan soviet setelah uni Soviet runtuh 🤠🤠
Apakah Badang 6X6 akan dilengkapi turet 105 mm
cina atau rusia emang relatif murah hati soal ToT, untuk soal kualitas produk ekspor mereka, bisa dibilang kualitas tergantung ke dana, untuk ruskies misal, turki belum ada protes soal s-400 dan korsel juga meskipun bisa pilih negara lain untuk pengembangan rudal milih rudal pak putin untuk jadi basis pengembangan hanud, baik cina maupun ruskies juga relatif ngga milih² pembeli, vietnam yang deket ke salah satu “adik” nya lik sam aja masih dilayani betul, termasuk masalah tot ataupun lisensi, waktu operasi trikora pun, sopiet juga ngga mempermasalahkan kita ada hercules, padahal itu produk musuhnya, andaikan dimasa lalu tragedi 65 ngga ada, maka penurunan kualitas tni ngga akan terlalu jauh, begitu juga kalau amriki ngga masalah soal tragedi timor timur, jadi ya mending tni jangan tergantung ke salah satu blok saja, daripada kejadian dimasalalu terjadi, apalagi situasi sekarang bisa jadi situasi yang kritis, negara kita selalu diincar negara lain dengan iming² yang ngga main², buat diambil sda atau semacamnya, kayak eropa yang ngotot soal nikel, daripada sisi tawar kita rendah kayak waktu penjajahan kita terpaksa nuruti syarat voc karena nilai tawar yang rendah di sah satu petjanjian (saya lupa yang mana), mending kita pacu industri dalam negeri, tot secukupnya, barang “gado²” dikurangi diganti produk lokal, industri kita juga lemah karena ketergantungan impor, jadi permintaannya sedikit dan dorongan untuk berkembang juga kurang dan dengan mengurangi itu, industri dalam negeri bisa dipacu, dan anggaran pertahanan bisa dioptimalkan