Update Drone KamikazeKlik di Atas

Menanti Babak Baru Pertempuran: Sistem Hanud S-400 vs Jet Tempur Rafale

Bagi netizen pemerhati dunia alutsista, mungkin hal yang paling dinanti adalah ‘perjumpaan’ dua jenis alutsista andalan dalam duel pertempuran yang sesungguhnya. Dari kubu pendukung alutsista asal Rusia, salah satu yang dijagokan saat ini adalah sistem hanud S-400. Sementara dari kubu pendukung alutsista asal Barat, tak pelak nama jet tempur asal Perancis, Dassault Rafale menjadi urutan nomer wahid dengan predikatnya yang battle proven. Dan, bila prediksi tak meleset, maka ada peluang besar dua jawara alutsista tersebut akan jejumpaan di palagan Libya.

Baca juga: [Polling] Bila Sukhoi Su-35 Batal Dibeli Indonesia, Pilihan Utama Netizen Jatuh Pada Rafale

Seperti ramai diberitakan, pada 6 Juli 2020, kelompok jet tempur Rafale yang belum bisa dipastikan asalnya milik siapa, telah melakukan serangan udara ke Lanud Al-Watiya di bagian barat Libya. Lanud Al-Watiya yang dikuasai militer Turki, dikenal sebagai basis jet tempur F-16 Fighting Falcon, drone kombatan Bayraktar TB2 and Anka-S, serta pangkalan udara itu dilindungi sistem hanud rudal Raytheon MIM-23 Hawk.

Lepas dari polemik konflik dan perang sipil yang terjadi di Libya, yang pasti jet Rafale dapat menerobos sistem pertahanan udara di lanud tersebut, pasalnya gelar rudal MIM-23 Hawk juga dilengkapi perangkat radar intai. Mengutip sumber dari thearabweekly.com, disebut-sebut Rafale melakukan serangan dengan terbang rendah di bawah sapuan radar.

Uniknya, meski identitas jet tempur telah diketahui, namun operator Rafale dalam penyerangan ke Al-Watiya masih belum terungkap jelas. Ada dua negara pemilik Rafale yang posisinya kini ‘berkonfrontasi’ dengan Turki di Libya, yakni Perancis dan Mesir. Meski kecil kemungkinan dilakukan oleh Rafale Perancis, namun secara geografis sangat mudah bagi Perancis untuk melancarkan serangan ke Libya, mengingat Perancis punya basis kekuatan tempur udara di Djibouti dan Uni Emirat Arab.

Serangan Rafale atas instalasi militer yang dikuasasi Turki tentu mengundang reaksi keras dari Ankara, terlebih ada sejumlah korban tewas dari pihak militer Turki. Eurasiantimes.com (13/7/2020) mengungkapkan bahwa ada kemungkinan militer Turki menggelar sistem hanud S-400 di Libya. Fakta bahwa jet Rafale mampu membom Lanud Al-Watiya dengan relatif mudah telah menghasilkan diskusi di internal militer Turki untuk menggelar rudal S-400 buatan Rusia tersebut.

Namun, para analis militer global berpendapat, tak semudah itu Turki untuk menggelar S-400 di Libya, lantaran ada berbagai faktor geopolitik yang harus dipertimbangkan. Untuk saat ini, Ankara telah menggelar kombinasi sistem rudal hanud jarak sedang MIM-23 Hawk, rudal hanud jarak pendek Hisar, dan sistem hanud Korskut di Libya. Postur militer Government of National Accord (GNA) yang didukung Turki, Qatar dan Italia, untuk melakukan serangan kepada Libyan National Army (LNA) – Tentara Nasional Libya yang dipimpin Jenderal Khalil Haftar yang didukung oleh Perancis, Arab Saudi dan Mesir dan Uni Emirat Arab.

Basel Haj Jasem, seorang ahli hubungan Rusia-Turki percaya bahwa penggelaran S-400 di Libya akan menjadi win-win solution untuk Ankara. Rudal S-400 tidak hanya mampu menetralkan Rafale Prancis, tetapi juga memungkinkan Turki untuk menghindari sanksi AS. Menurut Jasem, salah satu skenario paling menguntungkan yang dapat diterima oleh tiga pihak utama adalah menggelar sistem S-400 di Libya sejalan dengan perjanjian keamanan dan militer antara Ankara dan Tripoli, dan tentunya setelah ‘disetujui’ oleh Moskow dan Washington.

Ia menyatakan bahwa ada lebih banyak yang dipertaruhkan daripada sekadar penggelaran sistem rudal S-400, Turki ingin menjaga keseimbangan antara Rusia dan AS, dan lebih memilih untuk tidak mengambil risiko hubungannya di kedua sisi dengan cara mengorbankan pihak lain.

Kembali lagi, sekiranya Turki ingin menggelar S-400 di Libya, sudah barang tentu harus menunggu ‘restu’ dari Rusia, pasalnya memboyong S-400 ke Libya belum tentu berbuah promosi yang bagus, bisa jadi justru S-400 yang keluar sebagai pecundang, dan bila itu terjadi, reputasi Rusia akan merosot, terlebih produk alutsista canggih buatan Rusia sebelumnya telah dipermalukan di Libya, yaitu dengan dihancurkannya beberapa sistem hanud Pantsir S-1 yang dioperasikan oleh Uni Emirat Arab oleh serangan drone Turki.

Pantsir S-1 yang rusak berat (terbakar) di Lanud Al-Watiya.

Baca juga: Tujuh Unit Sistem Hanud Pantsir S-1 Dihancurkan (Lagi) oleh Serangan Drone

Dan, sebaliknya, apakah jet Rafale dengan reputasinya yang digdaya bakal percaya diri menghadapi S-400? Tinggal waktu yang akan membuktikannya. Selain di palagan Libya, potensi duel antara S-400 (dioperasikan Cina) dan Rafale sebenarnya bisa terjadi pula dalam konflik perbatasan antara India vs Cina, namun karena armada Rafale India saat ini belum siap tempur, maka potensi pertemuan kedua alutsista itu terasa masih jauh dari kenyataan. (Gilang Perdana)

39 Comments