Selangkah Lebih Maju, Myanmar dan Ukraina Bangun Basis Perakitan Ranpur BTR-4 8×8

Tanpa banyak gonjang ganjing pengadaan alutsista, Myanmar beberapa waktu lalu berhasil membetot perhatian jagad industri pertahanan internasional, pasalnya sebagai negara yang industri pertahanannya kurang diperhitungkan, justru meraih momen besar. Yaitu dengan pembangunan fasilitas pabrik perakitan ranpur lapis baja, persisnya berwujud join venture bersama Ukraina.

Baca juga: Meski Pengadaan Lanjutan Belum Jelas, Kondisi BTR-4M Korps Marinir Terawat Baik

Fasilitas pabrik perakitan ranpur lapis baja pun telah mengarah pada pembangunan jalur perakitan panser BTR-4U 8×8 dan Self Propelled Howitzer 2S1U yang akan dibangun pada platform ranpur roda rantai MT-Lbu.  Mengutip dari defence-blog.com (6/3/2019), disebutkan pihak Ukraina sudah memulai pengiriman peralatan, mesin khusus perakitan dan tenaga asistensi untuk mulai membangun pabrik. Lebih lanjut, sumber yang sama menginformasikan bahwa pabrik perakitan tersebut akan mulai berproduksi pada pertengahan tahun 2020.

Motor dari kesepakatan pembangunan fasilitas perakitan ranpur ini adalah biro ekspor/impor militer Ukraina, Ukrspecexport. Nilai investasi yang dikuncurkan Ukraina dalam proyeknya di Asia Tenggara ini mencapai US$ 44,5 juta. Umumnya yang jadi landasan keterlibatan investor adalah order pengadaan yang cukup besar, sehingga didapatkan skala bisnis yang menguntungkan. Terkait dengan order pengadaan BTR-4 8×8 dan SPH 2S1U, sampai saat ini tidak diketahui persis berapa unit yang di-order oleh negara yang terkenal dengan junta militer ini.

Sebagai informasi, Myanmar sejak lama menjadi pengguna kendaraan lapis baja buatan Ukraina. Salah satu diantaranya adalah panser BTR-3 yang pertama dikirimkan pada tahun 2003. Setidaknya ada 600 lapis baja BTR-3U dan 200 kendaraan angkut personel lapis baja MT-LB yang dipasok Ukraina untuk angkatan bersenjata Myanmar.

BTR-4 8×8 sendiri bukan alutsista asing di Indonesia dan telah dioperasikan oleh Kavaleri Korps Marinir. Sayang kiprah BTR-4 tak berjalan mulus, dari rencana awal akan diakuisisi 55 unit, faktanya pesanan hanya stop di 5 unit BTR-4M sebagai bagian dari paket pengiriman perdana. Unit BTR-4M tiba di Indonesia pada 28 September 2016, dalam pengirimannya menggunakan jasa kapal MV Texel. Tak berlanjutnya pesanan BTR-4M disebut-sebut karena pihak user (Korps Marinir) tak puas dengan performa ranpur amfibi ini.

Baca juga: Tak Puas dengan Performa, Korps Marinir Pertimbangkan (Kembali) Pengadaan BTR-4M 8×8

2S1 Gvosdika.

Sementara SPH 2S1U mengusung kaliber 122 mm. Ranpur yang dikenal juga dengan sebutan 2S1 Gvosdika dilengkapi dengan howitzer D-32 122 mm, yang dalam satu menit dapat memuntahkan 4 – 5 peluru. Jika di Indonesia, daya gempur SPH 2S1U bisa disandingkan dengan M109A4 BE kaliber 155 mm yang belum lama ini telah memperkuat TNI AD.

Ukraina nampak tak pelit untuk transfer of technology (ToT), selain membangun basis perakitan di Myanmar, negara seteru Rusia ini juga telah membangun pabrik perakitan panser lapis baja BTR-3 di Thailand. Thailand sendiri diperkuat ratusan lapis baja BTR-3. Thailand adalah salah satu pembeli asing terbesar peralatan perang buatan Ukraina. (Gilang Perdana)

32 Comments